Sisi Lain Metropolitan

Dilema Pedagang Bunga di Tangsel saat Pandemi: Kebanjiran Pesanan Bunga Duka Cita, Dalam Hati Miris

Banyak sekali permintaan karangan bunga dengan pola ucapan "Turut Berduka Atas Meninggalnya". Hanya namanya yang setiap hari silih berganti. 

Penulis: Jaisy Rahman Tohir | Editor: Muhammad Zulfikar
TribunJakarta.com/Jaisy Rahman Tohir
Karangan bunga duka cita di Bintaro Jaya Florist, Bintaro Sektor 7, Pondok Aren, Tangsel, Kamis (5/8/2021). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Jaisy Rahman Tohir 

TRIBUNJAKARTA.COM, PONDOk Aren - Jejeran bunga cantik aneka warna tak menjadi perhatian warga yang lalu lalang melintas di Jalan Pondok Jaya Bintaro Sektor 7, Pondok Pucung, Pondok Aren, Tangerang Selatan (Tangsel). 

Ditambah, sore itu, Kamis (5/8/2021), hujan tengah deras mengguyur wilayah penyangga Ibu Kota.

Hanya cipratan genangan akibat laju mobil mewah yang sesekali menyapa sampai ke pelataran rak kembang.

Di tengah pandemi Covid-19 yang hampir berusia dua tahun, omzet perdagangan bunga semakin layu.

Mawar, tulip, anyelir, lili, jenis apapun yang melambangkan kasih sayang sepi "pemetik".

Utamanya beberapa pekan terakhir, saat penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat hingga berubah menjadi level 4.

Hal tersebut dituturkan oleh Ferry Hidayat, salah satu pedagang bunga di Bintaro Jaya Florist.

"Yang sangat fatal disaat PPKM level 4 itu sangat parah, pokoknya drastislah turun hampir 80-90%," ujar Ferry.

Buket atau bunga tangkai tidak laku lantaran pandemi begitu menekan perayaan kebahagiaan.

Baca juga: Capaian Vaksin Covid-19 Dosis Kedua di Kota Bekasi Baru 9,13 Persen

Acara pernikahan, ulang tahun, atau syukuran yang mengumpulkan banyak orang dilarang. 

"Tidak ada wedding, tidak ada sukses, dan (kegiatan) terbatas. Walaupun saya bisa (pesan) 24 jam tapi yang belanja enggak ada," kata Ferry.

Namun di sisi lain, pemesanan karangan bunga duka cita membanjiri lapak bunga Ferry dan kawan-kawannya di Bintaro Jaya Florist.

Banyak sekali permintaan karangan bunga dengan pola ucapan "Turut Berduka Atas Meninggalnya". Hanya namanya yang setiap hari silih berganti. 

Tidak lain, serangan virus ganas Covid-19 adalah biang keladi hingga mengakibatkan banyak orang menghembuskan napas terakhirnya.

"Tapi, untuk duka cita yang meninggal sangat meningkat, apa lagi pada saat PPKM berjalan itu sangat deras, angka kematiannya sangat besar," kata dia.

Ferry bahkan sampai menolak pesanan karena kewalahan saking banyaknya karangan belasungkawa yang harus dipenuhi.

Baca juga: BKPSDM Tangerang Segera Panggil Lurah Tamrin Soal Pungli, Tidak Bisa Mendadak Karena Stroke

Terlebih pembuatan bunga duka cita memakan waktu dua sampai tiga jam, dan pemesanannya selalu mendadak.

"Bahkan sampai saya tolak karena saking pengerjaannya satu tidak bisa cepat, kedua angka kematian banyak, jadi hampir jam 11-12 malam itu saya tolak," ungkapnya.

Jika pada kondisi normal non-pandemi, sehari hanya satu atau paling banyak dua pesanan karangan bunga duka cita.

Namun, saat ini, pesanan bisa lima sampai tujuh, dengan tenggat waktu pengerjaan singkat.

Selain banyaknya orang meninggal, pengirim karangan bunga memang bertambah.

Ferry mengatakan, perkantoran sekarang lebih sering menunjukkan perhatian kepada pegawainya, melalui karangan bunga.

Baca juga: Seluruh Anak Usia 12-17 Tahun di Jakarta Ditargetkan Sudah Vaksin Pada Pertengahan Agustus Ini

Padahal harga karangan bunga cukup mahal. Di tempat Ferry rentang harganya dari yang termurah 600 ribu sampai jutaan rupiah.

"Kalau zaman dulu kan kesannya yang pakai karangan bunga itu menengah ke atas. Kalau semakin kesini menengah ke bawah pun pakai. Misalnya perusahaan kirim karangan bunga karyawannya meninggal covid  gitu kan," paparnya.

Banyaknya pesanan tak lantas membuat Ferry girang, jauh di lubuk hatinya miris.

Pria 51 tahun itu tenggelam dalam ironi. Rezeki mengalir, namun Ferry tahu bunganya sampai ke rumah duka yang penuh air mata.

Setiap hari, nama pada papan kembang yang dibuatnya silih berganti. Setiap pergantian itu pula nyawa manusia melayang.

"Itu yang bikin miris. Memang kalau bicara rezeki ya mau tidak mau, gimana. Mau bersyukur kesannya kalau banyak yang meninggal kita senang. Enggak bersyukur memang ini rezeki kita," tutur Ferry.

"Di situlah kalau (berdagang) di bunga, suka dukanya tukang bunga. Di mana ada kesan senang untung, tapi di sisi lain berduka," tambahnya.

Memasuki Agustus 2021, Ferry mengakui pesanan bunga duka cita mulai turun. Pundi-pundi yang masuk ke kantongnyapun menurun.

Kendati demi kian, ada rasa syukur di hatinya.

"Alhamdulillah angka itu berkurang, mudah-mudah pandemi cepet selesailah gitu."

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved