Kolonel Priyanto Akui Bodoh Buang Handi & Salsabila ke Sungai, Berharap Keluarga Korban Memaafkan

Kolonel Priyanto akui bertindak bodoh membuang sejoli Handi dan Salsabila ke Sungai Serayu.

Penulis: Siti Nawiroh | Editor: Yogi Jakarta
Tribun Jakarta/Bima Putra
Terdakwa pembunuhan sejoli Nagreg, Kolonel Priyanto mengaku bersalah dan berharap keluarga Handi dan Salsabila memberi maaf. 

TRIBUNJAKARTA.COM - Kolonel Priyanto akui bertindak bodoh membuang sejoli Handi dan Salsabila ke Sungai Serayu.

Untuk itu, Kolonel Priyanto meminta maaf dan menyesali atas apa yang dilakukannya.

Permohonan maaf ini disampaikan Priyanto usai tim penasihat hukumnya menyampaikan nota pembelaan atau pleidoi atas tuntutan Oditurat Militer Tinggi II Jakarta.

Selain menyesal, Kolonel Priyanto mengakui tindakannya bersama Kopda Andreas Dwi Atmoko dan Koptu Ahmad Soleh pada 8 Desember 2021 tersebut salah.

Kolonel Priyanto menyesal membuang Handi dan Salsabila ke sungai setelah menjadi korban tabrakan.

Baca juga: Pledoi Kolonel Priyanto Beda Jauh dari Pengakuannya: Sekarang Bilang Usul ke Anak Buah Tolong Korban

"Bahwa kami sangat menyesali apa yang saya lakukan, dan kami sangat merasa bersalah," kata Priyanto di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (10/5/2022).

Saat ini, Kolonel Priyanto belum mengungkapkan permintaan maafnya secara langsung kepada keluarga korban.

Priyanto kini ditahan di Rutan Pomdam Jaya dituntut hukuman seumur hidup penjara dan pemecatan dinas.

Kolonel Priyanto menjalani sidang pledoi dalam kasus kematian sejoli Nagreg.
Kolonel Priyanto menjalani sidang pledoi dalam kasus kematian sejoli Nagreg. (Tribun Jakarta/Bima)

Ia meminta maaf lantaran tindakannya telah merusak nama baik TNI.

"Kami sudah merusak institusi TNI, khususnya TNI AD," tuturnya.

Di sisi lain, Kolonel Priyanto berharap tindakannya bisa dimaafkan oleh keluarga Handi dan Salsabila.

"Dan saya sampai saat ini belum sempat mengucapkan maaf kepada keluarga korban, saat ini saya berusaha menyampaikan permintaan maaf," ujarnya.

Di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta yang dipimpin Hakim Ketua Brigadir Jenderal TNI Faridah Faisal, Priyanto menyatakan tindakannya merupakan sebuah kebodohan.

Dia berjanji tidak akan mengulangi perbuatan serupa di lain waktu.

"Saya memohon maaf sebesar-besarnya dan saya penyesalan yang sangat dalam,"

"Kami mohon kiranya yang mulia bisa melihat dari apa yang kami lakukan, hal itu memang sangat sangat bodoh sekali," tuturnya.

Baca juga: Pernah Ikut Operasi Timor Timur, Kolonel Priyanto Minta Vonis Ringan dari Majelis Hakim

Sudah ikhlas kalau dipecat

Sementara itu dilansir dari Kompas.com, kuasa hukum Kolonel Priyanto, Mayor Chk Tb Harefa mengatakan kliennya sudah ikhlas dipecat dari TNI.

"Soal cabut (dari) dinas TNI, kami sudah sepakat. Artinya kami sudah ikhlas, dari terdakwa juga. Terdakwa sudah terima karena rasa penyesalan tadi terhadap TNI," ujar Harefa di Pengadilan Militer Tinggi II, Cakung, Jakarta Timur, Selasa (10/5/2022).

Kolonel Inf Priyanto saat dihadirkan sebagai terdakwa dalam sidang perkara dugaan pembunuhan berencana sejoli Nagreg, Jakarta Timur, Selasa (10/5/2022).
Kolonel Inf Priyanto saat dihadirkan sebagai terdakwa dalam sidang perkara dugaan pembunuhan berencana sejoli Nagreg, Jakarta Timur, Selasa (10/5/2022). (TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA)

Di sisi lain, Kolonel Priyanto memohon majelin hakim agar hukumannya diringankan.

Kuasa hukum Priyanto, Letda Chk Aleksander Sitepu mengatakan, kliennya telah berusaha menjalani proses hukum dengan sikap baik.

"Terdakwa tetap tegar menghadapi hari-hari dalam menjalani proses peradilan yang melelahkan fisik dan jiwa," ujar Aleksander membacakan pleidoi.

Ia juga meminta hakim melihat pengabdian Priyanto untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam Operasi Seroja di Timor Timur.

Akibat operasi itu, Priyanto mendapatkan tanda jasa setya lencana kesetiaan delapan tahun, 16 tahun, 24 tahun, dan setya lencana seroja.

"Terdakwa pernah mempertaruhkan jiwa raganya untuk NKRI melaksanakan tugas operasi di Timor Timor. Terdakwa belum pernah dihukum," kata Aleksander.

Di sisi lain, Aleksander juga mengatakan, terdakwa sangat sopan dan sangat mengindahkan tata krama militer.

Sangat berterus terang, tidak bertele-tele, dan sangat kooperatif selama pengadilan.

Lebih lanjut, Aleksander menyebut terdakwa merupakan kepala rumah tangga dan tulang punggung keluarga yang masih mempunyai tanggungjawab memberi nafkah.

Baca juga: Handi Saputra Berpeluang Besar Selamat jika Dibawa ke RS, Kolonel Priyanto Berkilah: Saya Orang Awam

"Masih mempunyai beban tanggung jawab terhadap empat orang anak yang cukup berat bagi terdakwa beserta keluarganya,"

"Terdakwa menyesali perbuatannya dan tak akan mengulanginya lagi," sambung Aleksander.

Handi bisa saja masih hidup jika tak dibuang ke sungai

Rekontruksi kasus tabrak lari Salsa dan Handi digelar di Jalan Raya Bandung-Garut tepatnya di Desa Ciaro Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung, Senin (3/11/2021).
Rekontruksi kasus tabrak lari Salsa dan Handi digelar di Jalan Raya Bandung-Garut tepatnya di Desa Ciaro Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung, Senin (3/11/2021). (Tribun Jabar / Lutfi Ahmad)

Seharusnya remaja korban kecelakan di Nagreg, Handi Saputra (17) kini masih hidup dan bisa berkumpul dengan keluarganya.

Ahli forensik, dr Muhammad Zaenuri Syamsu Hidayat mengatakan berdasarkan hasil autopsi, Handi masih hidup saat dibuang oleh Kolonel Priyanto dan dua anak buahnya ke Sungai Serayu.

Pasalnya ditemukan pasir halus dalam tenggorokan Handi.

Namun Handi dibuang ke Sungai Serayu dalam keadaan tidak sadarkan diri karena saat proses autopsi tidak ditemukan ada pasir pada bagian organ lambung.

Zaenuri yang dihadirkan sebagai ahli dalam sidang Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada Kamis (31/3/2022) juga menyampaikan dari hasil autopsi Handi tidak menderita luka fatal.

Sehingga bila usai kejadian kecelakaan di Jalan Raya Nagreg, Kabupaten Bandung Priyanto membawa Handi ke fasilitas kesehatan maka peluang hidup korban untuk selamat sangat besar.

"Besar, besar. Karena dia hanya (mengalami luka) patah linear saja ya. Orang pendarahan di otak saja menunggu proses lama baru meninggal," kata Zaenuri di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Kamis (31/3/2022).

(TribunJakarta/Kompas)

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved