Virus Corona di Indonesia

Surat Dewan Guru Besar FKUI ke Presiden Jokowi: Local Lockdown Hingga Tiru Korea Selatan

Dewan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menuliskan surat mengenai penanganan wabah Corona. Surat dikirimkan kepada Presiden Jokowi.

Penulis: Ferdinand Waskita | Editor: Y Gustaman
Akun Facebook Anies Baswedan
Hotel Grand Cempaka Business menjadi tempat peristirahatan bagi para tenaga medis di Jakarta. 

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Dewan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menuliskan surat mengenai penanganan wabah Corona.

Surat tersebut dikirimkan kepada Presiden Joko Widodo.

Ketua Dewan Guru Besar FKUI Siti Setiati dalam suratnya memprediksi fasilitas kesehatan di Indonesia tidak akan cukup untuk menangani lonjakan wabah Covid-19 yang diakibatkan virus corona tersebut.

Prediksi ini berdasarkan penghitungan tingkat fatalitas kasus atau case fatality rate di Indonesia.

Saat surat dikirim, jumlah pasien meninggal akibat Covid-19 berjumlah 55 orang.

Saat ini, jumlahnya bertambah menjadi 78 orang.

"Jumlah kematian sekarang 55, artinya jumlah kasus sebenarnya (55x100)/4,3=1279 kasus. Sehingga, kemungkinan jumlah kasus Covid-19 di Indonesia saat ini adalah sekitar 1300 kasus," kata Siti dalam keterangan tertulis dikutip dari Kompas.com, Jumat (27/3/2020).

Tenaga medis yang menangani pasien Covid-19 saat menaiki bus sekolah Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Kamis (26/3/2020).
Tenaga medis yang menangani pasien Covid-19 saat menaiki bus sekolah Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Kamis (26/3/2020). (Dokumentasi UPAS DKI Jakarta)

"Fasilitas kesehatan kita tidak siap dan tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk menangani jumlah pasien Covid-19," ujar dia.

Siti mengatakan, kini rumah sakit di Jabodetabek dan Surabaya kesulitan untuk mendapat alat pelindung diri (APD).

Alat bantu pernapasan pun hanya ada dibeberapa rumah sakit, begitu juga dengan ketesediaan ruangan Intensive Care Unit (ICU) yang masih terbatas.

"Bayangkan apabila infeksi ini meluas di Indonesia. Bukan hanya masyarakat yang akan menjadi korban, tetapi tenaga kesehatan garis depan pun satu per satu akan berguguran," ucap Siti.

Tiru Korea Selatan

Ketua Dewan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) Siti Setiati mengatakan, Indonesia bisa meniru Korea Selatan terkait penanganan wabah virus corona.

Salah satu yang bisa dicontoh, menurut Siti, adalah penanganan Covid-19 dengan metode pemeriksaan cepat secara drive-thru untuk semua orang yang pernah terpapar atau kontak dengan pasien positif.

"Sehingga semua orang dapat di-swab dan hasilnya akan diberitahu 2-3 hari kedepan. Hasilnya secara transparan akan diberi tahu kepada pasien dan juga data tersebut diambil oleh negara," kata Siti dalam keterangan tertulisnya, Jumat (27/3/2020).

Penerapan social distancing di bandara yang dikelola oleh PT. Angkasa Pura II cegah penyebaran Virus Corona, Rabu (18/2/2020).
Penerapan social distancing di bandara yang dikelola oleh PT. Angkasa Pura II cegah penyebaran Virus Corona, Rabu (18/2/2020). (Istimewa/Dokumentasi PT Angkasa Pura II)

"Lebih lanjut, apabila pasien tersebut positif, maka distrik atau daerah tersebut akan diberi notifikasi oleh negara untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap infeksi," sambung dia.

Ia mengatakan, pemerintah Korea Selatan juga melarang semua aktivitas dengan jumlah massa yang banyak ataupun perkumpulan-perkumpulan.

Kemudian, terus menggalakan program bekerja dari rumah atau work from home, mengoptimalkan penggunaan alat telekomunikasi dan internet, memberi edukasi etika bersin, etika batuk, serta cuci tangan sesering mungkin.

"Di Korea Selatan pun terjadi lonjakan jumlah masyarakat terinfeksi Covid-19, namun jumlah kematian tidak seperti negara-negara lain, hanya 0.69 persen," ujarnya.

Siti melanjutkan, di Korea Selatan masyarakat yang terjangkit Covid-19 tanpa gejala diminta untuk melakukan isolasi mandiri serta social distancing termasuk menjauhi keluarga yang tidak terinfeksi.

"Apabila mereka memiliki gejala berat, mereka dapat dirawat di Rumah Sakit besar khusus infeksi Covid-19, sehingga tidak dicampur dengan pasien non-infeksi Covid-19," imbuh Siti Setiati.

Korea Selatan, tambah Siti, pun memiliki rumah sakit yang khusus merawat pasien dengan gejala Covid-19 pada tahap ringan. Produksi masker juga terus ditingkatkan setiap harinya.

"Produksi masker di Korea Selatan pun ditingkatkan, sehingga baik tenaga kesehatan maupun masyarakat tidak kekurangan alat pelindung diri tentunya dengan harga normal," ucapnya.

Imbauan Lockdown

Ketua Dewan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Siti Setiati menyarankan pemerintah untuk melakukan lockdown secara parsial untuk mencegah semakin meluasnya penularan Covid-19.

Siti Setiati mengatakan, berkaca dari negara lain lockdown secara parsial bisa menjadi pilihan bagi Indonesia.

"Lockdown parsial adalah sebuah langkah yang menutup sebuah wilayah/provinsi yang sudah terjangkit infeksi Covid-19," ujar Siti dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (27/3/2020).

Dengan cara ini, diharapkan bisa memutuskan rangkaian penularan infeksi baik di dalam maupun di luar wilayah.

Pria berkostum T-rex diberhentikan polisi saat berkeliaran di tengah jalan ketika lockdown di Provinsi Muria, Spanyol bagian tenggara.
Pria berkostum T-rex diberhentikan polisi saat berkeliaran di tengah jalan ketika lockdown di Provinsi Muria, Spanyol bagian tenggara. (Tangkapan layar Twitter @MurciaPolicia)

Menurut Siti, lockdown secara lokal itu disarankan dilakukan selama minimal 14 hari.

Dengan adanya local lockdown, kata dia, negara akan lebih mudah untuk menghitung kebutuhan sumber daya penanganan di RS (SDM, APD, fasilitas RS).

Alasan lain mengapa diperlukan local lockdown, kampanye pemerintah soal physical distancing belum konsisten diterapkan di masyarakat.

"Masih terjadi kepadatan di beberapa transportasi publik, sebagian tempat wisata tetap dikunjungi, sebagian perkantoran, tempat makan, taman terbuka, dan pusat perbelanjaan tetap beraktivitas," tuturnya.

Pihaknya memprediksi, situasi ini dapat menjadi lebih buruk terlebih dengan adanya arus mudik pada bulan Ramadhan.

"Melandaikan kurva dan memperlambat proses penularan Covid-19 merupakan hal yang paling krusial karena sistem kesehatan kita saat ini belum mampu menerima beban kasus infeksi Covid-19 yang masif, " tegas Siti.

Pengendara Ojol Tergeletak di Atas Motor, Bikin Panik Petugas Hingga Panggil Ambulans Darurat

Mama Amy Bongkar Sosok Anak ke-4 yang Berjasa di Kehidupan Raffi Ahmad, Nagita Slavina Akui Ini

Dia mengungkapkan, pelaksanaan lockdown yang dilakukan China terbukti efektif menurunkan angka penularan Covid-19.

"Pelaksanaan lockdown dan aturan pembatasan aktivitas sosial yang ketat di Provinsi Hubei, Cina telah terbukti efektif menurunkan kasus sebesar 37 persen lebih rendah dibandingkan kota lain yang tidak menerapkan sistem ini," tuturnya.

Sebelum pemberlakuan lockdown, para peneliti memperkirakan virus corona akan menginfeksi 40 persen populasi China atau sekitar 50 juta penduduk, atau 1 pasien terinfeksi akan menularkan virus ke 2 orang atau lebih.

Namun pada minggu pertama lockdown, angka ini turun menjadi 1,05.

Hingga pada tanggal 16 Maret 2020, WHO mencatat 81.000 kasus di Cina.

Perhatikan pekerja harian

Meski menyarankan opsi lockdown secara lokal, Siti juga minta pemerintah memperhatikan nasib pekerja yang mendapatkan upah dengan kerja harian.

Sebab, saat adanya lockdwon lokal, kegiatan perekonomian diprediksi akan lumpuh.

"Negara perlu menjamin hajat hidup mereka selama minimal dua pekan. Pengembalian sebagian uang pajak dari rakyat untuk rakyat dengan adanya kejadian pandemi seperti ini merupakan tindakan yang wajar," tambahnya.

Sebelumnya, juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona Achmad Yurianto mengatakan jumlah total pasien positif tertular virus corona atau terjangkit Covid-19 mencapai 893 orang

Data tersebut berdasarkan update yang dirangkum pemerintah sejak pukul 12.00 WIB Rabu (25/3/2020) hingga pukul 12.00 WIB, Kamis.

"Ada penambahan kasus positif, jumlahnya ada 105 kasus. Sehingga saat ini total ada 893 kasus pasien positif Covid-19," ujar Yuri dalam konferensi pers di Graha BNPB, Kamis (26/3/2020).

Sebanyak 103 kasus baru ini tercatat dari 12 provinsi.

Sebelumnya, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo, menegaskan bahwa pemerintah tidak akan melakukan penguncian wilayah atau lockdown untuk mengatasi penyebaran Covid-19.

Menurut Doni, keputusan untuk tidak melakukan lockdown merupakan instruksi Presiden Joko Widodo.

"Saya tegaskan, pemerintah dalam hal ini Presiden Jokowi yang telah memberikan instruksi kepada Kepala Gugus Tugas, bahwa tidak akan ada lockdown," kata Doni dalam keterangan yang disampaikan lewat sebuah video, Sabtu (21/3/2020).

Masih Syok Puluhan Ikannya Mati Masal, Irfan Hakim Menangis: Jangan Terlalu Banggain Dunia

Tegal Lockdown Empat Bulan, Akses Masuk Kota Ditutup dengan Beton Hingga Wali Kota Siap Dibenci

Sejumlah negara yang telah melakukan kebijakan lockdown, antara lain Italia, Spanyol, Perancis, Irlandia, juga Malaysia.

Namun, Presiden Jokowi memang sudah menegaskan bahwa pemerintah belum memikirkan opsi lockdown dalam mengatasi Covid-19.

Menurut Jokowi, lockdown juga merupakan kebijakan pemerintah pusat. Dengan demikian, dia menegaskan bahwa daerah tidak bisa melakukan kebijakan karantina wilayah tersebut. (Kompas.com)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ketua Dewan Guru Besar FKUI Sarankan Pemerintah Lockdown Daerah Terjangkit Covid-19", .

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Dewan Guru Besar FKUI: Fasilitas Kesehatan Indonesia Belum Siap Tangani Covid-19", 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Dewan Guru Besar FKUI: RI Bisa Belajar dari Korsel Tangani Wabah Covid-19"

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved