Perkara Surat Jalan Palsu Djoko Tjandra
Dituntut Tak Sampai 1/2 Hukuman Maksimal, Djoko Tjandra Ajukan Pledoi di Kasus Surat Jalan Palsu
Djoko Tjandra mengajukan pembelaan atau pledoi menanggapi tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU)
Penulis: Bima Putra | Editor: Erik Sinaga
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra
TRIBUNJAKARTA.COM, CAKUNG - Djoko Tjandra mengajukan pembelaan atau pledoi menanggapi tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus surat jalan palsu yang menjeratnya.
Meski tuntutan yang diajukan JPU tak sampai setengah dari hukuman maksimal pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat yang disangkakan kepadanya.
Djoko dituntut 2 tahun penjara dari hukuman maksimal 6 tahun.
"Mengajukan (pledoi)," jawab Djoko Tjandra saat ditanya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur bagaimana sikapnya usai mendengar tuntutan JPU, Jumat (4/12/2020).
Jawaban tersebut bahkan disampaikan Djoko Tjandra tanpa menggunakan waktu berkonsultasi dengan tim kuasa hukumnya yang diberikan Majelis Hakim.
Mendengar jawaban, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur lalu mengonfirmasi upaya hukum yang hendak dilakukan ke tim kuasa hukum Djoko.
"Mengajukan yang mulia," jawab Kuasa Hukum Krisna Murti saat ditanya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur, kuasa hukum tim Djoko Tjandra hanya meminta JPU memberikan softcopy tuntutan terhadap kliennya.
Softcopy tuntutan tersebut guna mempersiapkan pledoi yang hendak disampaikan dalam sidang lanjutan yang dijadwalkan pada Jumat (11/12/2020).
JPU yang beranggotakan Jaksa Kejari Jakarta Timur dan Kejaksaan Agung mengatakan hal yang meringankan Djoko Tjandra yakni faktor usia terdakwa.
Baca juga: Djoko Tjandra Dituntut 2 Tahun Penjara Terkait Kasus Surat Jalan Palsu
Baca juga: Hari Ini, Djoko Tjandra Cs Hadapi Sidang Tuntutan Kasus Surat Jalan Palsu
Baca juga: Suporter Bisa Saksikan Lansung Tottenham Vs Arsenal di Stadion Tapi Ada Syaratnya
"Hal-hal yang memberatkan bahwa terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangan sehingga mempersulit jalannya persidangan," ujar JPU.
Isi pasal 263 ayat 1 KUHP yakni:
Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.