Sisi Lain Metropolitan
Melihat dari Dekat Aktivitas di Kampung Starling, Pedagang Kopi Keliling yang Menghiasi Ibu Kota
Deretan termos yang berjejer rapi, masing-masing dituang dengan rebusan air panas. Beberapa mie instan dalam cup dan teh celup ditata di sepeda
Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Muhammad Zulfikar
Sepeda di Kampung Starling Senen memiliki boks berbahan fiber yang dilapisi seng.
"Kalau di kampung lain, ada yang pakai keranjang buah atau sangke dan kayu," ujarnya saat ditemui TribunJakarta.com di kampung itu pada Rabu (22/9/2021).
Para pedagang Starling paling sering berjualan di sekitaran Jakarta Pusat. Mereka menyasar wilayah Senayan, Jalan Diponegoro, Taman Surapati, Lapangan Banteng sampai ke Kemayoran.
Baca juga: Menjelajah Kedai Kopi Legendaris di Cikini yang Dirintis Sejak Masa Kolonial Belanda
Di satu tempat, bukan hanya pedagang Starling dari kampung Senen saja yang berjualan. Ada beberapa pedagang starling dari kampung lain yang ikut berjualan. Mereka bersaing merebut hati pelanggan mampir ke sepedanya.
"Misalnya di Lapangan Banteng, itu beda-beda (grup). Ada yang dari Tanah Abang juga," tambahnya.
Cara merekrut
Tak sulit menjadi pedagang Starling di kampung itu.
Dalam merekrut pedagang baru, bos mengambil dari kenalan anggota starling. Biasanya, dari asal kampung yang sama.
Anggota itu menjadi penanggung jawab dari kenalan yang dibawanya. Bos akan memberikan modal untuk berdagang dan tempat tinggal.
Soalnya, bila bukan dari bawaan anggota sebelumnya, terkadang ada yang tidak bisa dipercaya.
"Takutnya sudah dikasih modal dibawa kabur uangnya. Banyak kejadian seperti itu," katanya.
Apesnya, anggota yang bertanggung jawab mengganti kerugian si bos.

Kebanyakan orang Madura
Pedagang Starling mayoritas di kampung itu berasal dari Pulau Madura.
Menurut pedagang Starling, Slamet, kebanyakan orang Madura merantau karena kesulitan mencari nafkah di kampungnya.