Pasutri Pelaku Aborsi Ilegal di Bekasi Dikenal Baik Meski Jarang Bersosialisasi dengan Tetanggga
Pasangan suami istri (pasutri) ST dan ER, tersangka kasus praktik aborsi ilegal di Bekasi dikenal baik di mata tetangga meski keduanya jarang sosiali
Penulis: Yusuf Bachtiar | Editor: Wahyu Aji
Kondisi rumah saat ini sepi, tidak ada satupun penghuni rumah yang mendiami pasca-penggerebekan yang dilakukan Polda Metro Jaya pada, Senin (1/2/2021) lalu.
Selain pasutri ST dan ER, polisi turut mengamankan tersangka lain berinisial RS. Mereka terbukti melakukan tindak pidana praktik aborsi ilegal di rumah tersebut.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan, keduanya memasarkan jasa aborsi ilegal itu melalui website dan Whatsapp.
Dari informasi yang dihimpun, website yang dimaksud adalah hellodok.web.id.
"Bentuk pemasarannya itu melalui media sosial. Yang memasarkan itu suaminya, ST," kata Yusri saat merilis kasus ini di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (10/2/2021).
Melalui website tersebut, pasien akan terhubung ke sebuah nomor WhatAapp yang digunakan untuk berkomunikasi dan menyepakati harga dengan para tersangka.
"Kemudian korban janjian di salah satu tempat yang sudah disepakati dan deal dengan harganya. Kemudian korban atau si ibu yang akan melakukan aborsi ini dibawa ke tempat aborsi di kediamannya (tersangka)," terang Yusri.
Tersangka ST dan ER mematok harga jutaan Rupiah untuk sekali melakukan praktik aborsi ilegal.
"Tarifnya yang dia terima Rp 5 juta rupiah," kata Yusri.
Namun, dalam melancarkan aksinya, tersangka juga memanfaatkan peran calo.
Bahkan, Yusri mengungkapkan calo tersebut mendapat keuntungan lebih besar dibandingkan ST dan ER.
"Ada pembagiannya. Rp 5 juta si korban membayar. Rp 3 juta untuk calo dan Rp 2 juta untuk yang melakukan tindakan," ujar dia.
Pasangan suami istri itu mengaku sudah lima kali melakukan praktik aborsi ilegal di kediamannya.
Namun, keduanya ternyata tidak memiliki latar belakang di dunia kedokteran. Tersangka hanya belajar melakukan aborsi dari tempat dia bekerja sebelumnya.
"ER ini sebagai pelaku yang melakukan tindakan aborsi. Dia tidak memiliki kompetensi sebagai tenaga kesehatan, apalagi jadi dokter," ucap Yusri.