Kota Bekasi Mulai Batasi Peredaran Minyak Goreng Curah, Pedagang Gorengan Menjerit
Minyak goreng yang biasa dijual kiloan itu dianggap lebih murah dan praktis ketimbang minyak goreng dalam kemasan.
Penulis: Yusuf Bachtiar | Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan wartawan TribunJakarta.com, Yusuf Bachtiar
TRIBUNJAKARTA.COM, BEKASI SELATAN - Pemerintah Kota Bekasi secara resmi mulai membatasi peredaran minyak goreng curah yang dijual bebas di masyarakat.
Hal ini tertuang dalam surat instruksi wali kota yang dikeluarkan pada, 28 Februari 2020 lalu.
Surat instruksi itu pada intinya, ditunjukkan kepada pelaku usaha baik pedagang maupun produsen minyak goreng curah agar merubah produknya menjadi kemasan yang lebih higienis.
Keberadaan minyak curah yang sudah ada sejak lama, tentu memiliki konsumennya tersendiri. Minyak goreng yang biasa dijual kiloan itu dianggap lebih murah dan praktis ketimbang minyak goreng dalam kemasan.
Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Rizky (30), pedagang gorengan yang biasa menjajakan dagangan di Pasar Baru Bekasi ini mengaku, belum mengetahui kebijakan baru terkiat larangan minyak curah di pasaran.
"Saya belum tahu si kalau ada aturan kaya gitu, selama ini saya pakai minyak curah buat jualan," kata Rizky, Jumat, (6/3/2020).
Pedagang yang sudah turun temurun menjajakan gorengan di Pasar Baru Bekasi ini menilai, kebijakan larangan minyak curah tentu akan berpengaruh pada biya produksi gorengan yang dia jual.
"Kalau saya dari awal emang udah pakai minyak goreng curah, enggak pernah pakai minyak kemasan, karenakan lebih murah praktis juga udah tinggal tuang beli pakai jerigen," ungkapnya.
Setiap harinya, Rizky membutuhkan 15 kilogram minyak goreng untuk produksi gorengan yang di jajakan. Harga per kilo minyak goreng curah yakni Rp12.000.
"Kalau minyak kemasan saya enggak tahu harganya berapa tapi pasti lebih mahal, kalau ini (minyak curah) lebih murah, 15 kilo sehari saya beli buat dagang," ujarnya.
Jika kebijakan itu benar-benar diterapkan, Rizky mengaku tidak bisa berbuat banyak.
Mau tidak mau, beralih ke minyak goreng kemasan adalah pilihan yang paling realistis untuk kelangsungan usahanya.
"Mau enggak mau, tapi pasti harga produksinya jadi lebih mahal, paling saya naikin harga gorengannya, sekarang saya jual Rp 1.000 satu, paling kalau misal harga produksi naik Rp 5.000 empat atau gimana, tapi belum tahu juga," tegasnya.
Sementara itu, hal yang sama juga dirasakan Ikhsan (40), pedagang gorengan di pinggir Jalan Ir. H. Juanda ini mengaku belum mengetahui soal kebijakan larangan minyak kemasan.