Korupsi Proyek Rumah DP 0 Rupiah
Gubernur Anies Bakal Diperiksa KPK Soal Dugaan Korupsi Pembelian Lahan, Begini Reaksi Wagub DKI
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebut-sebut bakal segera memanggil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Penulis: Dionisius Arya Bima Suci | Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dionisius Arya Bima Suci
TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebut-sebut bakal segera memanggil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Anies dipanggil untuk dimintai keterangan soal dugaan korupsi pengadaan lahan di kawasan Munjul, Jakarta Timur yang menjerat eks Dirut BUMD PD Sarana Jaya, Yoory C Pinontoan.
Menanggapi hal ini, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria bereaksi, ia pun meyakini Anies tak terlibat dalam kasus korupsi.
"Terkait pak Anies, saya pribadi meyakini pak Anies tidak terlibat dengan masalah-masalah seperti itu," ucapnya, Selasa (27/7/2021).
Walau demikian, Ariza enggan berkomentar lebih jauh terkait rencana pemanggilan Anies ini.
Sebab, pemanggilan ini merupakan wewenang dari lembaga antirasuah yang bekerja sesuai dengan aturan perundang-undangan.
Baca juga: Utak-atik Aturan Rumah DP 0 Rupiah hingga Terancam Dipanggil KPK, Anies Ogah Beri Penjelasan
Baca juga: Nama Gubernur Anies dan Ketua DPRD DKI Bisa Terseret Kasus Korupsi Pengadaan Tanah Munjul
"Urusan KPK saya kira KPK sudah mengerti SOP, prosedurnya. Saya tidak ingin mencampuri," ujarnya di Balai Kota.
"Saya yakin KPK pasti bertindak dan memutuskan sesuai dengan kewenangancdan dengan cara yang adil dan bijak," tambahnya menjelaskan.
Dilansir dari Tribunnews.com, Ketua KPK, Firli Bahuri mengatakan pihaknya akan segera memanggil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan unsur DPRD DKI Jakarta sebagai saksi di kasus ini.
"Pada prinsipnya demi kepentingan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, dengan kebutuhan yang benar di mata hukum dan memiliki relasi yang jelas dengan suatu kasus siapa pun bisa dipanggil tanpa terkecuali," kata Firli kepada wartawan, Senin (26/7/2021).
Pemanggilan terhadap Anies akan dilayangkan dalam waktu tak lebih dari dua pekan ke depan.
"Pada saatnya KPK akan menyampaikan kepada publik secepatnya, mungkin minggu ini atau minggu depan," kata Firli.

Jenderal polisi bintang tiga itu mengatakan, KPK saat ini masih terus bekerja menyelesaikan perkara para tersangka di kasus tersebut.
Mereka adalah Yoory Corneles Pinontoan; Direktur PT Adonara Propertindo (AP) Tommy Ardian; Wakil Direktur PT AP Anja Runtuwene; Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur Rudy Hartono Iskandar; dan PT AP sebagai korporasi.
Firli memastikan tak akan tebang pilih dalam mengusut setiap kasus korupsi. Setiap proses penanganan kasus, katanya, hanya akan mengacu pada bukti yang terkumpul, termasuk dalam kasus dugaan korupsi lahan di DKI Jakarta.
"KPK tidak pernah ragu dan pandang bulu menyelesaikan perkara korupsi. Siapa pun dan apa pun status jabatan seseorang. Tetapi kerja KPK berpegang pada prinsip kecukupan bukti dan bukti yang cukup," kata dia.
"Kita memang akan jadwalkan pemanggilan para pihak yang terkait pada perkara korupsi pengadaan lahan di DKI Jakarta, beri waktu KPK untuk bekerja," ujarnya.
Sebelumnya Firli mengatakan sebagai orang nomor satu di Jakarta, tentunya Anies memahami penyusunan APBD DKI.
Oleh sebab itu penyidik KPK tidak menutup kemungkinan memanggil Anies untuk meminta keterangan mengenai dugaan kasus korupsi tersebut.
Baca juga: Pembelian Lahan di Munjul Jadi Obyek Korupsi, Begini Tanggapan Wagub Ariza
Baca juga: Negara Rugi Rp152 Miliar, KPK Tetapkan 4 Tersangka di Kasus Korupsi Tanah Munjul
"Dalam penyusunan program anggaran APBD DKI, tentu Gubernur DKI sangat memahami. Begitu juga dengan DPRD DKI yang memiliki tugas kewenangan menetapkan RAPBD menjadi APBD bersama Pemda DKI," kata Firli dalam keterangan tertulisnya, Senin (12/7).
"Mestinya tahu akan alokasi anggaran pengadaan lahan DKI. Jadi tentu perlu dimintai keterangan, sehingga (kasus) menjadi terang benderang," kata dia menambahkan.
Dalam kasus ini, KPK menyebut Sarana Jaya membeli tanah kepada PT Adonara Propertindo.
Namun, kerja sama tersebut diduga melawan hukum yang menyebabkan kerugian negara hingga ratusan miliar itu, yakni: tidak adanya kajian kelayakan terhadap objek tanah, tidak dilakukannya kajian appraisal dan tanpa didukung kelengkapan persyaratan sesuai dengan peraturan terkait.
Kemudian, beberapa proses dan tahapan pengadaan tanah juga diduga kuat dilakukan tidak sesuai SOP serta adanya dokumen yang disusun secara backdate, serta adanya kesepakatan harga awal antara pihak Anja Runtuwene dan Sarana Jaya sebelum proses negosiasi dilakukan.
KPK menaksir kerugian negara dari kasus ini mencapai Rp152,5 miliar.
Lembaga antirasuah menduga uang tersebut telah digunakan untuk kepentingan pribadi, seperti membeli tanah dan kendaraan mewah. (*)