Warga Cipinang Melayu Keluhkan Debu Imbas Pengerjaan Proyek Kereta Api Cepat
Septian menuturkan sedikitnya warga harus dua kali menyapu dan mengepel bila ingin rumahnya bersih dari debu imbas proyek.
Penulis: Bima Putra | Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra
TRIBUNJAKARTA.COM, MAKASAR - Banjir yang menjamah permukiman warga RW 12 Kelurahan Cipinang Melayu pada Jumat (1/11/2019) bukan satu-satunya dampak buruk proyek Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung.
Septian Dwi Cahyono (29), warga RT 08/RW 12 mengatakan nyaris satu tahun permukiman warga terdampak debu pengerjaan proyek yang ditangani PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
"Debu pengerjaan proyek masuk ke rumah warga. Karena mereka pas pengerjaan tanahnya enggak disiram, jadi debunya banyak," kata Septian di Makasar, Jakarta Timur, Sabtu (2/11/2019).
Bila dalam satu hari tak langsung dibersihkan, menurutnya debu bakal menumpuk di bagian teras, ruang tamu rumah warga.
Septian menuturkan sedikitnya warga harus dua kali menyapu dan mengepel bila ingin rumahnya bersih dari debu imbas proyek.
"Saya setiap hari juga harus nyiramin jalan depan rumah, buat meredam debunya enggak masuk ke rumah. Kalau masuk rumah bikin kaki jadi hitam, kotor lah," ujarnya.
Di RW 12, Septian menyebut warga RT 01, RT 07, RT 08, dan RT 09 paling terdampak debu pengerjaan proyek hajat nasional itu.
Beruntung selama ini belum ada warga RW 12 yang mengalami masalah kesehatan sehingga mereka bersabar dan belum melayangkan protes.
"Kalau yang sampai sakit sih belum ada, tapi memang anak-anak lebih rentan untuk sakit batuk, pilek. Ini debu enggak kelihatan karena habis banjir," tuturnya.
Pernyataan Septian dibenarkan Jumain (63), satu warga RW 12 yang mengaku harus lebih rajin membersihkan rumah karena terdampak debu.
Pun sudah menutup rapat pintu rumah, Jumain mengatakan debu tetap mengotori setidaknya ruang tamu mereka karena masuk lewat ventilasi.
"Debunya luar biasa, mau pintu rumah ditutup juga tetap saja masuk. Pokoknya sejak awal mulai proyek rumah warga kotor sama debu," kata Jumain.
• Banjir di Cipinang Melayu Akibat Pembangunan Kereta Api Cepat, Warga: Terakhir Kebanjiran Tahun 2007
• Demo Besar-besaran Bakal Dilakukan Buruh Bekasi Jika Tuntutan Kenaikan Upah Tak Dipenuhi
Meski nyaris satu tahun dirugikan, menurutnya warga RW 12 tak pernah mengeluh dampak buruk pengerjaan secara langsung ke PT KCIC.
Namun dia menyesalkan 'keramahan warga' yang justru membuat PT KCIC terkesan tak memperdulikan dampak buruk pengerjaan proyek.
"Ini kan hajat negara, untuk kepentingan umum. Makannya selama ini kita enggak mengeluh, tapi ya karena enggak pernah mengeluh itu juga mereka jadi seperti kebablasan," ujarnya.
Meski tak pernah mengeluh, Jumain mengatakan tak ada warga RW 12 yang mendapat uang ganti rugi sepeserpun dari PT KCIC.
Warga baru melayangkan protes karena rumah mereka kebanjiran, padahal mereka terakhir merasakan banjir tahun 2007 silam.
"Enggak pernah, enggak pernah kita minta uang ganti rugi. Kita maklum karena ini proyek untuk kepentingan umum, baru pas banjir kemarin kita protes," tuturnya.
Sebagai informasi, banjir dengan ketinggian sekitar 60 sentimeter yang merendam permukiman warga RW 12 akibat debit air tertahan dua tanggul tanah di Kali Sunter.
Tanggul tersebut dibangun sebagai akses jalan alat berat dan dump truck yang dikerahkan dalam proyek pembangunan Kereta Api Cepat.
Baru setelah warga protes tanggul yang menghambat arus air dari permukiman ke Kali Sunter dibongkar PT KCIC yang diwakili PT Wika.
"Baru semalam dibongkar, setelah gundukan tanah dibongkar banjir langsung surut. Di bawah tanggul dikasih pipa air untuk akses air, jadi debit air mampet," sambung Septian.