PPDB DKI Jakarta

PPDB DKI Jakarta Zonasi Bina RW Dinilai Tak Efektif, Orangtua Murid: Di RW Kami, Adanya Cuma PAUD

PPDB DKI Jakarta jalur Zonasi Bina RW dinilai tidak efektif bagi sejumlah orangtua murid karena tidak semua lingkungan tingkat RW memiliki kesamaan.

Penulis: Suharno | Editor: Erik Sinaga
Tribunjakarta.com/Nur Indah Farrah Audina
Suasana di posko PPDB DKI Jakarta SMAN 48, Makasar, Jakarta Timur, Kamis (2/7/2020) 

TRIBUNJAKARTA.COM - Setelah melaksanakan jalur afirmasi, jalur zonasi hingga jalur prestasi, Dinas Pendidikan DKI Jakarta menambahkan satu jalur lagi untuk PPDB DKI Jakarta.

Satu jalur tambahan pada Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB DKI Jakarta yakni jalur Zonasi Bina RW yang dimulai hari Jumat 4 Juli 2020.

Meski akan dimulai lusa, namun sejumlah orangtua murid menilai PPDB DKI Jakarta jalur Zonasi Bina RW juga tidak akan efektif.

PPDB DKI Jakarta jalur Zonasi Bina RW dinilai tidak efektif bagi sejumlah orangtua murid karena tidak semua lingkungan tingkat RW memiliki kesamaan.

Atas dasar itulah, seorang wali murid bertempat tinggal di RW 03 Kelurahan Pondok Pinang, Kebayoran Lama Jakarta Selatan, Echa, menilai, Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB DKI Jakarta jalur Zonasi Bina RW tidak efektif.

 Pengurus RT/RW yang Antarkan Bantuan Sosial Dapat Uang Jasa, Pemprov DKI Jakarta: Itu Ongkos Kirim

 Ada Pengurus RT Minta Ongkir Salurkan Bansos ke Warga, Pemprov DKI Jakarta: Sudah Transfer ke RW

 Peserta Tes SKB CPNS 2019 Harap Bersiap Karena BKN Segera Rilis Surat Edaran Tahap Selanjutnya

"Di RW saya hanya ada PAUD, masa iya anak saya masuk sana? Sedangkan sekolah lainnya hanya SMA swasta yang saya tidak minat. Ini tidak efektif. Harus banyak sabar," ujar Echa di Jakarta, Kamis (2/7/2020).

Menurut dia, anaknya ingin mendaftarkan diri menjadi siswa SMA negeri.

Echa menyebutkan, hal itu dialami orangtua murid lain yang dikenalnya dan banyak kawasan RW di Jakarta yang tidak memiliki SMP atau SMA negeri.

Echa merasa pesimis anak perempuannya dapat masuk ke SMA negeri pilihannya.

Tak lain, karena sulitnya mencari jalur penerimaan yang tepat untuk anaknya.

Setelah lulus dari SMP Negeri 87, Echa berusia 15 tahun. Penerimaan siswa berdasarkan usia membuatnya tak diterima di sembilan SMA negeri di Jakarta Selatan yang dia daftar.

Padahal, Echa selalu masuk lima besar di sekolahnya. Namun nilainya kalah dengan peserta didik di sekolah swasta Jakarta Selatan yang rata-rata nilai akreditasinya tinggi.

"Mau masuk jalur prestasi, anak saya kembali terpental lantaran akreditasi SMP anak saya 91, kalah dengan sekolah swasta di sini yang akreditasinya 100," ujar Echa.

Sehingga meskipun nilai bagus, jika dikalkulasikan dengan akreditasi sekolah nilai anaknya tidak akan dapat memenuhi syarat jalur prestasi.

Hal itu membuat Echa menyerah dan mendaftarkan anaknya ke SMA swasta.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved