Peringati Harkitnas, Kalangan Intelektual Ajak Masyarakat Sipil Kawal Demokrasi

Ketua Perkumpulan Kader Bangsa Dimas Oky Nugroho dalam sambutan pembuka mengingatkan pentingnya kohesivitas bangsa dalam menghadapi pandemi dan krisis

Editor: Muhammad Zulfikar
Istimewa
Dialog Kebangsaan yang digelar oleh Perkumpulan Kader Bangsa secara daring, Jumat (21/5/2021). 

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Tahun ini, pada momentum Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) dan 23 tahun reformasi, sejumlah tokoh intelektual dan aktivis dari Aceh hingga Papua berkumpul dalam Dialog Kebangsaan yang digelar oleh Perkumpulan Kader Bangsa secara daring, Jumat (21/5/2021).

Ketua Perkumpulan Kader Bangsa Dimas Oky Nugroho dalam sambutan pembuka mengingatkan pentingnya kohesivitas bangsa dalam menghadapi pandemi dan krisis.

“Di situasi pandemi, semua negara-bangsa berupaya mencari formula untuk bersatu menghadapi dan melewati situasi krisis. Tekanan diubah menjadi opportunity. Penting untuk para pemimpin menemukan formula yang tepat dan baik untuk konteks Indonesia," ujar Dimas.

Namun tegas Dimas, formula soliditas politik yang dijalankan pemerintah untuk menghadapi pandemi dan krisis jangan sampai melukai komitmen demokratisasi dan kebebasan sipil.

Secara jernih, bangsa Indonesia memiliki banyak peluang kreatif untuk mendapatkan jalan kebangkitan. Antara lain dengan cara konsolidasi kebangsaan dan penguatan relasi negara dan masyarakat sipil untuk menemukan titik temu konsensual pembangunan ekonomi politik ke depan.

“Kita memasuki sebuah zaman bergerak, transformasi, era ekonomi dan politik lama menuju era ekonomi dan politik baru. Mustahil bisa maju dan sejahtera, jika gagal menemukan formula yang mempersatukan seluruh entitas kekuatan nasional," kata pengajar Pasca Sarjana Universitas Airlangga ini.

Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Gadjah Mada Bayu Dardias menyoroti cara kecenderungan penurunan demokrasi sebagai respon negara menghadapi pandemi Covid-19. Hal itu ditandai dengan antara lain ancaman atas kebebasan berpendapat.

“Adanya penurunan yang serius terhadap tingkat demokrasi di Indonesia. Berdasarkan sejumlah indikator terjadi penurunan pada lima tahun terakhir. Pada tahun 2021 indeks kebebasan sipil Indonesia hanya mendapatkan skor 5,59. Catatan kita, penanganan terhadap situasi dan dampak pandemi Covid-19 mengambil cara yang cenderung sentralistik, antara lain terlihat saat kontroversi penyusunan undang-undang Cipta Kerja," jelas Bayu.

Baca juga: Viral Presiden Jokowi Sebut Provinsi Padang, Roy Suryo: Sudah Maafkan Saja

Baca juga: Israel dan Hamas Sepakat untuk Gencatan Senjata, Warga Jalur Gaza Merayakan Sembari Bertakbir

 

Menurut Bayu, kebijakan penanganan pandemi minim partisipasi publik. Hal ini dalam skala tertentu dapat dipahami mengingat situasi urgen dan kebutuhan respon negara yang cepat. Namun yang harus dilihat secara kritis adalah jangan sampai kebijakan sentralistik dimanfaatkan sejumlah pihak membungkam oposisi dan masyarakat sipil.

Hal senada diungkapkan oleh pengajar FISIP Universitas Airlangga Surabaya, Airlangga Pribadi. Ia menilai publik harus kritis dalam menyoroti berbagai kebijakan dalam situasi pandemi Covid-19.

“Kita waspada dengan momentum ini khususnya terkait manuver kepentingan dari kelompok ekonomi politik dominan, menjadikan krisis ini untuk memperkuat akumulasi kemakmuran dan cengkraman kekuasaan. Hal itu kita nilai dari gejala kriminalisasi, pelemahan demokrasi dan upaya pelemahan KPK," tegas Airlangga.

Airlangga mengutip pernyataan Bung Hatta bahwa nilai kebangsaan dan demokrasi kerakyatan memiliki keterkaitan yang erat. Indonesia berdiri bukan atas ikatan kultural atau ikatan adat. Indonesia dibangun dengan kemajemukan yang dipertemukan oleh adanya harapan bersama.

“Tanpa adanya harapan kehidupan bersama yang lebih baik, maka kebangsaan kita akan runtuh dan lemah,” jelas Airlangga.

Pengajar Universitas Malikussaleh, Lhoksumawe, Teuku Kemal Fasya, mengkritisi para pegiat reformasi yang memilih jalan pragmatis dalam mengawal demokrasi dan pemerintahan yang bersih. Ia menyesalkan banyaknya aktor era reformasi yang justru menghancurkan komitmen reformasi itu sendiri.

Sementara pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Berly Martawardaya menyoroti pilihan dan kebijakan pemerintah untuk memperkuat ekonomi rakyat pasca pandemi. Salah satunya mentranformasi ekonomi dari yang berbasis SDA menjadi innovation based dan export oriented.

Sumber: Tribun Jakarta
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved