Remisi Djoko Tjandra Atas Rekomendasi Dirjenpas Jadi Sorotan Bekas Pimpinan KPK hingga Akademisi
pemberian remisi bagi Djoko Tjandra tidak hanya menunujukkan lemahnya komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi.
Tidak hanya soal kelakuan baik, syarat kedua penerima remisi Pasal 34 butir 3 yakni telah menjalani 1/3 masa tahanan dalih Ditjen PAS memberikan remisi kepada Djoko Tjandra juga janggal.
Pasalnya Djoko Tjandra menjadi terpidana dalam tiga kasus, hak tagih Bank Bali tahun 1999 dengan vonis dua tahun penjara, kasus suap red notice dengan vonis 4,5 tahun penjara.
Kemudian kasus surat jalan palsu dengan vonis 2,5 tahun penjara, tapi dalam hal ini Ditjen PAS hanya menghitung 1/3 masa tahanan Djoko Tjandra di perkara hak tagih Bank Bali sejak ditahan Juli 2020.
Sementara perkara red notice yang masa hukumnya paling berarti muncul akibat Djoko Tjandra kabur setelah menjadi terpidana pada tahun 1999 sebelum dieksekusi Kejaksaan ke Lapas.
Artinya bila dihitung berdasar masa tahanan Djoko Tjandra di kasus suap penghapusan red notice maka dia belum menjalani 1/3 masa tahanan yang jadi syarat penerima remisi.
Pengamat Kebijakan Lembaga Universitas Indonesia (UI), Simon J Runturambi mengatakan Ditjen PAS harus melakukan pemeriksaan internal terkait pemberian remisi bagi Djoko Tjandra.
Terlebih anggapan remisi, pembebasan bersyarat, izin keluar tahanan yang merupakan hak Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) tapi hanya bisa dinikmati tahanan berduit masih kuat.
"Ini agar untuk mengurangi dugaan dugaan sogok menyogok tadi. Jangan sampai ada praktek yang tidak benar saat pemberian remisi. Jadi itu yg perlu disampikan, jadi tidak sekedar siapa mendapat remisi harus ada uraian lebih mendalam," kata Simon, Kamis (26/8/2021).
Dalam hal ini Inspektorat Kementerian Hukum dan HAM selaku pengawas internal diminta memeriksa ada atau tidaknya penyelewengan dalam pemberian remisi terhadap Djoko Tjandra.
Tidak hanya dari tingkat Kepala Lapas yang pertama memberi rekomendasi WBP penerima remisi, tapi juga Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Reynhard Silitonga selaku pucuk pemimpin.
Sesuai pasal 34 A PP Nomor 28 tahun 2006 ayat 1 yang isinya "Remisi bagi narapidana dimaksud dalam pasal 34 ayat 3 diberikan oleh Menteri setelah mendapat pertimbangan dari Direktur Jenderal Pemasyarakatan".
Sementara dalam pasal 34 A ayat dua termaktub 'Pemberian remisi sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 ayat 1 ditetapkan dengan Keputusan Menteri'.
Artinya saat menandatangani keputusan remisi dua bulan bagi Djoko Tjandra Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dia mendapat rekomendasi dari Dirjen PAS Reynhard Silitonga.
"Cara mendapat remisinya benar atau enggak. Meskipun itu hak narapidana. Tapi itu semua harus benar prosedurnya terhadap semua pemberian remisi itu yang menjadi perhatian bagi mereka narapidana tindak pidana korupsi," ujarnya.
Dari pihak Ditjen PAS, Kepala Bagian Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham Rika Aprianti mengklaim pemberian remisi tersebut sudah sesuai prosedur