Dulu Jualan Es Mambo, Jusuf Hamka, Kini Jadi Pengusaha Tajir yang Kerjakan Proyek Bernilai Triliunan

Dulu Jualan Es Mambo, Jusuf Hamka, Kini Jadi Pengusaha Tajir yang Kerjakan Proyek Bernilai Triliunan

Penulis: Pebby Ade Liana | Editor: Erik Sinaga
Instagram @jusufhamka.
Foto lawas Jusuf Hamka, pengusaha kaya raya yang penuh kesederhanaan 

Laporan wartawan TribunJakarta.com, Pebby Adhe Liana

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Jusuf Hamka, pengusaha berdarah Tionghoa yang juga bos besar pengelola jalan tol, begitu ia dikenal.

Duduk meleseh di atas lantai tanpa alas, mengajak kami bercengkrama.

"Kerja keras, jujur, amanah, dan jangan pernah kualat dengan bapak-ibumu, itu kunci sukses sesungguhnya," kata Jusuf, saat menikmati suasana siang hari di Masjid Babah Alun Desari bersama TribunJakarta.com.

Dikenal sebagai pengusaha kaya raya, namun kesederhanaan tampak terlihat jelas dari sosok seorang Jusuf Hamka.

Ada empat hal yang dipegang teguh oleh Jusuf sebagai kunci sukses hidupnya selama ini.

Kejujuran, kerja keras, kepercayaan, dan bakti kepada kedua orangtua. Hal ini yang kemudian membawa Jusuf Hamka pada nasib baik.

Siapa sangka, pria yang dahulu mengawali hidupnya sebagai 'anak jalanan' kini sukses menjadi pengusaha infrastruktur dengan proyek senilai triliunan.

"Saya lahir di Jakarta. Tapi besar di Samarinda. Saya anak Sungai Mahakam, jadi ya tidurnya di atas sungai Mahakam, di atas rakit. Jadi ada duit jangan sombong, gak ada duit ya jangan nyolong," tuturnya.

Jauh sebelum menjadi pengusaha sukses, Jusuf hanyalah seorang anak biasa yang hidup penuh kesederhanaan.

Di usianya yang sekitar 10 tahun, ia pernah berjualan es mambo di sekitar Masjid Istiqlal Jakarta.

Kala itu, kata Jusuf pembelinya rata-rata adalah jemaah Istiqlal. Ia sering kali menerima lebihan uang hasil pembelian es mambo dari para jamaah.

"Dulu saya hidup karena ditolongin orang, dari sedekah orang. Jadi saya jual es mambo. Temen temen saya, dulu omzetnya misalnya Rp 100 ribu, saya pulang bisa bawa Rp 130 ribu. Karena apa? Orang tuh duit lebihannya 'udah ambil deh', mereka sedekah, mereka kasih infaq ke saya, gitu,"

"Jadi hidup saya, uang jajan saya, rata-rata itu. Begitu pulang jualan, saya traktir temen saya karena saya dapat bantuan itu. Itu saya masih 10 tahun," ceritanya.

Di sekitar tahun 1974, Jusuf juga pernah bekerja untuk sebuah usaha kayu di Samarinda. Kala itu, ia juga tinggal dan tidur di atas rakit.

Bahkan, untuk makan sarden dan kornet pun terkadang ia tak ada uang.

"Kalau gak punya duit, saya modal sabun saya potong, lalu saya kasih pancingan. Saya lempar pancingannya ke deket jamban. Langsung dimakan, itu namanya ikan jamban.

Tapi ya kami lapar, kita makan. Itulah hidup. Tidur bantalnya tas travelling saya, lalu pakai kelambu. Jadi seperti ini pasti ada kerja keras," tuturnya.

Kejujuran, semangat dan kerja kerasnya bertahun-tahun, membawa seorang Jusuf Hamka pada kesuksesan.

Dalam akun instagramnya, @jusufhamka, ia bercerita di tahun 1986-1989 juga sempat menyambi sebagai seorang sopir traktor pembuat jalan di desa Bukuan, Kecamatan Palaran, pinggir sungai Mahakam dengan gaji Rp 750 ribu per bulan.

"Namun atas dasar kehendak dan dengan gerak Allah SWT, Kunfayakun, si pembuat jalan tersebut saat ini telah dipercaya pemerintah sebagai pengelola Jalan Tol di Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur, alhamdulillah, rezeki anak soleh," tulisnya dalam postingan Minggu, (4/4/2021).

Tak ada yang menyangka, seorang anak 'jalanan' seperti Jusuf kini bisa menjadi seorang pengusaha kaya raya, seorang pemilik jalan Tol swasta.

Jusuf percaya, tak ada yang tidak mungkin bila sang pencipta sudah berkehendak.

"Bahkan, saat ini PT CMNP dipercaya untuk mengerjakan proyek Harbour Road 2 di Jakarta senilai 16 Triliun dan NS Link di Bandung senilai 9 Triliun, totak Rp 25 Triliun," tulisnya.

Punya Cita-Cita Bangun 1.000 Masjid

Masjid Babah Alun Desari, atau masjid unik bernuansa oriental yang ada di pinggir Gerbang Tol Cilandak, Jakarta, menjadi salah satu destinasi wisata religi di daerah Jakarta Selatan.

Masjid ini merupakan masjid yang dibangun oleh Jusuf Hamka.

Pembangunan masjid tersebut, menjadi ikhtiarnya dalam mencapai cita-cita membangun 1.000 masjid untuk umat Islam.

Ada makna tersendiri dibalik janji pembangunan 1.000 masjid dari seorang Jusuf Hamka, yang merupakan seorang mualaf berdarah Tionghoa.

Pengalamannya di masa kecil, membuat ia tertarik belajar dan mengetahui tentang agama islam.

Khususnya, saat berjualan es mambo di Masjid Istiqlal.

"Pembeli saya, dulu kebanyakan jamaah Masjid Istiqlal. Saya bilang kok orang Islam baik-baik ya," kata Jusuf pada TribunJakarta.com.

Tak ada kekayaan yang didapat begitu saja.

Ungkapan ini, menggambarkan perjuangan seorang Jusuf Hamka dalam mengawali hidupnya sebagai anak "jalanan".

Saat berjualan es mambo di depan Masjid Istiqlal, Alun Joseph nama kecilnya, sering kali mendapat sedekah dari hasil pembelian es mambo para jamaah.

Hal ini, yang rupanya menjadikan seorang anak bernama Joseph itu mulai penasaran akan kebaikan umat muslim yang ditemuinya.

Belum lagi, teman-temannya dahulu juga beragama muslim dan sering dilihatnya melakukan salat.

"Dari rasa penasaran, menjadi kecanduan," Begitu kata Jusuf.

Perlahan tapi pasti, ia mulai tertarik dan belajar tentang islam.

Sampai pada akhirnya, memutuskan untuk menjadi seorang mualaf dan bertemu dengan seorang ulama besar, Buya Hamka.

Alun Joseph, kala itu mengatakan ingin memeluk agama islam.

"Jadi disuruh baca dua kalimat syahadat, yaudah saya jadi muslim. Pelan tapi pasti. Sekarang akhirnya saya punya beban, beban yang nikmat menurut saya, yaitu diminta sama Allah mengharumkan nama Islam dengan cara saya sendiri," imbuhnya.

Atas kecintaannya terhadap islam, membawa seorang Jusuf Hamka akhirnya kepada kebaikan.

Menjadi seorang pengusaha kaya raya, ia punya cita-cita untuk membangun 1000 masjid.

Cita-cita ini pun berawal dari sebuah ucapan yang tidak disengaja, dan akhirnya menjadi sebuah doa.

"Jadi waku itu awalnya bikin 1 (masjid). Ada temen nanya emang satu doang gak mau lebih? Mau sih lebih, ya bikin 1.000 lah. Disentil mulutnya sama Allah. Ya Insha Allah 1.000 masjid. Ya gapapa, kasih wasiat buat anak-anak bikin masjid aja deh," kata Jusuf.

"Dulu saya dagang di Istiqlal, ditolong orang. makanya sekarang saya kembalikan lagi (kebaikan)," tuturnya.

Jusuf sadar, bahwa 1.000 itu bukanlah jumlah yang sedikit.

Apalagi, untuk dikerjakan dalam waktu dekat di usianya yang sudah mulai lanjut.

Akan tetapi, meski terdengar sangat sulit mengerjakan 1.000 masjid, namun Jusuf tetap menyerahkan semuanya kepada yang maha kuasa.

Baca juga: Jelang Ramadan, Pemkot Bekasi Perpanjang PPKM Mikro: Mal, Restoran Tutup Pukul 21.00 WIB

Baca juga: Anjing Liar Bikin Resah Warga Serang, Bocah yang Sedang Main Digigit

Baca juga: Cara Membuat Susu Kurma, Minuman Lezat Bisa Balikin Energi Tubuh Selama Puasa

Menurutnya, pembangunan Masjid ini sebagai salah satu upayanya dalam menyebarkan islam lewat kebaikan dengan caranya sendiri.

"Saya diminta sama Allah mengharumkan nama islam dengan cara saya sendiri. Saya gak pandai ceramah, saya gak pandai ngaji, tapi buat tempat-tempat wisata religi muslim ini menebarkan syiarnya aja," kata Jusuf.

"Mungkin tahun depan bisa 10 (masjid) atau di tahun 2023. Terus nanti kalau gak tercapai (1000), saya wasiatkan ke anak saya, anak dan cucu semua terusin aja, semampunya aja. Kalau gak mampu yasudah, itu semua adalah gerak Allah," imbuhnya.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved