Pilih Menganggur Dari Pada Jadi ASN Polri, Eks Anggota KPK: Kami Ada Kewajiban Mengembalikan Ilmu
Tiga mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuat pengakuan terkait menolak menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) Polri.
TRIBUNJAKARTA.COM - Tiga mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuat pengakuan terkait menolak menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) Polri.
Pengakuan tersebut dikatakan Rieswin Rachwell, Tri Artining Putri dan Benydictus Siumlala Martin Sumarno saat berbincang dengan Tribunnews, Rabu (8/12/2021).
Ketiga orang ini merupakan mantan pegawai KPK yang tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan atau TWK dan juga menolak saat ditawari menjadi ASN Polri.
Diberitakan sebelumnya, KPK memecat 54 orang karena dianggap gagal saat Tes Wawasan Kebangsaan atau TWK.
Baca juga: Didampingi Bambang Widjojanto, Anak Buah Anies Sambangi KPK Serahkan 600 Lembar Dokumen Formula E
Usai dipecat, puluhan eks pegawai KPK yang tidak lolos menjadi ASN KPK ini kemudian melakukan perlawanan dibantu Komnas HAM hingga Ombudsman.
Namun, pada bulan Desember ini Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menawarkan 54 orang yang dipecat untuk menjadi ASN Polri.
TONTON JUGA:
Dari 54 eks pegawai KPK yang ditawari menjadi ASN Polri, 12 di antaranya menolak.
Meski ada sekitar tiga juta orang yang berbondong-bondong menjadi Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) tahun 2021 ini, namun belasan orang ini sudah meneguhkan niat tawaran menjadi ASN Polri.
Baca juga: Ditemani Bambang Widjojanto, Dirut Jakpro Kembali Serahkan Dokumen Tambahan Formula E ke KPK
Seperti diungkapkan Tri Artining Putri yang sempat berdiskusi dengan ibu serta kakaknya terkait adanya tawaran menjadi ASN Polri.
Meski ibunya sempat membujuknya untuk mencobanya terlebih dahulu, akan tetapi wanita yang akrab disapa Puput memilih tidak mengambilnya.
"Karena ayah saya sudah tidak ada, jadi saya diskusi dengan ibu dan kakak," ujar Puput yang bekerja sebagai Humas di KPK.
"Ibu sempat menyuruh mencoba, tetapi karena keputusan saya sudah bulat tidak mau akhirnya saya menjelaskan dan akhirnya ibu mengerti keputusan yang saya ambil," sambungnya.
Baca juga: Prihatin dengan Korupsi yang Banyak & Masif Alasan Novel Baswedan Siap Kembali ke Polri
Hal yang sama juga diungkapkan Benydictus Siumlala Martin Sumarno yang mengatakan orangtua sempat kecewa saat saya tidak mengambil tawaran ASN Polri.
"Apapun yang saya putuskan dan saya jalani akhirnya orangtua juga mengerti," ujar pria yang akrab disapa Beni dan pernah bekerja di bidang pencegahan tindakan korupsi di KPK.
Baik Puput dan Beni mengatakan meski saat ini belum memiliki pekerjaan tetap, akan tetapi mereka memiliki pertimbangan untuk menolak tawaran ASN Polri.
"Kalau gol saya masuk KPK sebenarnya bukan untuk menjadi ASN seperti ini tetapi ingin sekali korupsi benar-benar lenyap dari negara ini," ujar Puput yang sebelum masuk KPK merupakan seorang jurnalis.
Beni juga mengatakan gaji ASN Polri yang ditawarkan tidak akan beda jauh dari gaji di KPK meski akhirnya dia menolak.
"Gaji di KPK dahulu bagus besarannya menurut saya dan bahkan kemarin saat tawaran ASN Polri, gajinya tidak akan jauh berbeda," kata Beni yang akhirnya juga menolak tawaran tersebut.
Jadi ASN Polri Bukan Solusi
Sementara itu, mantan penyelidik KPK Rieswin Rachwell mengatakan dia berpikir memasukkan 54 mantan anggota KPK yang tidak lulus jadi ASN Polri bukan solusi.
Hanya saja, perjalanan Rieswin di KPK berakhir pada 2021 ketika ada tes wawasan kebangsaan (TWK) yang kemudian menyingkirkannya.
"Disingkirkan lewat TWK yang malaadministratif dan melanggar HAM (hak asasi manusia)," ujar dia.
Menurut Rieswin, menjadi ASN Polri bukanlah solusi untuk mengatasi polemik TWK yang telah menyingkirkan 57 pegawai KPK.
Kendati demikian, ia tetap mengapresiasi Kapolri dan jajaran kepolisian yang telah progresif melakukan rekrutmen bagi eks pegawai KPK untuk menjadi ASN Polri.
Menurut dia, rekrutmen tersebut diapresiasi lantaran tanpa persyaratan TWK seperti yang pernah dijalaninya di KPK.
"Apresiasi Kapolri dan Polri yang sudah progresif mau merekrut kami tanpa persyaratan tes TWK, itu kan berarti TWK di KPK memang dibuat khusus untuk menyingkirkan kami," ujar dia.
Mengaku tak menerima tawaran menjadi ASN Polri, Rieswin pun memilih untuk tetap berupaya memberantas korupsi lewat jalan lain. Ia berpandangan, ada banyak jalan yang dapat ditempuh dalam memperjuangkan pemberantasan korupsi.
"Akan lebih bebas advokasi isu-isu pemberantasan korupsi juga kalau di jalan lain. Ada banyak jalan, advokasi bareng teman-teman aktivis, lewat jalur hukum dan lain-lain," tutur dia.
Kendati demikian, Rieswin tetap mendukung keputusan rekan-rekannya eks pegawai KPK yang bersedia menjadi ASN Polri.
Ia juga yakin rekan-rekannya itu tetap memperjuangkan keadilan dan meminta pertanggungjawaban untuk segala pelanggaran yang ada dalam TWK KPK.
"Aku dan teman-teman (baik yang join ke Polri atau enggak), akan tetap mengawal dan mengejar penyelesaian terhadap pelanggaran-pelanggaran itu, sebagaimana temuan dan rekomendasi Ombudsman dan Komnas HAM," ucap Rieswin.
Selain itu, Rieswin mendukung dan menghargai pilihan rekan-rekannya yang bersedia karena yakin, mereka memiliki integritas dan kualitas yang tak diragukan dalam memberantas korupsi.
"Pasti mereka bisa memberi kontribusi besar terhadap agenda pemberantasan korupsi Polri," kata Rieswin.
Di sisi lain, Tri Artining Putri mengaku meski sudah tidak lagi bekerja di KPK, mantan anggota KPK yang menjadi ASN Polri maupun yang menolak tetap akan bergelut di dunia antikorupsi.
"Selama beberapa tahun kami bekerja di KPK, banyak sekali ilmu yang kami dapat dan ilmu itu dari hasil uang rakyat," ujar Puput.
"Jadi kami ada kewajiban untuk mengembalikan ilmu itu kepada rakyat bisa dari edukasi antikorupsi, termasuk yang menjadi ASN Polri," tandasnya.