4 Tahun Gubernur Anies
4 Tahun Gubernur Anies: 10 Poin Rapor Merah LBH Jakarta Vs 10 Poin Pembelaan TGUPP
Pengamat tata pemerintahan sekaligus anggota TGUPP Tatak Ujiyati membeberkan pandangannya atas rapor merah yang diberikan LBH Jakarta kepada Anies.
Penulis: Elga Hikari Putra | Editor: Jaisy Rahman Tohir
Pasalnya, Anies sempat menargetkan bakal membangun 232.214 unit rumah DP 0 Rupiah bagi warganya.
Kemudian, target itu mendadak direvisi Gubernur Anies Baswedan menjadi hanya 10 ribu unit.
Ketentuan soal pembelian rumah DP 0 Rupiah ini pun diubah dari awalnya dikhususkan bagi warga berpenghasilan Rp4 juta sampai Rp7 juta, menjadi Rp14 juta.
"Perubahan kebijakan yang cukup signifikan itu telah menunjukan ketidakseriusan Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta untuk memenuhi janji politiknya semasa kampanye," ujarnya.
7. Belum ada intervensi signifikan terkait permasalahan warga di pesisir dan pulau kecil
LBH Jakarta menilai, masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki karakteristik dan kompleksitas kerentanan yang jauh berbeda dibandingkan masyarakat yang tinggal di wilayah lain.
Pasalnya, masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil harus berhadapan dengan ancaman terhadap kelestarian ekosistem dan konflik agraria.
Alih-alih menetapkan kebijakan yang menempatkan warga pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai aktor utama, draf Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) DKI Jakarta yang disusun Pemprov dinilai justru berpotensi mengakselerasi kerusakan ekosistem dan perampasan ruang hidup dan penghidupan masyarakat.
8. Penanganan pandemi yang masih setengah hati
Capaian 3T (testing, tracing, dan treatment) yang dilakukan Pemprov DKI di masa krisis dinilai LBH Jakarta sangat rendah.
Padahal, DKI Jakarta merupakan episentrum nasional penyebaran Covid-19.
"Pelaksanaan vaksinasi untuk kelompok prioritas juga lambat, dan justru ditemukan banyak penyelewengan booster vaksin untuk pihak tidak berhak," tuturnya.
Pemprov DKI juga dianggap gegabah lantaran melakukan pelonggaran dengan membuka mal pada Agustus 2021 dan membuka mengizinkan anak di bawah 12 tahun melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM).
Padahal kala itu positivity rate Covid-19 masih berada di atas lima persen.
"Hal ini diperburuk dengan buruknya kinerja pengawasan Pemprov DKI di sektor pengawasan fasilitas kesehatan, ketenagakerjaan dan pendidikan terbukti dengan banyaknya pengaduan masyarakat yang tidak ditindaklanjuti," kata Charlie.
"Di situasi kedaruratan kesehatan ini, Pemprov DKI belum memprioritaskan aspek kesehatan masyarakat ketimbang pertumbuhan ekonomi," sambungnya.
9. Penggusuran paksa masih menghantui warga Jakarta
LBH Jakarta menilai, penggusuran paksa masih menghantui warga Jakarta.
Sebab, Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Nomor 207 Tahun 2016 yang dibuat Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok masih dipertahankan Anies.
Adapun aturan itu berisi tentang penertiban pemakaian atau penguasaan tanah izin.
Aturan itu sebelumnya kerap dijadikan landasan hukum bagi Ahok dalam melakukan penggusuran.
"Ironisnya, perbuatan tersebut dijustifikasi dengan menggunakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang tidak memiliki perspektif HAM," ucapnya.
Charlie menyebut, Pergub itu kini masih digunakan Anies untuk melakukan penggusuran paksa terhadap warga di Menteng Dalam, Pancoran Buntu II, Kebun Sayur, Kapuk Poglar, Rawa Pule, Guji Baru, dan Gang Lengkong Cilincing.
10. Reklamasi
Gubernur Anies Baswedan dinilai tidak konsisten dengan janji kampanye lantaran masih ada indikasi reklamasi tetap dilanjutkan.
Indikasi ini muncul setelah Anies menerbitkan Pergub Nomor 58/2018 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
"Pergub ini menjadi indikasi reklamasi masih akan berlanjut dengan pengaturan mengenai perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan reklamasi serta penyebutan pengembang reklamasi sebagai 'perusahaan mitra'," tuturnya.
Problem lain muncul ketika pencabutan izin 13 pulau reklamasi dilakukan secara tidak cermat dan segera.
Pemprov DKI Jakarta tidak memperhatikan syarat-syarat yang diperlukan untuk mencabut izin pelaksanaan reklamasi bagi perusahaan-perusahaan.
Selain itu pencabutan tanpa didahului transparansi dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).
Ketiadaan kajian tersebut terlihat kompromistis karena Anies tetap melanjutkan 3 pulau lainnya.
Alhasil, gelombang gugatan balik dari pengembang pun terjadi. Pemprov DKI Jakarta menang di tingkat Mahkamah Agung untuk gugatan Pulau H, namun kalah di gugatan lain seperti Pulau F dan Pulau G.
"Ketidakcermatan Pemprov dalam pencabutan izin tentunya mengancam masa depan penghentian reklamasi dan menjadikan pencabutan izin reklamasi sebagai gimmick belaka," kata dia.
10 Pembelaan TGUPP Atas Lapor Merah LBH Jakarta
Atas rapor merah yang diberikan LBH Jakarta itu, Tatak Ujiyati bereaksi di twitternya.
Dia juga menuliskan 10 poin pendapatnya yang menentang rapor merah dari LBH Jakarta itu.
Berikut ini 10 poin yang disampaikan Tatak Ujiyati atas rapor merah LBH Jakarta kepada Gubernur Anies.

1. Soal penggusuran. LBHJ pakai data lama th 2018 yg sy jg pernah baca. Metodologinya lemah. Data kasus kebanyakan didapat dr berita media, tanpa dilakukan pengecekan lapangan, tanpa konfirmasi kpd Pemprov DKI sbg yg terlibat. Tanpa triangulasi, validitas data lemah. Subyektif.
2. Akibat error di metodologi risetnya, LBHJ tak bisa membedakan mana yg masuk kategori penggusuran, mana yg penertiban. Mana yg penggusuran melanggar HAM, mana relokasi yg tidak melanggar HAM. Semua kasus dimasukkan dlm kategori penggusuran melanggar HAM.
3. Pemprov DKI scr serius bikin review soalnya thd riset LBHJ 2018 itu. Semua kasus dicek satu-satu: di mana lokasinya; kasusnya apa ~ penertiban PKL ato relokasi warga; apakah sdh diberi peringatan, dilakukan musyawarah dg opsi relokasi/ganti untung, kl PKL ditawarkan loksem dst
4. Bbrp kasus yg dianggap sbg penggusuran tak terbukti langgar HAM. Warga diajak musyawarah diberi pilihan mau pindah dg ganti untung atau pindah ke rusunawa. Terpaksa diminta pindah krn tanah Pemda mau dipakai utk kepentingan publik yg lebih besar. Bukan penggusuran tp relokasi.
5. Salah satunya di Kampung Bayam ini. Tanah mau dipakai utk pembanguna JIS. Tp warga sdh diajak musyawarah & diberi pilihan. Tidak melanggar HAM.
6. Penertiban PKL masuk kategori penggusuran jg kl menurut riset LBHJ. Lagi2 absen croschek ke pihak2 yg terlibat, apakah prosedur penertiban mmg dilakukan tanpa menghormati HAM. Kalau takut dianggap langgar HAM nanti aparat enggan lakukan penertiban, yg repot warga juga kan.
7. Tak ada 1 pun putusan pengadilan yg menyatakan Anies melakukan penggusuran yang melanggar HAM selama 4 th kepemimpinannya di Jakarta. Kalau Ahok ada buktinya, pengadilan menyebut ada pelanggaran HAM dlm penggusuran di Kampung Bukit Duri th 2016.
8. Alih2 menggusur, Anies justru membangun kampung2 yg dulu digusur oleh Ahok scr sewenang-wenang & diputus ol pengadilan sbg melanggar HAM. Kampung Aquairum, Kampung Kunir & Kampung Susun Cakung utk eks gusuran Bukit Duri.
9. Makanya saya heran, apa ukuran/ bench mark yg dipakai LBHJ utk menilai & memberi rapor merah? Kalau Anies yg tak pernah diputus bersalah oleh pengadilan dapat raport merah. Bagaimana dg Ahok yg telah diputus bersalah oleh pengadilan krn menggusur scr sewenang2 melanggar HAM?
10. Perlu diingat Anies tak pernah janjikan 0 penggusuran. Tetapi ia berkomitmen menghormati hak hidup & bertempat tinggal warga dg mencarikan solusi terbaik. Tanpa penggusuran sewenang2 sebagaimana yg sebelumnya dilakukan Ahok. Terpenuhi kan janjinya?