Rapat di DPR Anak Buah AHY Marah, Tak Terima Menkumham Yasonna Sebut Bosnya Masih Lama Jadi Presiden

Yasonna bercanda dengan menyebut bos Benny K Harman masih lama menjadi presiden karena masih muda.

Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly 

TRIBUNJAKARTA.COM - Dalam rapat antara Komisi III DPR bersama Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Santoso, anggota Fraksi Demokrat, meminta Menkumham mencabut ucapannya.

Santoso menilai ucapan Yasonna menyinggung Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Yasonna bercanda dengan menyebut bos Benny K Harman masih lama menjadi presiden karena masih muda.

"Saya ingin apa yang Pak Menteri sampaikan, yang menyatakan bos Pak Benny masih lama (menjadi presiden) itu supaya dicabut."

"Saya sangat keberatan," ujar Santoso kepada Yasonna, dalam rapat kerja Komisi III DPR dengan Menkumham, Rabu (9/6/2021).

Menurut Santoso, Yasonna kurang tepat melontarkan pernyataan tersebut, karena yang bersangkutan juga adalah kader partai politik lain, yakni PDIP.

"Jadi kurang tepat juga menyampaikan hal itu, sehingga nanti akan menimbulkan friksi di tengah-tengah masyarakat."

Baca juga: Pernah Bersaing di Pilgub DKI, AHY Kini Apresiasi Kerja Anies Pimpin Jakarta

"Soal bos Pak Benny dan bos saya di tahun 2024 jadi atau tidak, biarlah roda sejarah yang akan mencatat itu," tegas Santoso.

Wakil Ketua Komisi III DPR Adies Kadir yang menjadi pimpinan rapat, mencoba menengahi dengan menyampaikan hal tersebut adalah candaan semata.

"Itu tadi kan konteksnya bercanda," kata Adies Kadir.

Setelahnya, Yasonna juga menegaskan pernyataannya hanyalah candaan dan mencabut pernyataannya serta meminta maaf.

"Sebetulnya itu joke, tapi dicabut, terima kasih, mohon maaf," cetus Yasonna.

Sebelumnya, Menkumham Yasonna Laoly melontarkan candaan dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, saat membahas pasal penghinaan presiden di RUU KUHP.

Yasonna awalnya menjelaskan pasal ini penting untuk melindungi harkat dan martabat presiden dan wakil presiden tak hanya untuk saat ini, melainkan untuk presiden dan wakil presiden yang akan datang.

Baca juga: 1 Jam Ngobrol dengan AHY di Balai Kota, Gubernur Anies Sindir Kudeta Demokrat: Semoga Semakin Solid

"Mengkritik presiden sah, kritik-kritik lah kebijakannya apanya, sehebat-hebatnya kritik enggak apa."

"Bila perlu neggak puas ada mekanisme konstitusional ada kok, seperti tadi Pak Benny sampaikan mekanisme untuk kebijakan pemerintah," ujar Yasonna, dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Rabu (9/6/2021).

"Tapi once you get in personal, soal personal yang kadang dimunculkan."

"Pak Benny tahu kan Presiden kita (Jokowi) dituduh secara personal dengan segala macam isu, itu dia tenang-tenang aja."

Baca juga: Terungkap Isi Pertemuan Gubernur Anies dan Ketum Demokrat AHY di Balai Kota Jakarta

"Dia bilang kepada saya 'Saya enggak ada masalah dengan pasal ini'. Tapi, apa kita biarkan presiden yang akan datang digituin?" Imbuhnya.

Politikus PDIP itu kemudian menyebut salah satu yang hadir di ruangan rapat itu bisa saja akan menjadi presiden di masa depan.

Tak hanya itu, dia mengungkap bos dari anggota Komisi III DPR Fraksi Gerindra Habiburokhman bisa juga menjadi presiden.

Meski tak menyebut nama, namun diduga yang dimaksud Yasonna adalah Prabowo Subianto yang merupakan Ketua Umum Partai Gerindra.

"Mungkin salah satu di antara kita ini Pak Adies Kadir jadi presiden atau siapa, atau siapa, atau bosnya Pak Habiburokhman, atau siapa, kita biarkan (penghinaan) itu?" Tanya Yasonna.

Selepas itu, Yasonna meneruskan pernyataannya dengan berkelakar.

Dia menyebut bos dari anggota Komisi III DPR Fraksi Demokrat Benny K Harman masih lama untuk menjadi presiden.

Candaan Yasonna pun disambut dengan gelak tawa para peserta rapat.

Meski tak dijelaskan pula siapa yang dimaksud Yasonna, namun diduga itu merujuk pada Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

"Kalau bosnya Pak Benny masih lama barangkali."

"Misalnya, misalnya, contoh, iya kan, masih muda. Bercanda, bercanda, bercanda, jadi ya," canda Yasonna.

Lebih lanjut, Yasonna memberikan penegasan, penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden tidak dapat dibiarkan apa pun bentuknya.

"Artinya itupun tidak kita biarkan, Pak. Itu enggak kita biarkan, enggak boleh kita biarkan."

"Menghina seorang Wakil Presiden, apa lagi Pak Wapres kita kiai terhormat, digituin misalnya, enggak benar lah, saya kira demikian," ucapnya.

Sebelumnya, draf rancangan Undang-undang KUHP dibuka kepada publik.

Dalam draf itu, diatur pula pasal-pasal terkait penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden.

Berdasarkan draf RUU KUHP yang didapatkan Tribunnews, hal itu termaktub pada Bab II yang mengatur Tindak Pidana terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden.

Awalnya diatur pasal yang akan dikenakan kepada orang yang menyerang diri presiden maupun wakil presiden.

Ancaman pidana lima tahun menanti bagi yang melanggar pasal ini.

Hal itu tercantum dalam Pasal 217 yang berbunyi :

Pasal 217

Setiap orang yang menyerang diri Presiden atau Wakil Presiden yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana yang lebih berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.

Kemudian pasal yang menjerat orang apabila menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden maupun wakil presiden tercantum dalam Pasal 218. Pasal itu berbunyi:

Pasal 218

(1) Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

(2) Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

Sementara, pasal 219 mengatur tentang gambar atau biasa dikenal dengan meme presiden di media elektronik atau media sosial.

Baca juga: Buruh Bangunan Tewas Ditembak OTK di Papua, Aparat Sempat Diberondong Tembkan Saat Evakuasi Korban

Kemudian ada pula Pasal 219, yang mengatur pelanggaran pidana jika menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden maupun wakil presiden menggunakan tulisan atau gambar melalui sarana teknologi informasi.

Ancaman pidana paling lama yang dikenakan kepada pelanggar adalah hukuman bui selama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan. Pasal 219 tersebut berbunyi:

Pasal 219

Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum;

Memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden;

Dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Namun, dalam pasal selanjutnya dijelaskan tindakan pidana tersebut hanya bisa diproses hukum apabila ada aduan yang langsung dilakukan oleh presiden dan wakil presiden sendiri.

Pasal 220

(1) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan.

(2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh Presiden atau Wakil Presiden.

Segera Disahkan

Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan, RUU KUHP mendesak disahkan.

Ia berharap RUU KUHP bisa disahkan tahun ini.

"Mari kita buat resultante baru, kesepakatan baru."

"Ini sudah tinggal sedikit lagi, agar misalnya tahun ini, KUHP kita yang baru sudah disahkan,” ujar Mahfud MD, Kamis (4/3/2021).

Menurutnya, pada waktu menjelang pembentukan kabinet baru yang ramai penolakan terhadap beberapa UU, ia termasuk yang mendukung agar RUU KUHP segera disahkan.

Pada 20 September 2019, Presiden Jokowi meminta DPR menunda pengesahan RUU KUHP, setelah mahasiswa menggelar aksi besar-besaran menolak pengesahan rancangan undang-undang tersebut.

Para mahasiswa dan kelompok masyarakat sipil menolak sejumlah pasal kontroversial dalam RUU itu.

Menurut Mahfud MD, jika terdapat hal-hal yang masih perlu diperbaiki dalam RUU KUHP, semestinya tak lantas membuat batal disahkan.

Perbaikan, kata Mahfud MD, bisa dilakukan melalui legislative review atau judicial review.

"Soal salah, nanti bisa diperbaiki lagi melalui legislative review maupun judicial review."

"Yang penting ini formatnya yang sekarang sudah bagus, soal beberapa materinya tidak cocok bisa diperbaiki sambil berjalan."

"Maka, menurut saya kita harus mempercepat ini, sehingga melangkah lebih maju lagi untuk memperbaiki,” tutur Mahfud MD. (TRIBUNNEWS.COM/Vincentius Jyestha) (*)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved