Kisah dari Ciliwung

Cerita Pencari Ikan Sapu-sapu di Ciliwung: Kerap Menemukan Jasad di Kali

Bukan hanya sekali saja, ia pernah menemukan jasad bayi yang berada di dalam kardus mengambang di kali.

Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNJAKARTA.COM/SATRIO SARWO TRENGGINAS
Nawan, pencari ikan sapu-sapu menggunakan gedebok pisang di Sungai Ciliwung, Jagakarsa, Jakarta Selatan pada Selasa (3/11/2020). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Satrio Sarwo Trengginas

TRIBUNJAKARTA.COM, JAGAKARSA - Selama 12 tahun mencari sesuap nasi sebagai pencari ikan sapu-sapu, Nawan (46) pernah menemukan sosok jasad pria di Sungai Ciliwung.

Saat itu, ia sedang menebar jala di sungai. Ketika ditarik, jaring jalanya tersangkut ritsleting celana.

Ia tak menyangka melihat sesosok jasad pria mengambang di sungai.

"Ristleting celananya nyangkut di jala. Ketika saya angkat, ada sosok jasad. Saya lepas lagi," jelasnya kepada TribunJakarta.com di bantaran sungai pada Selasa (3/11/2020).

Soalnya, Nawan mengaku takut bila harus berurusan dengan pihak berwajib.

"Saya takut nanti ditanya-tanya. Kan yang penting kita enggak bunuh. Saya lepas lagi dan kabur," sambungnya.

Bukan hanya sekali saja, ia pernah menemukan jasad bayi yang berada di dalam kardus mengambang di kali.

Nawan mengaku tak berani mengambilnya karena takut disangka pelaku.

Selain jasad, ia juga sering menemukan biawak dan ular di sekitaran Sungai Ciliwung.

Sebelum mencari nafkah di sungai, Nawan 'kulo nuwun' dengan penghuni di sana.

"Banyak hal macam-macam di kali. Harus permisi dulu karena ada penunggunya," tambahnya.

Pernah raup 30 kg ikan sehari

Pencari ikan sapu-sapu di bantaran Sungai Ciliwung, Nawan (46), bercerita, pernah menjaring sebanyak 30 kilogram ikan dalam sehari.

Hasil tangkapan ikan sebanyak itu diraup dengan penuh perjuangan. Sebab, ia harus seharian berada di Sungai Ciliwung mencari ikan.

"Paling banyak saya pernah sehari bawa 30 kilogram ikan. Itu sudah berupa daging ikan saja," ungkapnya kepada TribunJakarta.com saat ditemui di tepi sungai pada Selasa (3/11/2020).

Terkadang, ia berangkat sore pulang pagi. Sekira pukul 15.30 WIB dari rumahnya di Kampung Lebak Sari, Tanjung Barat, Jakarta Selatan berangkat menuju Sungai Ciliwung di wilayah Depok, Lenteng Agung dan sekitarnya.

Keesokan harinya, ia baru kembali pulang.

Nawan lebih suka mencari ikan saat sore menjelang malam hari. Pasalnya, suasana di Sungai Ciliwung lebih sepi.

"Lebih enak cari ikan saat malam. Kalau siang banyak yang mancing. Saya enggak enak karena kan sungai ini milik bersama," lanjutnya.

Nawan meraup rata-rata 10 kg dalam sehari.

Bila cuaca mendukung, ia bisa mendapatkan lebih banyak lagi.

Hujan deras dan banjir kiriman dari Bogor menyulitkannya mencari ikan. Soalnya, ia terhalang sampah yang berada di sungai.

Debit air yang tinggi juga menyulitkannya menebar jala.

Setor ke Pemasok

Hasil tangkapan dalam sehari tidak langsung dijual Nawan ke pemasok.

Setiap hari, ikan hasil tangkapannya disimpan di dalam lemari pendingin di rumahnya.

Sebelum disimpan, daging ikan itu harus dipisahkan dari badannya dan dibersihkan.

Bila sudah mencapai 40 kg sampai 50 kg, Nawan membawanya ke pemasok di sejumlah wilayah dengan mengendarai sepeda motor.

Biasanya, ia mengirimkannya tiga hari sekali ke kawasan Cileungsi dan Bekasi.

Dulu, harga per kilo ikan masih Rp 2.500. Saat ini per kilonya sudah Rp 14.500.

Nawan tak tahu pasti mau diapakan daging sapu-sapu yang dijualnya itu.

Ia menduga bakal dijadikan bahan untuk membuat jajanan berupa siomay atau cilok.

Namun, Nawan belum pernah mendengar daging ikan sapu-sapu yang dijualnya membuat orang lain keracunan.

"Kalau buat orang mabok (keracunan) enggak mungkin, kalau mabok saya sudah dipenjara. Saya udah 12 tahun makan ikan ini, banyak juga yang makan ikan ini. Sama pemerintah juga enggak melarang," jelasnya.

Petaka pernah merundung dirinya saat membawa daging ikan sapu-sapu ke Pemasok di kawasan Cileungsi.

Ia menjadi korban tabrak lari mobil sedan saat berkendara saat dini hari. Akibatnya, jari kaki kanannya patah.

Peristiwa itu diceritakan Masruah (40) saat ditemui di kediaman mereka yang terletak di bantaran sungai.

"Suami saya korban tabrak lari waktu jam 3 pagi saat membawa daging ikan ke Cileungsi. Dirawat di Rumah Sakit Fatmawati, tiga bulan tidak bisa kerja," ceritanya.

Baca juga: Mencicipi Nasi Goreng Warna Warni Racikan Mantan Pegawai Chef William Wongso

Baca juga: Edukasi Masyarakat, LPPM Urindo Gelar Webinar Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular

Sudah 12 tahun menebar jala

Sungai Ciliwung menjadi sumber penghidupan bagi Nawan.

Sudah belasan tahun Warga Tanjung Barat tersebut bergantung dengan sungai berair keruh yang membelah Kota Jakarta.

Setiap hari, ia bertolak dari rumahnya di Kampung Lebak Sari, Tanjung Barat, Jakarta Selatan, menuju bantaran Sungai Ciliwung untuk mencari ikan sapu-sapu, yang menjadi sumber penghasilan untuk keluarga di rumah.

Di suatu pagi, Nawan hendak menuju bantaran kali Ciliwung di kawasan Cijantung, Jakarta Timur.

Istrinya, Masruah (40), membantu menyiapkan pakaian untuk dibawa Nawan berangkat kerja.

Nawan mengambil sebuah karung. Karung itu dimasukkan plastik pakaian ganti, rokok, handphone, golok, jala dan beberapa karung yang dilipat.

Karung-karung yang disiapkan itu nantinya akan dipakai Nawan mengumpulkan ikan hasil tangkapannya.

Begitu semua barang sudah dimasukkan, ia mengikat karung itu dengan tali rafia.

Nawan mengendarai motor menuju kali Cijantung sementara karungnya diletakkan di depan jok.

Nawan mengatakan ia sudah melakoni pekerjaan mencari ikan sapu-sapu selama 12 tahun.

Saat itu, ia diminta seorang pemasok untuk mencari ikan sapu-sapu.

Nawan pun mencoba peruntungan baru sebagai pencari ikan sapu-sapu semenjak berhenti dari pekerjaan sebagai petugas kebersihan di kawasan Melawai.

"Dulu banyak sekali, sampai bingung bawanya bagaimana," ujarnya kepada TribunJakarta.com di bantaran Sungai Ciliwung pada Selasa (2/11/2020).

Nawan biasanya menebar jala ke Sungai Ciliwung yang mengalir di kawasan Lenteng Agung, Depok dan Cijantung.

Biasanya, ia memakai rakit yang terbuat dari gedebok pisang untuk mencari ikan sapu-sapu.

Seringkali ia meraup banyak ikan dari hasil menebar jala di daerah itu.

Di kalangan teman-teman dekat dan saudaranya, Nawan kerap dipanggil dengan nama Agung.

Hidupi 3 anak dari Menebar Jala

Dari hasil bergulat di air keruh sembari menebar jala sehari-hari, Nawan mampu menghidupi ketiga anaknya, Maulana Yusuf (25), Abdul Faqih (16) dan Mawardi Taher (6).

"Saya bisa menghidupi ketiga anak saya dari menebar jala di sungai ini. Anak-anak bisa sekolah dari sini. Bisa makan dari sini juga," ujarnya.

Masruah menambahkan suaminya tidak kalah dengan orang berpendidikan soal mencari rezeki.

Apalagi di masa sulit seperti ini, tak mudah mencari pekerjaan.

"Ya alhamdulilah, sama yang orang sekolahan enggak kalah. Suami saya padahal enggak bisa baca tulis," pungkasnya.

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved