Cerita Kriminal

Anti Mainstream Soal Hukuman Mati Herry Wirawan, Komnas HAM Punya Alasan Tak Setujui Tuntutan JPU

Anti mainstream dari pendapat mayoritas yang mendukung tuntutan mati dan kebiri kimia kepada Herry Wirawan, Komnas HAM justru memiliki pandangan lain.

Penulis: Elga Hikari Putra | Editor: Yogi Jakarta
ist/tribunjabar
Herry Wirawan, guru pesantren di Bandung yang merudapaksa 12 santriwatinya hingga melahirkan 9 bayi. Kini dia dituntut hukuman mati dan kebiri kimia untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. 

TRIBUNJAKARTA.COM - Anti mainstream dari pendapat mayoritas yang mendukung tuntutan mati dan kebiri kimia kepada Herry Wirawan, Komnas HAM justru memiliki pandangan sebaliknya.

Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung, tak setuju jika Herry Wirawan divonis hukuman mati atau kebiri kimia dalam kasus rudapaksa terhadap belasan santriwatinya.

Beka punya alasan mengapa dirinya tak setuju Herry Wirawan dihukum mati dan kebiri kimia meski dia sependapat bahwa apa yang dilakukan terdakwa sudah sangat keterlaluan.

Kata Beka, pihaknya tak setuju jika Herry Wirawan divonis hukuman mati atau kebiri kimia karena bertentangan dengan prinsip HAM.

Menurutnya, hak hidup adalah hak yang tak bisa dikurangi dalam situasi apa pun.

Baca juga: Wakili Emak-emak Jabar, Istri Ridwan Kamil Tangggapi Tuntutan Mati Herry Wirawan: Sesuai Ekspektasi

"Saya setuju jika pelaku (Herry Wirawan) perkosaan dan kekerasan seksual dengan korbannya anak-anak jumlah banyak dihukum berat atau maksimal.

Bukan hukuman mati atau kebiri kimia," kata Beka dilansir dari Tribun Jabar, Selasa (11/1/2022).

Ketika ditanyakan terkait hukuman berat atau maksimal yang seperti apa, Beka mengaku hukuman maksimal yang sesuai dengan undang-undang KUHP dan undang-undang tentang perlindungan anak.

Terdakwa kasus rudapaksa 13 santriwati di Kota Bandung, Herry Wirawan, saat mengikuti sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Bandung di Jalan LLRE Martadinata Kota Bandung, Selasa (11/1/2022).
Terdakwa kasus rudapaksa 13 santriwati di Kota Bandung, Herry Wirawan, saat mengikuti sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Bandung di Jalan LLRE Martadinata Kota Bandung, Selasa (11/1/2022). (Dok. Kejati Jabar)

Mayoritas setuju tuntutan mati terhadap Herry Wirawan

Di lain pihak, mayoritas mengaku setuju jika hukuman mati dan kebiri kimia diberikan kepada sang predator seksual Herry Wirawan.

Termasuk Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil dan sang istri Atalia Praratya yang sependapat dengan tuntutan mati dan hukuman kebiri yang diberikan JPU kepada Herry Wirawan.

"(Tuntutan) juga sudah memenuhi harapan masyarakat agar pelaku biadab seperti Herry Wirawan ini dituntut hukuman setinggi-tingginya, termasuk hukuman mati yang diajukan oleh jaksa," ujarnya saat ditemui di Cimahi, Rabu (12/1/2022).

Atas hal itu, Emil juga mengapresiasi tuntutan hukuman mati yang dilayangkan Kejati Jabar terhadap Herry Wirawan tersebut.

"Mudah-mudahan hakim juga melihat ini sebagai keadilan dunia yang harus diterima oleh dia yang melakukan kejahatan luar biasa," kata Emil.

Baca juga: Tak Cukup Dihukum Mati dan Kebiri Kimia, Herry Wirawan Sang Perudapaksa Santriwati Juga Dimiskinkan

Sedangkan menurut istri Kang Emil, tuntutan hukuman mati dan kebiri kimia terhadap Herry Wirawan sudah sesuai dengan suara masyarakat.

"Menjawab keinginan publik," katanya melalui ponsel dilansir dari Tribun Jabar, Selasa (11/1/2022).

Wanita yang menjabat Bunda Forum Anak Daerah Provinsi Jawa Barat itu menyebut bahwa tuntutan itu juga sudah sesuai dengan ekspektasinya yang turut mengawal kasus keji ini.

Poin penting lainnya, menurut Atalia, adalah agar masyarakat percaya bahwa negara memang hadir untuk memberikan perlindungan terbaik kepada perempuan dan anak.

Guru pesantren bejat Herry Wirawan
Guru pesantren bejat Herry Wirawan (Istimewa)

"Tuntutan ini sesuai ekspektasi," ujarnya.

Dalam kasus ini, Atalia juga mengapresiasi semua pihak yang menangani kasus ini, terutama kejaksaan.

Sebab, sudah menyiapkan tuntutan seberat-beratnya, yakni hukuman mati dan kebiri kimia.

"Tuntutan hukuman yang berat dan adil," ujar istri Gubernur Jabar Ridwan Kamil tersebut.

Menurut Atalia, tuntutan terberat tersebut sangat penting karena itulah yang paling memenuhi rasa keadilan bagi korban dan keluarga korban.

"Tuntutan dari pihak jaksa penuntut umum terhadap terdakwa diharapkan menjadi efek jera agar kasus serupa tak terulang lagi."

"Kita tetap perlu bersama mengawal proses persidangan sampai hakim menjatuhkan hukuman yang seadil-adilnya pada terdakwa," ujarnya.

Dengan tuntutan yang berat ini, Atalia berharap para korban lainnya mau membuka suara karena predator seks seperti Herry Wirawan ini kemungkinan masih banyak di luar kasus ini.

Baca juga: Setiap Santri Korban Ustaz Herry Wirawan Punya Kisah Mengerikan, Emosi Meledak hingga Ogah Urus Bayi

Kata KPAI

Sementara itu, Kadivwasmonev KPAI, Jasra Putra, berharap tuntutan jaksa dapat membawa rasa keadilan bagi belasan santri dan bayi-bayinya serta keluarga yang menjadi korban.

Dia pun mengapresiasi tuntutan jaksa yang mewakili rasa keadilan keluarga korban dan masyarakat, apalagi hasil putusan itu diusulkan kepada hakim dengan memperhatikan dan berpusat pada pemulihan korban untuk jangka panjang.

"Kami tentu menghormati apa pun keputusan hakim atas tuntutan jaksa," katanya, Selasa (11/1/2022) saat dihubungi Tribunjabar.id.

"Apa yang terjadi di proses persidangan Herry Wirawan ini menunjukkan komitmen penegakan hukum yang berpusat ke pemulihan korban, masa depan anak-anak, dan masa depan bayi."

Herry Wirawan, guru pesantren di Bandung yang merudapaksa 12 santriwatinya hingga melahirkan 9 bayi.
Herry Wirawan, guru pesantren di Bandung yang merudapaksa 12 santriwatinya hingga melahirkan 9 bayi. (ist/tribunjabar)

"Bila dikabulkan hakim, ya tentu akan jadi ancaman untuk para pelaku kejahatan seksual lain."

Dia juga menyoroti beberapa kasus serupa, semisal kasus korban bunuh diri dan dipaksa untuk aborsi sampai meninggal dunia, lalu ada anak yang masih di bawah umur di Jakarta harus menanggung perbuatan bejat pamannya.

"Kini sudah saatnya berani melapor dan memperjuangkan karena tingginya komitmen para aparat penegak hukum dalam memproses kasus-kasus kejahatan seksual."

"Kami berharap restitusi untuk para korban benar-benar dikawal oleh LPSK seperti PP nomor 43 tahun 2017 tentang pelaksanaan restitusi bagi anak yang menjadi korban tindak pidana," ujarnya.

Selanjutnya, Jasra berharap pengawalan dapat berlangsung sampai tuntas dan memberi pendampingan jangka panjang.

Artikel ini disarikan dari TribunJabar.id dengan Topik Guru Rudapaksa Santri

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved