Marto Ingin Umrah dari Hasil Jual Bingkai dan Cermin Keliling di Jakarta, Ini Kisah Hidupnya
Marto, belasan tahun pernah sukses sebagai bos ukiran kayu jati. Berpuluh-puluh tahun kemudian ia menjual bingkai dan cermin keliling Jakarta.
Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Y Gustaman
Jatah Marto berkeliling menjajakan dagangan hanya di sekitar Pasar Rebo, Kramat Jati, Makasar, Pinang Ranti dan Cipayung.
"Dari dulu jualannya ya sekitaran sini aja. Kalau ke Pasar Minggu sudah beda orang lagi dan teman saya sendiri," Marto menjelaskan.
Sehari, penghasilan Marto tak tentu, berkisar Rp 100 ribu sampai Rp 400 ribu, tergantung barang yang terjual.
Berdagang bingkai dan cermin keliling menggunakan sistem untung yang harga awalnya sudah ditentukan oleh bos.
"Tinggal saya saja jualnya berapa. Biasanya, saya ambil keuntungan 100 persen, sebab masih sering ditawar," ungkap Marto.
Lebih seringnya ia memakai topi agar terlindung panas dan bersandal jepit selama berjualan keliling.
Sebagian penghasilan ya didapat ia gunakan untuk kebutuhan sehari-hari tinggal di Jakarta.
Sisanya ditabung untuk bekal di hari tua.
Sewaktu masih sukses sebagai juragan ukiran kayu jati Jepara, Marto tak kepikiran untuk menabung.
"Sekarang, penghasilannya disisihkan, supaya enggak kayak dulu," kenangnya.
Selama masih kuat dan mampu cari uang sendiri, Marto pantang mengandalkan uluran tangan orang lain.
Keuntungan berdagang bingkai dan cermin lumayan sehingga cukup untuk menabung, apalagi biaya kontrakan ditanggung bos.
"Makanya lebih banyak saya simpan untuk masa depan saat saya sudah enggak kuat ngapa-ngapain."
"Kan kontrakan di sini dibayarin bos. Jadi uang itu cuma buat makan aja," kata dia.
Sementara kebutuhan sang istri di kampung sudah tercukupi, mengandalkan uang hasil panen sawahnya seluas 360 meter persegi.