PPDB DKI Jakarta

PPDB DKI Jakarta Zonasi Bina RW Timbulkan Polemik Baru, Orangtua Murid: Cuma Beda RW Gak Bisa Daftar

Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB DKI Jakarta jalur Zonasi Bina RW menjadi polemik baru.

Penulis: Suharno | Editor: Erik Sinaga
KOMPAS.com/Tria Sutrisna
Aksi demonstrasi memprotes seleksi PPDB DKI Jakarta berdasarkan usia di depan Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Senin (29/6/2020). 

TRIBUNJAKARTA.COM - Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB DKI Jakarta jalur Zonasi Bina RW menjadi polemik baru.

Hal tersebut diungkapkan Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Satriwan Salim yang mengkritik PPDB DKI Jakarta melalui jalur Zonasi Bina RW yang dibuka Sabtu (4/7/2020) ini.

Satriwan bilang, PPDB DKI Jakarta melalui Zonasi Bina RW berpotensi memunculkan masalah baru karena sebaran sekolah yang tidak merata di setiap RW di Jakarta.

"Tak semua RW memiliki sekolah negeri, khususnya SMP dan SMA. Kecuali taman bermain, memang banyak," ujar Satriwan dilansir dari Kompas.com, Sabtu (4/7/2020).

"Ini justru akan menjadi masalah baru ketika basis pendaftarannya adalah zonasi berdasarkan RW, bukan kelurahan," tambah dia.

 Anaknya Tak Lolos PPDB DKI Jakarta Karena Aturan Usia, Ribuan Orangtua Murid Mengadu ke Komnas PA

Satriwan menyatakan, sejak awal, FSGI mengusulkan agar kuota siswa per kelas ditambah empat orang sebagai solusi jangka pendek bagi calon siswa yang tak lolos gara-gara usia serta memperpanjang pendaftaran berbasis zonasi.

Menurut dia, seharusnya Dinas Pendidikan DKI Jakarta mendata lebih dulu jumlah calon siswa yang tak lolos gara-gara faktor usia muda, walaupun masih di satu zona kelurahan.

"Pemetaan dan pendataan ulang sangat penting, untuk dibandingkan dengan berapa jumlah ketersediaan rombel (rombongan belajar) setelah ditambah empat siswa per kelas itu, apakah akan meng-cover atau tidak," kata Satriwan.

 Janjikan Lulus Tes CPNS dan Dapat SK Setelah 3 Bulan, Oknum PNS Raup Rp 600 Juta Lalu Bangun Rumah

Mengenai solusi agar kelak PPDB DKI Jakarta tak lagi menuai polemik seperti sekarang, Satriwan usul agar kapasitas pendidikan di Ibu Kota dibuat semakin gemuk.

Selain menambah kapasitas tampung di dalam sekolah, jumlah sekolah di Ibu Kota juga sebaiknya diperbanyak.

"Solusi jangka panjang bagi persoalan PPDB DKI Jakarta adalah menambah jumlah kelas di satu sekolah," ujar dia.

"Membangun sekolah negeri yang baru, khususnya SMA dan SMK, adalah solusi terbaik. Dalam lima tahun terakhir, DKI memang tidak membangun SMA negeri yang baru," pungkas Satriwan.

Tak Bisa Mendaftar Meski Satu Kelurahan

Satu dari sejumlah orangtua murid, Syakira (41) yang tinggal di Kelurahan Cibubur, Ciracas, Jakarta Timur mencoba mendaftarkan anaknya ke SMAN 99 Jakarta yang juga terletak di Cibubur.

Setelah berkali-kali gagal di jalur afirmasi, zonasi, hingga prestasi akademik karena aturan usia dan terbentur nilai akreditasi SMP, dia mencoba untuk mendaftarkan anaknya melalui jalur Zonasi Bina RW.

Namun, saat mendaftar PPDB DKI Jakarta Zonasi Bina RW, data anaknya yang berusia 15 tahun 8 bulan langsung ditolak karena hanya berbeda RW.

"Padahal SMAN 99 Jakarta masih lingkup Kelurahan Cibubur, tetapi karena kami di RW 10 sedangkan sekolahnya di RW 3 maka gak bisa daftar," jelasnya.

Kini, dirinya hanya bisa pasrah dan masih berharap ada siswa yang tidak jadi lapor diri sehingga anaknya masih bisa masuk ke sekolah negeri.

"Ya, saya hanya pasrah masih menunggu di detik terakhir lapor diri. Kalau ke swasta tentu harus nambah biaya lagi padahal kondisinya lagi seperti ini," sambungnya.

Hal yang sama juga diungkapkan orangtua murid lainnya yang tinggal di RW 03 Kelurahan Pondok Pinang, Kebayoran Lama Jakarta Selatan, Echa yang menilai, Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB DKI Jakarta jalur Zonasi Bina RW tidak efektif.

 Pengurus RT/RW yang Antarkan Bantuan Sosial Dapat Uang Jasa, Pemprov DKI Jakarta: Itu Ongkos Kirim

 Ada Pengurus RT Minta Ongkir Salurkan Bansos ke Warga, Pemprov DKI Jakarta: Sudah Transfer ke RW

 Peserta Tes SKB CPNS 2019 Harap Bersiap Karena BKN Segera Rilis Surat Edaran Tahap Selanjutnya

"Di RW saya hanya ada PAUD, masa iya anak saya masuk sana? Sedangkan sekolah lainnya hanya SMA swasta yang saya tidak minat. Ini tidak efektif. Harus banyak sabar," ujar Echa di Jakarta, Kamis (2/7/2020).

Menurut dia, anaknya ingin mendaftarkan diri menjadi siswa SMA negeri.

Echa menyebutkan, hal itu dialami orangtua murid lain yang dikenalnya dan banyak kawasan RW di Jakarta yang tidak memiliki SMP atau SMA negeri.

Echa merasa pesimis anak perempuannya dapat masuk ke SMA negeri pilihannya.

Tak lain, karena sulitnya mencari jalur penerimaan yang tepat untuk anaknya.

Setelah lulus dari SMP Negeri 87, Echa berusia 15 tahun. Penerimaan siswa berdasarkan usia membuatnya tak diterima di sembilan SMA negeri di Jakarta Selatan yang dia daftar.

Padahal, Echa selalu masuk lima besar di sekolahnya. Namun nilainya kalah dengan peserta didik di sekolah swasta Jakarta Selatan yang rata-rata nilai akreditasinya tinggi.

"Mau masuk jalur prestasi, anak saya kembali terpental lantaran akreditasi SMP anak saya 91, kalah dengan sekolah swasta di sini yang akreditasinya 100," ujar Echa.

Sehingga meskipun nilai bagus, jika dikalkulasikan dengan akreditasi sekolah nilai anaknya tidak akan dapat memenuhi syarat jalur prestasi.

Hal itu membuat Echa menyerah dan mendaftarkan anaknya ke SMA swasta.

"Sudah pesimis saja, sudah sembilan SMA negeri ditolak, 'nyakitin' ," ujar dia mengeluh.

Pakai Aturan Usia Juga

Diberitakan TribunJakarta.com, Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta membuka jalur baru Penerimaan Peserta Didik Baru PPDB DKI Jakarta Zonasi Bina RW tahun ajaran 2020/2021.

Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana mengatakan, jalur baru ini dibuka untuk mengakomodir para calon peserta didik yang belum mendapat sekolah.

Sebab, masih banyak calon peserta didik yang tinggal sangat dekat dengan sekolah pilihannya namun terlempar dari seleksi karena umur.

"Untuk mengakomodir tingginya minat sekolah negeri, di mana ada siswa yang pada satu dengan RW dengan sekolahnya belum dapat diterima. Maka akan membuka jalur yang namanya PPDB DKI Jakarta Jalur Zonasi Bina RW Sekolah," ucapnya, Selasa (30/6/2020).

 PT Transportasi Jakarta Bakal Operasikan Lagi 40 Rute TransJakarta, Rabu Besok

Nahdiana mengatakan, jalur baru ini akan dibuka mulai 4 Juli 2020 mendatang atau sehari setelah PPDB DKI Jakarta jalur prestasi rampung.

"Akan kami buka tanggal 4 Juli dan lapor diri tanggal 6 Juli," ujarnya dalam konferensi pers yang disiarkan langsung akun youtube Pemprov DKI Jakarta.

Anak buah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ini memastikan, penambahan jalur baru ini tak akan mengganggu porsi PPDB jalur prestasi yang baru dibuka 1 Juli mendatang.

"( Zonasi Bina RW) ini tidak mengganggu porsi jalur prestasi yang sudah ada. Tentunya kami menambahkan kuota untuk menambahkan rasio di setiap kelasnya dari 36 menjadi 40 siswa," kata Nahdiana.

 107 Rute Jaklingko Transjakarta Mulai Dioperasikan Mulai 1 Juli: Ini Daftarnya

Bila jumlah peserta melampaui kuota dari setiap sekolah, Nahdiana menyebut, pihaknya akan kembali melakukan seleksi berdasarkan umur.

Calon peserta didik dengan umur lebih tua pun diprioritaskan.

"Perlu disampaikan juga sebaran penduduk di tiap sekolah tidak sama. Jadi, ketika satu RW banyak, maka kami akan lakukan seleksi," tuturnya.

"Seleksi berikutnya kami menggunakan seleksi usia," sambungnya menjelaskan.

Seorang Siswa Menangis di DPR

Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dinilai menambah beban masyarakat di saat pandemi Covid-19 karena memakai aturan usia saat Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB DKI Jakarta.

Hal itu diungkapkan para anggota DPR RI saat melakukan audiensi dengan para orangtua siswa yang didampingi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) membahas PPDB DKI Jakarta.

Bahkan usai PPDB DKI Jakarta jalur prestasi akademik, akan digelar PPDB DKI Jakarta jalur Zonasi Bina RW yang tetap pakai aturan usia.

Kisruh Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB DKI Jakarta tahun ajaran 2020/2021 via jalur zonasi masih belum mereda.

Orangtua para calon peserta didik baru (CPDB) melayangkan protes bertubi-tubi lantaran jalur zonasi dianggap memprioritaskan siswa berusia tua.

Setelah mengadu ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), menggelar demo, dan melapor ke Ombudsman, para orangtua juga menyampaikan keluhannya kepada anggota DPR RI. Mereka, bersama KPAI, melakukan audiensi di Komisi X DPR RI, Selasa (30/6/2020).

 Dinas Pendidikan Buka PPDB DKI Jakarta Jalur Zonasi Bina RW Mulai 4 Juli, Simak Persyaratannya

 Usulan BKN Disetujui DPR, Simak Jadwal Tes SKB CPNS 2019 Hingga Kapan Waktu Pemberkasan

 Marak Kasus Curanmor Hingga Garong di Ciracas Jakarta Timur, Kapolda: Tindak Kriminalitas Naik

 Meski Perpanjang PSBB Masa Transisi, Anies Baswedan Izinkan Adanya Unjuk Rasa di DKI Jakarta

Permintaan para orangtua adalah agar PPDB jalur zonasi yang kini diterapkan itu dibatalkan dan diulang dengan menggunakan petunjuk teknis yang sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44 Tahun 2019.

Calon siswi menangis

Dalam audiensi itu, seorang calon siswi SMA menangis di depan para anggota Komisi X DPR RI.

Saat itu, anak tersebut diberikan kesempatan berbicara dan menyatakan aduannya sebagai salah satu siswi yang tidak diterima karena kalah dari siswa yang lebih tua usianya.

Siswi berusia 14 tahun itu dinyatakan tidak lolos jalur zonasi meskipun tempat tinggalnya dekat dengan lokasi sekolah.

Sambil terisak, calon siswa tersebut menyatakan bahwa dirinya merasa diperlakukan tidak adil dengan adanya pertimbangan jalur zonasi berdasarkan usia.

"Saya juga mau sekolah. Saya mau sistem ini diulang. Ini tidak adil bagi saya. Mungkin kami cuma anak-anak, tapi kami punya hak. Aku mau sekolah," ujarnya.

"Buat apa kami belajar tiga tahun, lalu melanjutkan sekolah itu pakai umur? Kami les, orangtua susah payah bayar, sekarang masuk sekolah pakai umur," kata dia. 

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf mengkritik kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang hanya mengalokasikan kuota jalur zonasi 40 persen pada PPDB tahun ajaran 2020/2021.

Menurut Dede, kuota tersebut seharusnya dilebihkan dari Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 tentang PPDB yang mengalokasikan kuota jalur zonasi sebesar 50 persen.

"Kami melihat ada kesalahan dalam mendahulukan faktor usia. Yang harus didahulukan dalam Permendibud itu jarak. Zonasi itu 50 (persen), bahkan bisa 60 persen bukan 40 persen," ucap Dede.

Dede melanjutkan, Komisi X bakal meminta jalur zonasi bukan lagi hanya bergantung pada jarak dan usia, melainkan nilai.

"Ke depan kami dorong bukan hanya jarak, tapi nilai. Walaupun bukan jalur prestasi," kata dia. (Kompas.com/ TribunJakarta.com)

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved