Sisi Lain Metropolitan
Sempat Sekolah Penerbang Beralih Jadi Petugas Kebersihan, Habibi: Lulus Tak Jamin Jadi Pilot
Impian Khairil Habibi (26) untuk lepas landas membawa pesawat untuk angkut penumpang kandas. Ia malah mendarat sebagai petugas kebersihan alias PPSU
Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Suharno
Di lingkungan pekerjaan, Habibi harus menyesuaikan pergaulannya dengan pekerja di lapangan dan belajar membersihkan lingkungan.
Pasalnya, ia mengakui belum pernah memegang sapu untuk membersihkan sampah.
Ia juga ditugaskan untuk mengendarai mobil operasional PPSU.
"Dulu awal-awal saya ditugaskan membersihkan sampah di sekitar wilayah Lebak Bulus," ungkapnya.
Dapat Pelajaran Hidup
Seiring berjalannya waktu, ia diminta oleh pihak kelurahan untuk bekerja di dalam kantor kelurahan.
Ia membantu membuat desain untuk keperluan kelurahan.
Kendati demikian, ada banyak pelajaran hidup yang didapat dari bekerja bersama rekan-rekan PPSU di lapangan.
Ia tak memandang sebelah mata rekan-rekannya lantaran mereka belajar dari pengalamannya selama hidup.
Misalnya, seorang petugas PPSU bisa membuat alat yang bisa menghidupkan kembali mesin pompa air yang rusak.
"Mesin pompa air yang rusak, harganya bisa mencapai 2 juta, bisa diakalin."
"Dia belajar dari pengalaman. Belum tentu profesor punya ilmu ini," ujarnya seraya berkelakar.
Selain itu, Habibi belajar akan kesederhanaan hidup.
Ia mengetahui setiap orang memiliki kesulitan dalam hidupnya masing-masing.
Tak terkecuali sebagian petugas PPSU, mereka masih bisa tersenyum dan tertawa bersama-sama seolah tak ada beban dalam hidupnya.
"Saya belajar arti kesederhanaan. Selama bekerja di sini saya banyak mendapatkan banyak pelajaran hidup," beber dia.
Bahan Skripsi Hukum
Melalui pekerjaannya sebagai petugas PPSU, Habibi mendapatkan topik penelitian untuk menunjang skripsinya.
Hal itu yang membuat Habibi betah untuk sementara waktu bekerja sebagai petugas kebersihan.
"Saya kan kerja sembari kuliah lagi jurusan hukum."
"Saya mau buat karya ilmiah, saya mau penelitian bener-bener," ungkap Habibi.

Ide penelitiannya bermula saat Habibi dan rekan sesama PPSU menangkap basah pembuang sampah.
Saat diamankan di kelurahan, identitas orang itu hanya dicatat oleh pihak kelurahan kemudian dilepas.
Padahal, pelaku melanggar Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah.
Seharusnya pelanggar membayar denda sebesar Rp 500 ribu.
"Tapi ketika dibawa ke kelurahan hanya dicatet sesuai KTP kemudian udah selesai."
"Terus perda itu buat apa? PPSU juga bingung ketika nangkep orang mau diserahkan kemana," katanya.
Dalam skripsinya, ia hendak mengulas tentang Perda tersebut yang belum diterapkan dengan baik di lapangan.
Merespons hal ini, Sekretaris Lurah Lebak Bulus, Ahmed Garibaldi, mengakui pihaknya belum bisa memberikan sanksi kepada pelanggar.
Hal itu disebabkan tidak ada penyidik di kelurahan.
"Satpol PP enggak bisa mengambil tindakan karena di sini belum ada penyidik."
"Jadi enggak punya kewenangan. Makanya sayang banget, harusnya ada penyidik lingkungan hidup," jawabnya.
Menurut Ahmed, petugas PPSU boleh menangkap basah seorang pelanggar pembuang sampah.
Namun, mereka tak bisa menindaklanjuti pelanggar itu.
"Siapapun boleh melakukan tangkap tangan tapi yang berhak menindaklanjuti pihak yang berwenang," lanjutnya.
Kata Ahmed, tanpa adanya PPSU, kesadaran masyarakat dalam membuang sampah masih kurang.
Ia menekankan keberadaan PPSU masih sangat dibutuhkan di Jakarta.
"Kalau enggak ada PPSU, kesadaran masyarakat masih kurang. Coba deh satu hari atau seminggu aja enggak ada PPSU itu jalanan sampahnya banyak," beber dia.