Wakil Ketua II DPRD Depok Dukung KPK Awasi Perkara Korupsi Jalan Nangka
Wakil Ketua II DPRD Depok M Supariyono mendukung keterlibatan KPK dalam penanganan kasus korupsi pembebasan lahan Jalan Nangka
Penulis: Bima Putra | Editor: Erik Sinaga
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra
TRIBUNJAKARTA.COM, SUKMAJAYA - Wakil Ketua II DPRD Depok M Supariyono mendukung keterlibatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penanganan kasus korupsi pembebasan lahan Jalan Nangka yang menjerat tersangka bekas Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail dan Sekretaris Daerah Harry Prihanto.
Dia berharap peran lembaga anti rasuah tersebut dapat membantu kerja penyidik Unit Tipikor Polresta Depok dan jaksa peneliti berkas Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok agar kasus yang menurut audit BPKP merugikan negara Rp 10,7 miliar ini cepat beres.
"Silakan saja, KPK kan sebagai institusi yang ditunjuk menagani korupsi. Polisi dan Kejaksaan juga, biar terang benderang," kata Suparyono di Cilodong, Depok, Minggu (16/12/2018).
Suparyono enggan mengomentari bagaimana kerja penyidik Unit Tipikor Polresta Depok dalam menyusun berkas karena sampai sekarang Kejari Depok belum menyatakan berkas lengkap atau P-21.
Dia mengaku mendukung proses hukum berjalan.
"Kalau Pak Nur Mahmudi salah katakan salah, kalau enggak ya bebaskan, rehabilitasi namanya," ujar dia.
Sebagai informasi, Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan menyatakan terus mengawasi penangan kasus yang penetapan tersangkanya sempat dirahasiakan penyidik selama satu pekan.
Basaria menjelaskan, sejak Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan keluar maka KPK memiliki hak untuk melakukan supervisi atas seluruh kasus perkara korupsi yang sedang diusut.
"Kita biarkan dan lihat dulu penegak hukum lainnya dalam hal ini pihak kepolisian yang bekerja. KPK itu merupakan koodinator dari seluruh tindakan yang berhubungan dengan korupsi, jadi setiap penanganan tindak pidana korupsi di daerah," ucap Basaria, Jumat (23/11/2018).
Sebelumnya Kasubag Humas Polresta Depok AKP Firdaus menyebut KPK sudah dua kali melakukan gelar perkara di Mapolresta Depok, yakni usai Kejari Depok mengembalikan berkas perkara awal Oktober lalu.
Di awal September usai jaksa peneliti berkas yang kala itu masih diketuai bekas Kasi Pidsus Kejari Depok Daniel De Rozari kembali menyatakan berkas tersebut belum lengkap.
"Sudah gelar perkara dengan KPK. Nanti hasil gelar perkara saya tanyakan. Gelar perkara sudah dua kali. Yang pertama setelah P-19 pertama, jadi ketika P-19 kedua kita langsung konsultasi dengan KPK," tutur Firdaus, Rabu (12/12/2018).
Nur Mahmudi dan Harry berstatus tersangka sejak (20/8/2018) lantaran diduga merugikan negara Rp 10,7 miliar karena menggunakan APBD Depok tahun 2015 untuk pembebasan lahan Jalan Nangka.
Saat diperiksa jadi tersangka pada Kamis (13/9/2018) di Mapolresta Depok, Nur Mahmudi dicecar 64 pertanyaan oleh penyidik hingga menghabiskan waktu selama 14 jam.
Sementara Harry yang diperiksa pada Rabu (12/9/2018) dicecar 171 pertanyaan oleh penyidik hingga menghabiskan waktu selama 13 jam.
Kerugian berasal karena pembebasan bidang tanah di RT 03/RW 01 Kelurahan Sukamaju Baru seharusnya dibebankan kepada pengembang apartemen Green Lake View.
• Sempat Tolak Proyek Korupsi Jalan Nangka, Ketua DPRD Depok Berubah Pikiran di 2 Menit Terakhir
• Diminta Kejaksaan Lengkapi Berkas Korupsi Jalan Nangka, Polresta Depok Belum Hubungi Tersangka
Namun dalam pelaksanaannya, Dinas PUPR Depok selaku pelaksana justru menggunakan APBD perubahan Depok tahun 2015 untuk uang ganti rugi.
Uang ganti rugi diberikan setelah warga setuju memundurkan bangunan rumahnya enam meter dari Jalan Nangka yang jadi akses masuk apartemen Green Lake View.
Dua sosok penting yang diperiksa sebagai saksi dalam kasus ini adalah Kadis PUPR Kota Depok Manto Djorghi dan Ketua DPRD Depok Hendrik Tangke Allo.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jakarta/foto/bank/originals/kondisi-jalan-nangka.jpg)