Kisah Putra Jenderal Polisi Hoegeng Hendak Daftar Akabri, Kecewa Hingga Gunting Kuas Lukis Ayahnya
Kisah keteladanan Kapolri Jenderal Hoegeng Iman Santoso seperti tak ada habisnya bagi seluruh anggota Polri hingga saat ini.
Penulis: Dwi Putra Kesuma | Editor: Suharno
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dwi Putra Kesuma
TRIBUNJAKARTA.COM, SUKMAJAYA – Kisah keteladanan mantan Kapolri Jenderal Hoegeng Iman Santoso seperti tak ada habisnya.
Sikap dan perilakunya sangat layak menjadi teladan bagi seluruh anggota Polri hingga saat ini.
Dari sekian banyak kisahnya, ada satu cerita ihwal Jenderal Hoegeng yang melarang anaknya, Aditya Hoegeng menjadi anggota Polri seperti dirinya.
Dijumpai tim Tribunnews.com dan TribunJakarta.com, Aditya atau Didit sapaan akrabnya pun senang hati membagikan kisah masa lalu dirinya yang hendak mendaftar Akabri pada tahun 1968 silam.
• Rekonstruksi Kasus Penyerangan Anak Buah Nus Kei di Jakarta Pusat, Suruhan John Kei Bawa Sajam
Didit mengatakan, dirinya bercita-cita menjadi pilot tempur Angkatan Udara (AU). Semua persyaratan pun ia kerjakan sendiri dan tanpa sepengathuan almarhum Jenderal Hoegeng.
“Saat saya mau lamar jadi Akabri, cita-cita saya fighter pilot. Tahun 1968 saya daftar sendiri semua saya lakukan sendiri tanpa kasih tau beliau. Tapi pas pengecekan curriculum vitae diketahui saya anak laki-laki satu-satunya beliau,” ujar Didit di Hoegeng Gallery, Komplek Pesona Khayangan , Sukmajaya, Kota Depok, Senin (6/7/2020).
Ketika itu, Didit berujar dirinya diwajibkan memiliki surat izin dari orang tua, yang mana mau tak mau ia pun harus meminta surat tersebut dari almarhum ayahnya.
Buntutnya, ia pun memutuskan untuk berangkat ke Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, dan mendapat kesempatan bertemu ayahnya sekira pukul 15.30 WIB.
• Respon Pedas Nicholas Sean Diingatkan Jaga Ibu Usai Ahok Bicara Perselingkuhan, Putra BTP Ucap Ini
Namun bak petir di siang bolong, dirinya nyaris tak bisa mengenali sosok ayahnya sendiri yang mengenakan seragam lengkap Kapolri.
“Disitu saya tidak mengenal sosok (ayah) anyg biasa saya kenal, dia nanya ada perlu apa. Saya langsung syok dan saya bilang saya perlu izin orang tua, dia bilang nanti saja. Saya disuruh duduk saja enggak, akhirnya saya langsung pulang,” ucapnya.
Setibanya di rumah, ia pun kembali bertemu dengan sosok ayahnya, dan kali ini sosok tersbeut merupakan ayahnya yang sesungguhnya yang ia kenal humoris.
“Pas dia pulang ke rumah baru saya ketemu ayah saya yang asli. Disitu saya melihat beliau sangat bisa memisahkan urusan kantor dan rumah,” bebernya.
• Gabung TC Timnas U-16, Pemain Berbakat Persija Jakarta Bocorkan Program Latihan dari Bima Sakti
Namun ada yang mengganjal di hati Didit, ayahnya sama sekali tak membicarakan ihwal surat izin orang tua untuk kepentingannya mendaftar Akabri.
Waktu pun terus berlalu hingga pada hari ke-lima sejak Didit meminta surat tersebut, tiba-tiba ia diminta untuk kembali bertemu dengan ayahnya di Mabes Polri.
“Hari ke-lima setelah itu ajudan bapak saya bilang saya suruh ke kantor, saya kesana dan akhirnya ketemu, kali ini saya disuruh duduk,” tuturnya,
Tanpa basa-basi, Jendral Hoegeng langsung bertanya pada Didit apakah dirinya sudah siap dan mantap mendaftar Akabri, dan Didit pun berkata dengan dengan tegas bahwa diirnya sudah sangat siap.
• Pengelola Pasar Koja Baru Masih Sering Temukan Pengunjung yang Tak Acuh Larangan Membawa Anak Balita
Namun, ada satu hal yang Jenderal Hoegeng katakan pada Didit, ia diminta agar tidak masuk dalam Intitusi Polri.
“Bapak bilang satu hal tidak masuk Polisi. Saya bilang itu bukan pilihan saya , saya mau jadi tentara,” katanya.
Setelah itu, Didit pun diminta kembali ke tempat pendaftaran.
“Setibanya saya disana tempat pendaftaran, gak tahunya itu pendaftaran sudah tutup sejak dua hari yang lalu,” keluhnya.
• Masih Banyak Pedagang di Pasar Koja Baru Jakarta Utara yang Tak Mau Pakai Face Shield
Merasa emosi karena telah dipermainkan, Didit pun pulang ke rumah dengan rasa kecewa yang sangat amat berat.
Bahkan, setibanya di rumah ia langsung melampiaskan emosinya dengan menggunting kuas yang biasa digunakan Jenderal Hoegeng untuk melukis.
Belum selesai sampoi disana, Didit pun mengurung diri di dalam kamar dan menguncinya rapat-rapat, hingga terdengar suara ketukan pintu disertai suara almarhum ayahnya.
“Akhirnya beliau datang ke kamar saya ngetuk pintu dan bilang mau ngobrol,” tuturnya.
Suara itu pun meluluhkan hatinya, Didit pun keluar kamar dan mau menemui ayahnya.
“Bapak bilang dia tahu saya marah, kecewa, dan kesal. Tapi dia minta tolong dengarkan dulu, setelah itu saya baru boleh berkomentar,” bebernya.
Didit berujar, ayahnya mengatakan bahwa cukup dirinya saja yang merasakan menjadi anggota Polri.
Selain itu, posisi Jenderal Hoegeng sebagai Kapolri kala itu juga menjadi faktor Didit tidak diperboleh mendaftar Akabri.
“Bapak bilang ya sudah, biar ini semua dia yang rasakan, sudah cukup. Ke-dua dia juga sempat rada emosi, katanya saya musti ingat, ayah saya sudah menjabat sebagai Kapolri , surat apapun yang dikeluarkan ayah kemungkinan akan memudahkan saya saat mendaftar Akabri, ayah saya tidak mau itu,” ceritanya.
Mendapat semua penjelasan itu, Didit pun akhirnya mengerti dan memahami maksud dan tujuan almarhum ayahnya.
Namun sebelum pembicaraan selesai, almarhum Jenderal Hoegeng sempat menjewer telinag Didit, sambil berujar kenapa kuas lukisnya ia gunting.
“Selesai ngobrol dia jewer saya dan bilang,kenapa kamu gunting kuas saya. Setelah penjelasan itu selesai, semua kembali seperti biasa,” katanya sambil tertawa mengingat kenangan bersama ayahnya.
Satu hal yang selalu diingat Didit, bahwa tidak ada warna abu-abu dalam kehidupan mendiang ayahnya.
“Dia tidak mengenal abu-abu, hanya ada hitam dan putih. Saya juga merasa berdosa telah menggunduli kuas lukis beliau,” pungkasnya.