Sisi Lain Metropolitan
Cerita Slamet Pedagang Starling Saat Cicipi Segelas Kopi Starbuck Rp40 Ribu: Mending Duitnya Aja Pak
Pekerjaan yang dijalani Slamet (43) sehari-hari, akrab dipanggil Starling, plesetan dari Starbucks Keliling.
Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Wahyu Aji
Hanya kemasannya saja yang terbilang bagus ketimbang gelas plastik miliknya.
"Saya akhirnya nyoba, rasanya sama aja," katanya lalu tertawa.
Saat ini, kopi sudah menjadi gaya hidup masyarakat urban di Jakarta.
Tinggal pilih yang dijual di Starbucks atau dijajakan oleh Slamet di jalan raya.

Ini Kisah Slamet
Di kampung Starling alias Starbuck Keliling, tak semua pedagang berangkat pagi dan pulang sore hari.
Mereka ada yang berangkat menjelang sore membelah jalanan Ibukota sampai subuh baru pulang ke kampung Starling.
Salah satunya, Slamet (43). Pria asal Sampang, Madura itu lebih suka dagang sore hingga malam hari.
Ia tak jarang melewatkan momen panen rezeki seperti saat demonstrasi atau kegiatan besar lainnya di pusat kota. Namun, Slamet tak terlalu memikirkannya.
Karena itu juga lah, Slamet pernah diomeli istrinya lantaran tak memanfaatkan momen itu untuk mencari nafkah.
Baca juga: Dari Kampung di Pusat Ibukota Ini, 400 Pedagang Starling Berkompetisi Mengais Rezeki Mulai Ashar
"Kalau ada acara siang kan saya dagang malam. Jadi ada acara apa enggak tahu. Istri suka marah, kamu tidur melulu ini ada acara di KPU. Karena capek, jadi enggak didengerin sama saya," ceritanya saat ditemui TribunJakarta.com di kampung starling, Senen pada Kamis (23/9/2021).
Kendati demikian, ia mengaku masih bisa meraup untung lumayan sebagai pedagang starling yang berdagang di malam hari.
Barangkali karena sudah punya banyak pelanggan, Slamet lebih memilih gowes malam hari.
Ia biasanya mangkal di depan Kantor Pusat Pegadaian di Jalan Kramat Raya, tepatnya di samping Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Banyak karyawan di kedua kantor itu memesan aneka minuman saat sore hari.