Praktik Aborsi Ilegal di Paseban
Komisioner KPAI Sebut Praktik Aborsi Melanggar Hak Anak untuk Hidup
Terkait kasus yang di Jalan Paseban Raya, sambungnya, dari sisi perlindungan anak itu sangat bertentangan dengan hak untuk hidup.
Penulis: Muhammad Rizki Hidayat | Editor: Muhammad Zulfikar
Lalu bagaimana aktivitas di klinik aborsi itu menurut warga?
• BCL Menangis dan Peluk Noah Saat Mendegar Cerita Kebaikan Ashraf Sinclair kepada Anak Yatim
• Kapolri dan Panglima TNI Tanam Bibit Mangrove dan Sebar Sejuta Benih Ikan di Pesisir Mauk
• Sudinkes Pastikan Obat Ilegal Milik Klinik di Koja Tak Digunakan di Puskesmas Jakarta Utara
Aktivitas tak dicurigai warga
Saat Kompas.com berkunjung ke klinik aborsi illegal itu, situasi rumah yang disewakan untuk menjadi klinik itu memang terlihat seperti rumah tinggal biasa.
Warga di kawasan klinik itu pun mengaku kaget saat tahu salah satu rumah tetangganya dijadikan tempat praktik aborsi.
Tursila, penjaga warung di dekat klinik aborsi itu mengatakan, klinik itu hanya didatangi tiga atau empat orang setiap harinya.
Sehingga tak membuat curiga warga.
"Kayak biasa-biasa saja, tidak ada yang menonjol. Karena memang sepi seperti tidak ada aktivitas, mobil juga tidak berderet," ujar dia.
Pengunjung yang datang, kata Tursila, memang diakui kebanyakan dari kalangan muda.
"Kebanyakan memang umur-umur 20-an lah yang masih muda. Tapi ada juga yang bawa anak kok," kata dia.
Dikira klinik anak
Karena tidak terlihat sebagai tempat aborsi, warga Paseban malah mengira klinik itu sebagai klinik anak.
"Iya kan banyak pelanggan klinik beli minuman, nah kalau saya tanyain mau ngapain pasti bilangnya mau periksa ke dokter anak, ya saya pikir mah itu klinik anak," ujar Tursila.
Selama dia mengantarkan minuman ke klinik itu, Tursila mengaku tak tahu jika selama ini rumah yang ia kira klinik itu tempat praktik aborsi.
Pengunjung hingga karyawan klinik tertutup
Meski tidak terlihat sebagai klinik aborsi, ada yang aneh aktivitas di klinik itu.
Chandra Setiawan (33), karyawan restorasi vespa yang bertetanggaan dengan klinik itu mengatakan, para pelanggan klinik kebanyakan mengantar sampai ke halaman.
Sehingga wajah-wajah pelanggan tidak terlihat.
Bahkan, biasanya jika diantar naik ojek online maupun mobil, mereka menggunakan masker atau menutupi wajahnya dengan kain.
"Siapa-siapanya saya tidak tahu nih, pokoknya mereka masuk tuh kayak menutup identitas, kadang naik mobil diantar sampai halaman, kadang juga kalau ada di antar depan gerbang, langsung buru-buru masuk sambil tutupin wajahnya," ujar dia.
Selain pelanggan yang menyembunyikan identitasnya, para karyawan klinik itu pun, kata Chandra, tak berbaur.
Mereka seolah menjauh dari tetangga.
Hal tersebut membuat warga tak mengetahui apa aktivitas di dalam klinik itu.