Sepi Terimbas Pandemi, Ini Cerita Rani Tukang Tambal Ban Wanita yang Rindu Pelanggan
Puluhan tahun menjalani hidup sebagai tukang tambal ban, rupanya ia justru mengaku rindu berkutat dengan ban kendaraan
Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Erik Sinaga
Tak ingin mengabaikan sang anak adalah alasan kuat dirinya tak pernah membuka bengkel hingga larut.
Sehingga, berapapun yang ia dapatkan di hari itu, ia selalu mengucap syukur.
"Tapi berapapun hasil yang didapat, pas mau magrib saya tutup. Dari dulu selalu begitu. Jadi saya pulang ngajarin anak-anak. Tapi karena sekarang sudah pada besar dan berumah tangga, pas pulang bisa istirahat sebentar dulu," jelasnya.
Otodidak
Meski sudah puluhan tahun menjadi tambal ban, tahukah Anda bila Rani tak pernah belajar perihal tambal ban?.
Yap, Rani menceritakan semua kemampuannya ini ia dapat secara otodidak.
Berawal dari kerap mendampingi sang suami ke bengkel, ia mencoba memahami proses pebambalan ban motor maupun sepeda.
"Ini bisa dibilang modal nekat. Saya bisa juga karena lihat si bapak suka tambal ban aja. Terus saya praktekin," jelasnya.
Selama beberapa pekan ia mengambil alih tambal ban, dirinya sempat didampingi oleh sang suami.
Karena berjalannya tertatih, suaminya hanya duduk di kursi yang ada sambil mengarahkannya.
"Awalnya susah ya. Apalagi pas mencongkel ban luar itu buat ambil ban dalamnya, itu lumayan berat dan kadang keras. Awal-awal tuh merasa lelah banget padahal baru satu motor yang ditambal," ujarnya.
Meski keringatnya bercucuran, semangatnya masih menggebu.
Ketika ingin menyerah, Rani selalu memikirkan nasib keluarganya.
Sebagai penopang, ia harus kuat dan tetap bertahan, sampai akhirnya ia mulai terbiasa.
Baca juga: Mendagri Ancam Copot Kepala Daerah Abai Protokol Kesehatan, Wagub DKI: Kami Patuh
Baca juga: 25 Tahun Jadi Tukang Tambal Ban, Ini Cerita Rani Terpaksa Gantikan Posisi Suami
Baca juga: Ayah Montir Tambal Ban & Ibu Jual Gorengan, Mahasiswa UIN Jakarta Ini Bongkar Celengan Demi Kuliah
"Seiring berjalannya waktu akhirnya mulai terbiasa dan justru jadi betah ngelakonin kerjaan begini. Makanya pas pandemi sepi yang tambal ban, malah suka kangen. Kayak bawaannya mau ngotak-ngatik ban aja gitu," tandasnya.
Biasanya, untuk satu harinya Rani bisa mengantongi uang sebesar Rp 50 ribu sampai Rp 100 ribu.
Sayangnya, selama pandemi ia hanya mengantongi Rp 50 ribu sampai Rp 75 ribu perharinya.