Sisi Lain Metropolitan
Perjuangan Membuat Dodol Betawi yang Lezat, Adonan Diaduk Berjam-jam dan Tak Boleh Sembarang Orang
Butuh tenaga ekstra serta teknik kala mengaduk adonan kecoklatan itu di atas kuali atau kerenceng.
Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Muhammad Zulfikar
Sembari mengemas dodol, Ibu Zakiyah mengatakan usahanya sudah berangsur pulih ketimbang masa awal pandemi. Tahun lalu, usaha dodolnya benar-benar payah.
Apalagi, tidak adanya kegiatan bazaar dan hajatan sepanjang tahun sempat membuat pendapatannya seret.
Biasanya, di bulan Ramadan, Zakiyah bisa sampai memproduksi 50 sampai 60 kuali dodol.
"Pengunjung takut keluar saat masa awal Covid-19, hancur deh dagangan," ungkapnya kepada TribunJakarta.com.
Ia mengaku pendapatan berkurang drastis hingga 50 persen saat itu.
Sekarang, Zakiyah mengaku usahanya mulai berjalan meski tidak 100 persen pulih.
Cukup banyak pembeli yang memesan kepada Zakiyah. Terlihat dari para pekerja yang terus memproduksi dodol.
Ia juga menyimpan ratusan besek berisi dodol yang sudah dipesan di dalam kamar.
Nasib yang sama juga sempat dirasakan Dolah, pengelola usaha dodol Ibu Maryam di Jalan Damai no.4, Pejaten Timur, tak jauh dari dodol Ibu Zakiyah.
Di awal pandemi, banyak orang tak berani datang membeli ke tempat usahanya.
Ia hanya menggunakan dua pekerja sebab omzet menurun drastis akibat kebijakan pemerintah saat itu.
Dolah terpaksa mengurangi jumlah karyawan. Padahal, biasanya ia banjir pesanan selama bulan puasa.
Banyak warga Betawi yang memesan untuk hari Lebaran.
"Pandemi sempat berkurang karena kebijakan pemerintah. Ini karyawan coba kita tambahin jadi empat orang," tambahnya.
Mereka berharap pandemi Covid-19 lekas berlalu agar bisa panen rezeki di hari raya lebaran.