Cerita Kriminal
Anaknya Dibuang hidup-hidup ke Sungai, Ortu Handi Syok dengan Perlakuan Kolonel Priyanto: Kok Tega
Etes Hidayatulloh, ayah dari Handi Saputra (17) menganggap perbuatan Kolonel Inf Priyanto yang didakwa melakukan pembunuhan berencana biadab.
Penulis: Bima Putra | Editor: Wahyu Septiana
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra
TRIBUNJAKARTA.COM, CAKUNG - Etes Hidayatulloh, ayah dari Handi Saputra (17) menganggap perbuatan Kolonel Inf Priyanto yang didakwa melakukan pembunuhan berencana biadab.
Hal ini disampaikan Etes saat dihadirkan sebagai saksi oleh Oditur Militer Tinggi II Jakarta dalam sidang perkara di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada Selasa (15/3/2022).
Awalnya, anggota Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta Kolonel Chk Surjadi Syamsir bertanya apa yang hendak disampaikan Etes atas petaka yang menimpa anaknya.
"Bagaimana perasaan bapak, hatinya bapak. Sampaikan saja," kata Surjadi di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (15/3/2022).
Etes pun menjawab bahwa tindakan Priyanto yang menyuruh Koptu Ahmad Soleh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko membuang Handi ke Sungai Serayu, Jawa Tengah perbuatan tega.

Pasalnya berdasar hasil pemeriksaan saksi di lokasi kejadian Handi masih hidup saat dibawa masuk ke dalam mobil Isuzu Panther.
Bahkan tampak menahan sakit meski tidak berucap apapun.
Baca juga: Kejamnya Kolonel Priyanto, Handi Merintih Diletakkan di Bagasi, Ketemu Puskesmas Minta Tancap Gas
Hasil autopsi tim dokter RSUD Margono yang melakukan pemeriksaan pun menyatakan bahwa Handi dalam keadaan masih hidup saat dibuang ke Sungai Serayu, Jawa Tengah.
"Kok tega melihat orang kesakitan dalam mobil. Merintih, kok tega. Enggak ada rasa ibanya untuk dibawa ke Rumah Sakit," ujar Etes di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta.
Dia mengatakan sebagai orangtua hatinya hingga kini masih merasa sakit atas petaka yang menimpa sang anak atas perbuatan didalangi oknum anggota perwira TNI AD itu.
Etes menyampaikan bila kasus anaknya murni kecelakaan lalu lintas yang tidak disengaja dia masih bisa menerima kejadian, bahkan mungkin bersedia masalah diselesaikan kekeluargaan.

"Kalau kecelakaan lalu lintas saya menerima. Dengan cara kekeluargaan, bagaimana baiknya. Mungkin kalau anak saya dibawa ke Puskesmas masih bisa hidup," tutur Etes.
Surjadi kemudian menanyakan apa hukuman yang diinginkan kepada Priyanto yang didakwa melakukan pembunuhan berencana, penculikan, hingga menghilangkan mayat.
Tapi Etes menyatakan tidak menuntut hukuman tertentu dan menyerahkan seluruh proses hukum kepada Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta yang menangani perkara.
"Kalau dihukum mati juga anak saya juga tidak akan kembali. Kalau kecelakaan lalu lintas biasa. Tapi ini ditabrak, dibuang," lanjut dia.
Jajang, ayah Salsabila (14) yang dihadirkan Oditurat Militer Tinggi II Jakarta sebagai saksi dalam sidang juga menyampaikan hal serupa saat ditanya Surjadi bagaimana perasaannya.
Baca juga: HEBOH Oknum TNI Terlibat di Kerangkeng Manusia Bupati Langkat, Andika Perkasa Bicara Soal Hukuman
Jajang menjawab tindakan membuang putrinya ke Sungai Serayu, Jawa Tengah yang mengakibatkan jasad putrinya ditemukan dalam keadaan mengenaskan tidak bisa diterima.
"Tidak bisa (diterima)," kata Jajang.
"Tidak bisa diterima. Karena biadab," timpal Etes.
Mendengar keterangan Etes dan Jajang, Priyanto yang dihadirkan secara langsung di ruang sidang utama Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta hanya diam terduduk di kursi dekat penasihat hukum.
Sidang berlanjut ke tahap pemeriksaan saksi, diawali dari pihak Oditur Militer karena setelah sidang dakwaan Selasa (8/3/2022) Priyanto menyatakan tidak mengajukan eksepsi atau keberatan.
Pada sidang sebelumnya Wirdel sudah menyampaikan dakwaan kepada Priyanto yang isinya menyatakan oknum perwira menengah TNI AD tersebut disangkakan dakwaan gabungan.

Pasal Primer 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana jo Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang Penyertaan Pidana, Subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Subsider pertama Pasal 328 KUHP tentang Penculikan juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP, subsider kedua Pasal 333 KUHP Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Subsider ketiga Pasal 181 KUHP tentang Mengubur, Menyembunyikan, Membawa Lari, atau Menghilangkan Mayat dengan Maksud Menyembunyikan Kematian jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Bila mengacu pada pasal 340 KUHP yang dijadikan dakwaan primer, Priyanto terancam hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama rentan waktu tertentu, atau paling lama 20 tahun penjara.
Minta maaf dan ngaku khilaf

Kolonel Infanteri Priyanto selaku terdakwa kasus dugaan tabrak lari disertai pembunuhan berencana sejoli Handi Saputra (17) dan Salsabila (14), menyampaikan permintaan maaf kepada orang tua korban.
Hal itu disampaikan Kolonol Inf Priyanto saat perkara yang menjeratnya disidangkan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Cakung, Jakarta Timur, Selasa (15/3/2022). Sidang tersebut beragendakan pemeriksaan saksi.
Permintaan maaf disampaikan Kolonel Inf Priyanto kepada Etes Hidayatulloh selaku ayahanda dari Handi Saputra dan Jajang selaku ayahanda Salsabila.
Orang tua Handi Saputra dan Salsabila dihadirkan pihak Oditur Militer ke persidangan sebagai saksi perkara Kolonel Inf Priyanto.
Priyanto yang kini sudah berstatus sebagai terdakwa itu mengaku khilaf telah membuang tubuh Handi Saputra dan Salsabila ke Sungai Serayu, Jawa Tengah, setelah kecelakaan pada 8 Desember 2021 lalu.
Baca juga: Kejamnya Kolonel Priyanto, Handi Merintih Diletakkan di Bagasi, Ketemu Puskesmas Minta Tancap Gas
"Kami khilaf," kata Priyanto kepada Etes dan Jajang sambil membuka masker yang dikenakannya di ruang sidang.
Priyanto berusaha meminta maaf kepada orang tua kedua korban setelah sempat dilarang oleh Hakim Ketua Brigjen TNI Faridah Faisal.
Sebab, sidang kali ini beragendakan pemeriksaan saksi dan bukan agenda lain.

Priyanto sedianya diminta majelis hakim untuk menanggapi kesaksian Kopda Andreas Dwi Atmoko.
Namun, dia meminta izin kepada majelis makim untuk diberi waktu memohon maaf atas tindakan bersama Koptu Ahmad Soleh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko.
Menurut hakim Farida, agenda pemeriksaan saksi bukan waktu yang tepat bagi Priyanto untuk menyampaikan permohonan maaf.
Terlebih, Etes dan Jajang sudah menyatakan hati mereka terluka.
Baca juga: Sebelum Buang Sejoli Nagreg ke Sungai, Kolonel Priyanto Nyatanya Habis Ngamar dengan Teman Wanita
Baca juga: Itu Anak Orang Pak Bergetarnya Kopda Andreas Mohon Kolonel Priyanto Tak Buang Sejoli Kasus Nagreg
Etes dan Jajang sebelumnya mengaku sakit hati atas perbuatan Priyanto yang tidak membawa anak mereka ke rumah sakit usai ditabrak mobil, tapi justru membuang kedua korban ke Sungai Serayu.
"Saya melihat ini masih kondisi. Kita dengarkan bersama tadi (Etes dan Jajang) semakin lama semakin sakit hati. Ditunda dulu ya, ditunda dulu mungkin ya," ujar Farida.

Setelah mendengar instruksi Farida, Priyanto yang didakwa pasal pembunuhan berencana dan terancam hukuman mati, akhirnya menurut dan berhenti berbicara.
Sementara, Etes dan Jajang yang memberi keterangan sebagai saksi terkait upaya mereka mencari anaknya yang dibuang ke Sungai Serayu hanya diam tanpa menanggapi mendengar Priyanto.
"Kami tidak memberikan kesempatan itu (menyampaikan maaf) karena ada keterangan masih sakit hati. Biarkanlah kasus hukum yang bicara," lanjut Farida.