Jadi Hal Vital Selama Pandemi, BPKN: Ada Jurang Ketidakadilan dalam Layanan Komunikasi
Nurul menyatakan meskipun banyak wilayah yang telah dipenuhi jaringan akan tetapi hanya dikuasai oleh satu provider saja.
TRIBUNEWS.COM, JAKARTA - Komunikasi menjadi hal vital bagi masyarakat menyambut new normal yang dijalani warga saat pembatasan sosial harus tetap dilakukan.
Namun nyatanya dalam sisi perlindungan konsumen khususnya di Indonesia timur terjadi ketidakadilan yang sangat nyata.
“Ada jurang ketidakadilan dalam layanan komunikasi kita karena disparitas harga dan layanan begitu mencolok di wilayah timur,” ujar Nurul S Yakin, Komisioner Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dalam diskusi webinar bertemakan “Akses Telekomunikasi Berkeadilan Diseluruh Wilayah Indonesia”, Jumat (12/6/2020).
Nurul menyatakan meskipun banyak wilayah yang telah dipenuhi jaringan akan tetapi hanya dikuasai oleh satu provider saja.
“Ini menggambarkan dunia bisnis yang tidak sehat dan konsumen menjadi korban,” ujarnya.
Meskipun ada PM 9/2008 yang mengatur harga telekomunikasi namun bagi Nurul, Permen tersebut hanya merupakan permen pemanis saja.
“Harusnya regulator berbuat lebih dari itu. Mengatur agar operator dapat membangun kembali jaringan di daerahnya. Omnibus Law merupakan goodwill dari pemerintah dengan adanya network sharing. Sempat jadi wacana di zaman Pak Rudiantara tapi ditentang oleh beberapa operator. Semoga ini bisa menjadi lembaran baru sehingga keadilan bisa diciptakan. Konsumen bisa mempunyai pilihan," ujarnya.
Webinar yang digelar oleh Barisan Muda Kosgoro 57 (BMK 57) ini diikuti oleh Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Dave Laksono, Drs. Nurul Yakin S Komisioner BPKN, I Ketut Prihadi Kresna Anggota BRTI, Al Akbar Rahmadillah Founder Sobat Cyber Indonesia dan Eltin Tanalepy Fungsionaris BMK Maluku.
Akbar Rahmadillah, Founder Sobat Cyber Indonesia menyatakan harus ada percepatan atau terobosan regulasi untuk mengatasi ketidakadilan ini.
Terutama menghadapi New Normal.
“Solusi cepat itu adalah dengan merevisi PP 52 dan 53 karena menghadapi new normal ini kita tidak bisa lagi menunggu omnibus law karena akan memakan waktu terlalu lama,” kata Akbar.
Akbar menambahkan dari data 2015 ada satu operator yang 70 persen revenuenya dari luar jawa dan penguasaan pasarnya 80 persen.
"itu merupakan tanda adanya persaingan tidak sehat disana, dan akibatnya rakyat di Indonesia timur harus menerimanya dengan pasrah," kata Akbar.
Eltin sebagai perwakilan masyarakat bagian timur merasa ketidakadilan ini sejak lama.
"Kita disangka kaya karena sebagian besar disini pakai provider, padahal ini karena kita tidak punya pilihan lain dan hanya ini jaringa yang bisa kita pakai. Itupun juga hanya bagus di kota besar, kalau di kampung sudah susah sekali kami dapat sinyal. Sudahlah tidak ada pilihan lain, sinyal susah, hargapun mahal. Dimana keadilan untuk kami,” kata Eltin.