Mudik Lokal di Kawasan Aglomerasi Dilarang, Warga Jabodetabek Tak Bisa Bepergian Sembarangan

Pemerintah melalui Satgas Covid-19 melarang aktivitas mudik lokal di kawasan aglomerasi.Larangan tersebut diterapkan untuk mencegah penularan Covid-19

Editor: Wahyu Septiana
TRIBUNJAKARTA.COM/EGA ALFREDA
Pos penyekatan Polres Metro Tangerang Kota di Jatake, Kecamatan Jatiuwung untuk menyekat para pengendara yang nekat mudik, Kamis (6/5/2021) - Pemerintah melalui Satgas Covid-19 melarang aktivitas mudik lokal di kawasan aglomerasi.Larangan tersebut diterapkan untuk mencegah penularan Covid-19 

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Pemerintah melalui Satgas Covid-19 melarang aktivitas mudik lokal di kawasan aglomerasi.

Kawasan aglomerasi adalah beberapa kabupaten/kota yang berdekatan yang mendapat izin melakukan pergerakan.

Larangan tersebut diterapkan untuk mencegah penularan Covid-19 yang saat ini semakin mengkhawatirkan.

"Untuk memecah kebingungan masyarakat terkait mudik lokal di wilayah aglomerasi saya tegaskan bahwa pemerintah melarang apa pun bentuk mudik, baik lintas provinsi maupun dalam satu wilayah kabupaten/kota aglomerasi, dengan urgensi mencegah dengan maksimal interaksi fisik sebagai cara transmisi virus dari satu orang ke orang lain," kata Juru Bicara Satgas COVID-19, Wiku Adisasmito saat konferensi pers, Kamis (6/5/2021).

Meski mudik lokal dilarang namun aktivitas sektor-sektor esensial tetap bisa beroperasi. Hal itu dilakukan demi melancarkan kegiatan sosial ekonomi daerah.

"Perlu ditekankan bahwa kegiatan lain selain kegiatan mudik di dalam satu wilayah kota/kabupaten aglomerasi, khususnya di sektor-sektor esensial, akan tetap beroperasi tanpa penyekatan apa pun demi melancarkan kegiatan sosial ekonomi daerah," ujar Wiku.

Suasana Pos Penyekatan di Gerbang Tol Bekasi Barat, Jalan Tol Jakarta Cikampek, Kamis (6/5/2021).
Suasana Pos Penyekatan di Gerbang Tol Bekasi Barat, Jalan Tol Jakarta Cikampek, Kamis (6/5/2021). (TribunJakarta/Yusuf Bachtiar)

Wiku menuturkan, bahwa para pemudik akan jadi beban pemerintah daerah (Pemda).

Pemda harus mengantisipasi lonjakan orang yang datang dan potensi terjadinya penularan Covid-19.

Baca juga: Pria Berseragam Ojol Jadi Korban Begal di Tugu Tani, Saksi Mata: Pelaku Bawa Sajam

Baca juga: Banyak Pemudik yang Terjaring di Pos Penyekatan Bekasi, Polisi: Mereka Untung-untungan Saja

Baca juga: Warga Cipinang Melayu Kebanjiran, Damkar Jakarta Timur Kerahkan Mobil Pompa Sedot Air

"Orang yang datang ini harusnya memahami kondisinya. Belum tentu setiap daerah mempunyai kesiapan yang sama dalam menerima orang-orang yang mudik. Para pemudik juga lebih berisiko menularkan virus kepada orang-orang lain, terutama orang-orang yang lebih tua di kampung halamannya," ujarnya.

Wiku kembali mengatakan, setelah masuk ke periode 6 - 17 Mei, memang intensitas masyarakat yang memaksakan berangkat mudik terlihat menurun.

Hal itu karena, para pemudik banyak yang sudah berangkat sebelum tanggal aturan larang mudik tersebut diberlakukan.

"Di lapangan, banyak masyarakat mencoba menawar, karena tarikan budaya mudik cukup tinggi. Maka dari itu harus kita sosialisasikan terus dan narasi (larangan mudik) nya harus satu komando, mulai dari Presiden sampai pemerintah daerah yang terkecil," ujar Wiku.

Wiku mengungkap, lima provinsi mengalami tren kenaikan kasus aktif Covid-19 selama 4 minggu terakhir atau 11 April - 2 Mei 2021.

Di saat bersamaan, kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan di 5 provinsi tersebut mengalami penurunan.

"Lima provinsi ini menjadi perhatian karena tidak hanya kasus aktifnya yang mengalami tren kenaikan, namun juga angkanya melebihi persen kasus aktif nasional," kata Wiku.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved