Pasutri Pelaku Aborsi Ilegal di Bekasi Dikenal Baik Meski Jarang Bersosialisasi dengan Tetanggga

Pasangan suami istri (pasutri) ST dan ER, tersangka kasus praktik aborsi ilegal di Bekasi dikenal baik di mata tetangga meski keduanya jarang sosiali

Penulis: Yusuf Bachtiar | Editor: Wahyu Aji
TRIBUNJAKARTA.COM/YUSUF BACHTIAR
Rumah kediaman tersangka ST dan RT yang menjadi lokasi penggerebekan sekaligus tempat praktik aborsi ilegal, Kampung Cibitung, RT01 RW05, Kelurahan Padurenan, Mustikajaya, Kota Bekasi, Rabu (10/2/2021). 

Berdasarkan hasil penyelidikan, ER ternyata pernah bekerja di klinik aborsi di kawasan Tanjung Priok pada tahun 2000.

Di tempat itu, ER bekerja selama empat tahun di bagian pembersihan jasad janin yang telah diaborsi.

"Dari situ lah dia belajar untuk melakukan tindakan aborsi," ungkap Yusri.

Namun demikian, lanjut Yusri, ER hanya menerima permintaan aborsi dengan usia janin di bawah dua bulan atau sekitar delapan minggu.

Konfirmasi Vaksin Crazy Rich Helena Lim, Keamanan Puskesmas Kebon Jeruk: Minta Izin ke Dinkes Dulu

"Karena bagi dia usia (janin) di bawah delapan minggu itu mudah untuk dihilangkan atau dibuang buktinya karena bentuknya masih berupa gumpalan darah," ujar dia.

Selain pasangan suami istri ST dan ER, polisi juga menangkap RS yang merupakan pasien aborsi ilegal.

RS mengaku terpaksa menggugurkan janinnya karena takut tidak dapat menghidupinya ketika lahir nanti.

Ia mengatakan, keluarganya sedang hidup dalam kondisi kesulitan ekonomi, ditambah suaminya yang tengah terbaring sakit.

"Menurut pengakuannya, suaminya sedang sakit sehingga ada keterbatasan ekonomi sehingga harus menggugurkan. Takut nanti menanggung pada saat melahirkan," ujarnya.

Dekat Kebon Pisang dan Pohon Bambu, Ini Penampakan Lokasi Penggerebekan Praktik Aborsi di Bekasi

Barang bukti yang berhasil diamankan antara lain satu kantong plastik berisi jasad janin hasil aborsi, satu set alat vakum, tujuh botol air infus dan selang, serta, satu kotak obat perangsang aborsi.

Akibat perbuatannya, ketiga tersangka dijerat Pasal 194 Jo Pasal 75 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved