Remisi Djoko Tjandra Atas Rekomendasi Dirjenpas Jadi Sorotan Bekas Pimpinan KPK hingga Akademisi

pemberian remisi bagi Djoko Tjandra tidak hanya menunujukkan lemahnya komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi.

Editor: Wahyu Aji
TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA
Tersangka kasus surat jalan palsu Djoko Tjandra saat tiba di Kejaksaan Negeri Jakarta Timur, Senin (28/9/2020). 

TRIBUNJAKARTA.COM - Keputusan Direktorat Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan HAM memberikan remisi kepada Djoko Tjandra dan 213 narapidana kasus korupsi pada HUT ke-76 Indonesia mendapatkan sorotan.

Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M. Syarif menilai pemberian remisi bagi Djoko Tjandra tidak hanya menunujukkan lemahnya komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi.

Tapi sudah melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 tahun 2006 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang mengatur syarat pemberian remisi.

Wakil Ketua KPK periode 2015-2019 itu pun tak sendiri, deretan pengamat hukum, kebijakan publik, hingga warga dibuat kecewa atas kinerja Kementerian Hukum dan HAM selaku pemberi remisi.

Bukan tanpa sebab, bila mengacu pada Pasal 34 butir 3 pemberian remisi bagi terpidana kejahatan luar biasa yakni teroris, koruptor, bandar narkoba, dan pelanggar HAM harus memenuhi syarat.

Pertama berkelakuan baik, pada poin ini Ditjen PAS tidak membeberkan maksud kelakuan baik dimaksud mereka sehingga  Djoko Tjandra yang 11 tahun menjadi buron sebelum tertangkap diberi remisi.

Bila kelakuan baik menurut Kementerian Hukum dan HAM hanya sebatas tidak melawan sipir di Lapas, artinya mereka tutup mata atas setumpuk ulah Djoko Tjandra yang sudah terbukti bersalah.

"Buronan 11 tahun, menyuap polisi dan Jaksa, mencemarkan nama kepolisian dan Kejaksaan. Tapi dapat remisi 2 bulan," tulis Laode dalam akun Twitter @LaodeMSyarif menanggapi remisi, Minggu (22/8/2021).

Belum lagi memperhitungkan anggaran negara yang digelontarkan selama 11 tahun berupaya menangkap Djoko Tjandra saat kabur sebagai terpidana korupsi pengalihan hak tagih Bank Bali.

Bahkan saat Djoko Tjandra mengajukan permohonan Justice Collaborator pada April 2021 lalu Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dengan tegas menolak permintaan.

Alasannya dia tidak mengakui perbuatannya dalam kasus terkait pemberian uang kepada Jaksa Pinangki Sirna Malasari, Brigjen Prasetijo Utomo dan Irjen Napoleon.

Kemudian pelaku utama dalam kasus suap sehingga tidak sesuai kriteria penerima Justice Collaborator ditetapkan berdasar Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011.

Kriteria berkelakuan baik menurut Ditjen PAS Kementerian Hukum dan HAM dalam pemberian remisi terhadap Djoko Tjandra ini juga dipertanyakan Indonesia Corruption Watch (ICW).

Peneliti dari ICW Kurnia Ramadhana mempertanyakan Djoko Tjandra yang kabur 11 tahun demi menghindari vonis hukuman dua tahun penjara pada kasus hak tagih Bank Bali disebut baik.

"Apakah seseorang yang melarikan diri ketika harus menjalani masa hukuman dianggap sebagai berkelakuan baik oleh Kemenkumham," ujar Kurnia.

Halaman
123
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved