Kasus Korupsi

KPK Periksa Wakil Ketua DPRD DKI M Taufik Soal Pengadaan Tanah Munjul, Begini Komentar PSI

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Penulis: Dionisius Arya Bima Suci | Editor: Erik Sinaga
TRIBUNJAKARTA.COM/DIONISIUS ARYA BIMA SUCI
Wakil Ketua DPD DKI Jakarta Mohammad Taufik diperiksa KPK terkait pengadaan laan di Munjul, Jakarta Timur 

Dilansir dari Tribunnews.com, tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur Tahun 2019, Selasa (10/8/2021)

Politikus Partai Gerindra itu akan diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas tersangka eks Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan (YRC)

Baca juga: Pembelian Lahan di Munjul Jadi Obyek Korupsi, Begini Tanggapan Wagub Ariza

"M Taufik (Anggota DPRD DKI Jakarta) diperiksa sebagai saksi untuk tersangka YRC Dkk," ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (10/8/2021).

Selain Taufik, tim penyidik juga memanggil Plh BP BUMN periode 2019 Riyadi dan Kasubbid Pelaporan Arus Kas BPKD DKI Jakarta Sudrajat Kuswata. Keduanya juga akan diperiksa untuk tersangka Yoory.

"Pemeriksaan dilakukan di Kantor KPK Jl Kuningan Persada Kav.4, Setiabudi, Jakarta Selatan," kata Ali.

Diketahui, KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus ini, yaitu mantan Direktur Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan dan Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene.

Kemudian, Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Ardian, Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur Rudi Hartono Iskandar, serta PT Adonara Propertindo selaku tersangka korporasi.

Atas perbuatan para tersangka tersebut, diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp152,5 miliar.

Baca juga: Negara Rugi Rp152 Miliar, KPK Tetapkan 4 Tersangka di Kasus Korupsi Tanah Munjul

Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Terkait pelaksanaan pengadaan tanah di Munjul, KPK menjelaskan bahwa Sarana Jaya diduga dilakukan secara melawan hukum, yakni tidak adanya kajian kelayakan terhadap objek tanah, tidak dilakukannya kajian appraisal dan tanpa didukung kelengkapan persyaratan sesuai dengan peraturan terkait.

Selanjutnya, beberapa proses dan tahapan pengadaan tanah juga diduga kuat dilakukan tidak sesuai SOP serta adanya dokumen yang disusun secara backdate dan adanya kesepakatan harga awal antara pihak Anja dan Sarana Jaya sebelum proses negosiasi dilakukan.

Dalam perkembangan kasus tersebut, Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan lembaganya bakal mendalami berapa anggaran yang sebenarnya diterima Sarana Jaya terkait pengadaan tanah di Munjul tersebut.

"Jadi tentu itu akan didalami, termasuk berapa anggaran yang sesungguhnya yang diterima oleh BUMD Sarana Jaya karena cukup besar, misalnya angkanya sesuai dengan APBD itu ada Surat Keputusan Nomor 405 itu besarannya kurang lebih Rp1,8 triliun. Terus ada Surat Keputusan 1684 itu dari APBD Perubahan sebesar Rp800 miliar, ini semuanya kami dalami," kata Firli, Senin (2/8/2021).

Sumber: Tribun Jakarta
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved