Utang Puluhan Juta Demi Obati Suami dan Anak yang Depresi, Mak Ibah Tetap Berusaha Ceria Setiap Hari
Di balik beratnya cobaan kehidupan yang dihadapinya, Mak Ibah berusaha tetap ceria setiap harinya.
Penulis: Elga Hikari Putra | Editor: Yogi Jakarta
Melainkan supaya tak terjadi kerusakan lingkungan yang terjadi di area penambangan yang ada di kaki Gunung Sanggabuana, Karawang, Jawa Barat.
Apalagi, kata Kang Dedi, setelah di cek ternyata izin penambangan di kaki Gunung Sanggabuana itu telah dibekukan sejak Tahun 2018.
Namun nyatanya praktik penambangan masih dilakukan meski kini dengan cara manual dan melibatkan warga sekitar.
"Sekarang ini yang dijadikan tamengnya adalah warga," kata Kang Dedi saat meninjau area penambangan di kaki Gunung Sanggabuana seperti yang ditayangkan di akun Youtube Kang Dedi Mulyadi Channel dan dilansir TribunJakarta.com, Rabu (8/9/2021).
Baca juga: Bukan Buat YouTube, Kini Dedi Mulyadi Bertemu Siti Aisyah di Pengadilan Ditanya Telur Ayam & Sarung
Saat Kang Dedi mendatangi lokasi penambangan itu, sang mandor proyek jutsru menghilang.
Pria yang juga biasa disapa KDM ini kemudian menemukan warga yang bekerja sebagai kuli pemecah batu di area penambangan itu.
Menurut KDM, pekerjaan para kuli di sana begitu berisiko karena ancaman tertimpa batu besar yang ada di atas begitu menghantui.
"Penambangan masih berjalan tapi menggunakan tenaga rakyat secara manual dengan risiko yang sangat tinggi yakni kalau kemudian batunya merosot bisa menimpa warga yang tak ada asurasnsi," kata Kang Dedi.
Salah seorang pekerja menyebut ada 30 orang kuli yang bekerja menjadi pemecah batu di area penambangan ini.
Salah satunya ialah Pak Onin yang sudah lansia.
Kang Dedi yang melihat lansia itu kemudian mengajaknya masuk ke dalam mobil dan berbincang.
Kata Pak Onin, sebelumnya pengerjaan penambangan di kaki Gunung Sanggabuana menggunakan alat peledak untuk membelah bukit.
Tapi kini dilakukan manual dengan membayar para kuli pemecah batu seharga Rp 14 ribu dari tiap perton batu yang diangkut ke truk.
Sedangkan Pak Onin mengaku rata-rata dia mendapat upah Rp 50 ribu dari pekerjaannya memecah batu di area penambangan itu.
"Tapi tak sebanding dengan kerusakan lingkungan yang terjadi walaupun rusaknya karena penambangan pada awalnya yang menggunakan bahan peledak," ujar Kang Dedi.