Aksi 22 Mei

Jadi Target Yunarto Wijaya Maafkan Terduga Pembunuhnya: Saya Tak Ada Dendam

Polisi menyebut Yunarto Wijaya menjadi target eksekusi para tersangka kepemilikan senjata api yang menyeret Kivlan Zen.

Editor: Y Gustaman
Tribunnews
Yunarto Wijaya 

"Mayer saya percayakan ke saudara Armi adalah sebagai pengawal, ajudan dan sekaligus drivernya bapak Mayjen," ungkap Iwan.

Sementara Tajudin mendapat instruksi dari Iwan untuk membunuh empat tokoh nasional di atas dan mendapat uang total Rp 55 juta untuk mengeksekusi target.

Polisi sudah menetapkan Kivlan Zen sebagai tersangka dan menahannya dalam kasus kepemilikan senjata api ilegal. Ia ditahan di rumah tahanan Guntur, Jakarta.

Parkiran Masjid Pondok Indah

Rencana pembahasan eksekusi tokoh nasional yang disampaikan Kivlan Zen kepada Iwan dan Tajudin tak hanya berlangsung di Kelapa Gading.

Namun, ada juga tempat lain di mana Kivlan Zen bertemu dengan tersangka Iwan, Irfansyah dan tersangka Yusuf yang kini buron.

Polisi pun membeberkan beberapa gambar pertemuan Kivlan Zen dengan tersangka lain. 

"Tersangka I, tersangka Y, tersangka AZ dan tersangka KZ itu bertemu di parkiran Masjid Pondok Indah," ungkap polisi.

"Di sinilah tersangka KZ memerintahkan tersangka I dan Y untuk mengintai dan melakukan observasi terhadap target direktur lembaga survei tadi," ungkap Ade.

Menurut hasil penyidikan polisi, Kivlan Zen menunjukkan foto target Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya kepada tersangka Irfansyah.  

"Kemudian tersangka KZ memberikan uang sebesar Rp 5 juta untuk operasional (kepada Irfansyah, red)," sambung dia.

Sementara gambar lain yang menjadi petunjuk polisi adalah tersangka Irfansyah dan Yusuf sudah dua kali mensurvei, memfoto dan memvideokan kantor lembaga survei Charta Politika.

"Sudah survei dua kali dan foto-foto dan video-video survei sudah dilaporkan ke tersangka KZ. Itu di Jalan Cisanggiri, kantor lembaga survei menggunakan mobil," beber dia.

Pengakuan Irfansyah

Irfansyah mengaku mendapat perintah dari Kivlan Zen untuk membunuh Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya.

Pengakuan Irfansyah disampaikan lewat rekaman video yang diputar Polri dalam jumpa pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (11/6/2019).

Irfansyah menjelaskan, pada 19 April 2019, dirinya ditelepon Armi untuk bertemu dengan Kivlan Zen di Masjid Pondok Indah, Jakarta.

Saat itu, Irfansyah tengah berada di pos sekuriti Peruri bersama temannya, Yusuf seperti dilansir Kompas.com dalam artikel: Ini Pengakuan Irfansyah, Diperintah Kivlan Zen Bunuh Yunarto Wijaya.

Keesokan harinya, dengan mengajak Yusuf, Irfansyah kemudian menuju Masjid Pondok Indah dengan menggunakan mobil Yusuf.

Setelah menunggu di lapangan Masjid Pondok Indah, Kivlan kemudian datang menggunakan mobil yang dikemudikan sopirnya, Eka.

Saat itu, kata dia, Kivlan Zen sempat salat terlebih dulu. Setelah itu, Irfansyah dipanggil Armi agar masuk ke dalam mobil Kivlan.

Di dalam mobil, kata dia, sudah ada Kivlan Zen sendirian.

Irfansyah mengatakan, Kivlan Zen saat itu mengeluarkan ponselnya lalu menunjukkan foto Yunarto dan memberi tahu alamat Jalan Cisanggiri, Kebayoran Baru, Jakarta.

Alamat tersebut adalah kantor Charta Politika Indonesia.

"Pak Kivlan berkata kepada saya, 'coba kamu cek alamat ini. Nanti kamu foto dan videokan'. 'Siap', saya bilang," cerita Irfansyah.

Menurut Irfansyah, Kivlan Zen mengaku akan memberikan uang Rp 5 juta untuk operasional.

"Beliau berkata kalau ada yang bisa eksekusi saya jamin anak dan istrinya serta liburan kemana pun," kata dia.

Kivlan Zen kemudian menyuruh Irfansyah turun dari mobil dan memerintahkan Eka untuk mengambil uang Rp 5 juta untuk Irfansyah.

Setelan menerima uang, Irfansyah kemudian pulang bersama Yusuf.

Survei lokasi keesokan hari pukul 12.00 WIB, Irfansyah mengaku bersama Yusuf mendatangi alamat yang diberikan Kivlan.

Dengan menggunakan ponsel Yusuf, mereka merekam suasana kantor dan memfoto.

"Foto dan video dikirim ke HP saya, saya kirim ke Armi. Armi jawab 'oke mantap'," ujar Irfansyah.

Irfansyah dan Yusuf kembali mensurvei kedua kali pada keesokan harinya pukul 12.00 WIB.

Mereka kembali merekam suasana kantor tersebut dan mengirim gambar serta video ke Armi.

"Tapi Armi tidak pernah menjawab lagi," ujarnya.

Setelah itu, keduanya kembali ke pos sekuriti. Mereka menyangka bahwa tugas sudah selesai.

"Sisa uang operasi kami bagi-bagi," ujarnya. Pada 19 Mei 2019, Irfansyah kemudian ditangkap polisi. (Tribunnews.com/TribunJakarta.com/Kompas.com)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved