Kisah Puluhan Anak SD Tegalsari Bukit Menoreh Hadapi UTS Lewati Hutan: Tidak ada Meja, Duduk Lesehan

Sejak Senin, 14 September 2020, rumah Sumardi kedatangan belasan pelajar SD Negeri Tegalsari untuk belajar bersama

(KOMPAS.COM/DANI JULIUS)
Belasan pelajar mengikuti Penilaian Tengah Semester (PTS) di sebuah rumah pada Pedukuhan Sanggrah Kidul, Purwosari, Girimulya, Kulon Progo, DI Yogyakarta. Warga rela menyediakan ruang tamunya untuk anak-anak duduk saling berjarak satu dengan lain. Mereka bercampur baik kelas 1 hingga kelas 6 dari SD Tegalsari. 

"Kita perlu kerja sama dan saling mendukung," kata Chatarina.

Chatarina menceritakan, sekolahnya mengambil kebijakan pengerjaan manual dilatari persoalan kepemilikan ponsel Android yang tidak merata di antara siswa. Siswa banyak yang hidup dalam keluarga petani dan perajin anyaman.

Karena ekonomi masyarakat, kebanyakan satu keluarga hanya memiliki satu ponsel. “Mereka yang hanya punya HP terbatas itu bisa lebih dari 50 persen siswa,” kata Chatarina.

Belum lagi soal sebaran anak yang jauh maupun dekat. Bahkan ada yang rumahnya sekitar 3 km atau lebih kurang 20 menit.

Karena kondisi ini, PTS dengan membentuk pos layanan dirasa paling efektif. Chatarina mengakui, persoalan belajar mengajar sudah dirasa sejak pelaksanaan belajar dari rumah (BDR).

Oleh karenanya, pihak sekolah menyiasati dengan mengombinasi pengajaran via daring bagi mereka yang bisa menggunakan ponsel atau antar jemput tugas oleh orangtua siswa bagi yang tidak bisa memanfaatkan daring.

“Kita juga menjalankan kunjung ke rumah siswa, karena tidak bisa, kurang jelas, dan bahkan sampai sekarang setiap pagi ke rumah siswa ini. Kebetulan ada satu siswa yang memiliki keterbatasan karena slow learner,” kata Chatarina.

Lebih ringan

Selain SDN Tegalsari, sebanyak 18 sekolah dasar negeri dan tiga sekolah swasta menyelenggarakan ujian pada waktu bersamaan di Girimulya.

Secara umum, pelaksanan PTS masih menggunakan daring. Guru mengirim soal dan menerima laporan via android.

Namun, tidak sedikit pakai cara manual, terlebih pada daerah yang sulit sinyal dan karena persoalan kepemilikan ponsel. Karenanya, ada yang menerapkan cara ambil dan setor yang dilakukan orangtua siswa.

“Ini konsekuensi masa pandemi dengan mempertimbangkan kondisi anak,” kata Ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS) Tingkat Girimulya Sugiya via telepon.

Covid-19 tentu berdampak pada semua hal, juga proses belajar mengajar. Namun, menurut Sugiya, pendidikan tetap harus berjalan sesuai jadwal dan program, terutama PTS.

Sekolah sangat memerlukan PTS sebagai bagian ajang untuk mengukur kemampuan anak setelah proses belajar mengajar berlangsung sekian lama lewat belajar dari rumah.

“PTS ini terukur oleh guru yang telah memberi tugas ke siswa selama ini,” kata Sugiya. Dalam pelaksanaan PTS kali ini soal dikemas lebih ringan dan jumlahnya lebih sedikit, tetapi tetap mengacu pada materi yang pernah diberikan lewat pengajaran selama ini.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Perjuangan Bocah Bukit Menoreh, Lewati Hutan dan Kebun demi Ujian Tengah Semester"

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved