Formula E

Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta Nilai KPK Salah Panggil Wakilnya Soal Formula E

Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta, Iman Satria nilai pemanggilan Anggara Wicitra Sastroamidjojo oleh KPK kurang tepat terkait Formula E.

Tribunnews.com/Abdul Qodir
Gedung KPK. Ketua Komisi E DPRD Jakarta, Iman Satria nilai pemanggilan Wakil Ketua Komisi E DPRD DKI, Anggara Wicitra Sastroamidjojo oleh KPK kurang tepat terkait Formula E. 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina

TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR -Wakil Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta, Anggara Wicitra Sastroamidjojo sempat dipanggil KPK terkait dugaan korupsi penyelenggaraan Formula E.

Selain Ara, sapaannya, Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta, Iman Satria turut ikut dipanggil ke KPK pada Kamis (3/2/2022) lalu.

Namun, Iman menilai bila pemanggilan Ara ke KPK kurang tepat.

"KPK itu salah harusnya dia panggil sekretaris," jelasnya saat dihubungi, Selasa (8/2/2022).

Menurutnya peranan sekretaris komisi lebih berpengaruh karena penandatangan dokumen selalu tertera Ketua dan Sekretaris.

"Harusnya bukan manggil posisi Ara, harusnya posisi sekom. Dia (KPK) pikir peranan wakil ketua itu lebih dominan dari sekom. Padahal peranan sekom itu lebih dominan dari wakil ketua. Saya bilang, apa-apa yang terlibat yang tanda tangan dalam dokumen apapun ketua dan sekom. Oh gitu pak? ya saya jawab. Saya pikir wakil, makanya saya panggil wakil," ucapnya.

Baca juga: Diperiksa KPK, Ketua DPRD DKI Ungkap Commitment Fee Formula E Dibayar Sebelum APBD Disahkan

Berangkat dari pernyataan tersebut, Iman mengatakan tak tertutup kemungkinan bila beberapa anggota Dewan Kebon Sirih juga bakal dipanggil KPK, termasuk Sekretaris Komisi E yang saat ini jabatannya diisi oleh Johnny Simanjuntak.

"Bisa (pemanggilan sekom). Ya kan Komisi E ramai tambah ramai lagi kan, ini sudah 100 persen benar. Apa sih yang gak benar? ini hanya saya melihat supaya kita mengawasi dengan baik karena uangnya besar, Rp 560 ?miliar. itu doang," imbuhnya.

Cerita Ketua Komisi E DPRD DKI Saat Dipanggil KPK Selidiki Dugaan Korupsi Formula E

Ketua Komisi E DPRD DKI Iman Satria saat ditemui usai rapat, di DPRD DKI, Jakarta Pusat, Selasa (4/2/2020).
Ketua Komisi E DPRD DKI Iman Satria saat ditemui usai rapat, di DPRD DKI, Jakarta Pusat, Selasa (4/2/2020). (Tribunnews.com/ Danang Triatmojo)

Ketua Komisi E DPRD Jakarta Fraksi Gerindra, Iman Satria ikut dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan korupsi penyelenggaraan Formula E.

Imam menjadi satu diantara anggota Dewan Kebon Sirih yang dipanggil KPK pada Kamis (3/2/2022) lalu selain Wakil Ketua Komisi E, Anggara Wicitra Sastroamidjojo.

Ia mengatakan pemanggilannya ke Gedung Merah Putih itu berbarengan dengan Ara, sapaan Anggara.

"Bukan nggak salah, memang ada (Anggara), bareng, jamnya bareng," katanya saat dihubungi, Selasa (8/2/2022).

Lantas bagaimana proses penyidikan terhadap Iman?.

Saat dihubungi, Iman menuturkan pemanggilannya hanya sebatas penganggaran saja.

Baca juga: Pimpin Interpelasi Anies soal Formula E, Besok Justru Ketua DPRD DKI Diperiksa Badan Kehormatan

Sehingga ia menceritakan kepada penyidik bagaimana proses penganggaran pada tahun 2020 lalu.

"Sebatas penganggaran. Kronologi penganggaran yang pada saat 2020 ya," ucapnya.

Menurutnya, pemanggilan tersebut sebatas mencari informasi lantaran masih tahap pengumpulan informasi, terutama yang berkaitan dengan mekanisme anggaran.

"Iya (dua kali permintaan anggaran) yang pertama kan yang di 2019 APBD Perubahan. Terus kedua di APBD 2020 penetapan atau APBD murni. Itu yang ditanyakan, ya saya jawab betul, ada permintaan melalui Dinas Pemuda dan Olahraga sekitar 22 juta poundsterling. Tapi realisasinya hanya 11 juta poundsterling karena ada realokasi anggaran untuk Covid-19," ungkapnya.

Baca juga: Di Bawah Guyuran Hujan, Ketua DPRD DKI Sambangi KPK Bawa Sebundel Dokumen APBD Terkait Formula E

Selama proses penyidikan, Iman mengatakan memberikan keterangan yang ia ketahui.

Sehingga pertanyaan yang diajukan pihak penyidik dijawabnya dan semuanya terkait pembahasan seputaran anggaran.

"Prosesnya iya, jelasin. Ini ada di RPJMD atau tidak, turun ke KUA PPAS gimana, terus ke RKPD gimana, kayak gitu, dan semua normatif,"

"Ya kalau KPK menyoroti, bisa saja KPK punya dugaan-dugaan yang kita tidak tahu. Tapi selama ini sebatas baru pengumpulan informasi jadi enggak tahu fokus kemana, dimana titik beratnya," tandasnya.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved