Oditur Militer Anggap Pleidoi Kolonel Priyanto Trik untuk Ringankan Hukuman Kasus Sejoli Nagreg

Oditurat Militer Tinggi II Jakarta menanggapi pleidoi yang disampaikan tim penasihat hukum Kolonel Inf Priyanto dalam sidang kasus sejoli Nagreg

TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA
Oditur Militer Tinggi II Jakarta Kolonel Sus Wirdel Boy saat menghadiri sidang beragenda pembacaan pleidoi dari tim penasihat hukum Kolonel Inf Priyanto di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (10/5/2022). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra

TRIBUNJAKARTA.COM, CAKUNG - Oditurat Militer Tinggi II Jakarta menanggapi nota pembelaan atau pleidoi yang disampaikan tim penasihat hukum Kolonel Inf Priyanto dalam sidang kasus sejoli Nagreg, Selasa (10/5/2022).

Oditur Militer Tinggi II Jakarta Kolonel Sus Wirdel Boy mengatakan setelah mendengar pleidoi pihaknya tetap meyakini Priyanto bersalah melakukan pembunuhan berencana.

Bahwa Priyanto bersalah karena saat membuang sejoli Handi Saputra (17) dan Salsabila (14) ke aliran Sungai Serayu pada 8 Desember 2021 lalu Handi masih hidup, sehingga dianggap pembunuhan.

"Hasil pemeriksaan yang kita lakukan kemarin ahli juga menyampaikan bahwa dalam kenyataannya Handi Saputra itu masih dalam keadaan pingsan," kata Wirdel, Selasa (10/5/2022).

Keterangan ahli dimaksud yakni dokter Zaenuri Syamsu Hidayat yang melakukan autopsi jenazah Handi berdasarkan permintaan penyidik Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI.

Baca juga: Kekeuh Buang Sejoli Dalam Kondisi Meninggal, Kolonel Priyanto Mau Dihukum Ringan: Punya Banyak Jasa

Dari hasil autopsi yang jadi barang bukti penyidikan tersebut ditemukan pasir dan air dalam rongga dada Handi, sehingga secara medis diyakini korban masih hidup saat dibuang ke Sungai Serayu.

Berdasar hasil autopsi dokter Zaenuri, ketika dibuang ke Sungai Serayu, Jawa Tengah Handi dalam keadaan pingsan ketika dibuang lalu meninggal dunia karena tenggelam.

"Seorang pingsan dibuang ke dalam air itu pasti meninggal dunia. Beda dengan orang yang masih sadar, yang masih bisa mempertahankan diri. Masih ada kesempatan berenang atau apa," ujarnya.

Tim penasihat hukum Kolonel Inf Priyanto saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (10/5/2022).
Tim penasihat hukum Kolonel Inf Priyanto saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (10/5/2022). (TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA)

Beda dengan tim penasihat hukum Priyanto yang menyatakan Handi sudah meninggal berdasar keterangan klien mereka dan Kopda Andreas Dwi Atmoko, serta Koptu Ahmad Soleh.

Wirdel menuturkan pihaknya mengapresiasi isi pembelaan tim penasihat hukum Priyanto karena mengakui tindakan membuang kedua korban ke Sungai Serayu salah.

Namun, menurutnya nota pembelaan yang menyangkal dakwaan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana, Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, Pasal 328 KUHP tentang Penculikan.

Kemudian Pasal 333 KUHP tentang Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang sebagai upaya meringankan hukuman Priyanto dalam perkara ditangani Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta.

Baca juga: Pledoi Kolonel Priyanto Beda Jauh dari Pengakuannya: Sekarang Bilang Usul ke Anak Buah Tolong Korban

Pasalnya tim penasihat hukum hanya mengakui Priyanto melanggar Pasal 181 KUHP tentang menghilangkan atau membuang mayat yang menjadi dakwaan subsider ketiga Oditur Militer.

"Ini sebetulnya satu trik bahwa mereka ingin keringanan hukuman. Kalau keringanan hukuman nanti tergantung majelis yang menentukan, sampai sejauh mana keringanan yang akan disampaikan," tuturnya.

Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana mengatur soal hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama rentan waktu tertentu, atau paling lama 20 tahun penjara.

Sementara Pasal 181 KUHP tentang mengubur, menyembunyikan, membawa lari, atau menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian diancam sembilan bulan penjara.

Wirdel mengatakan menanggapi isi pleidoi tim penasihat hukum Priyanto pihaknya akan mengajukan replik atau tanggapan atas nota pembelaan yang disampaikan pada sidang lanjutan Selasa (17/5/2022).

"Di replik kami akan kami sampaikan hal-hal yang menguatkan tuntutan. Akan kami tampilkan juga nanti beberapa pendapat ahli tentang pembunuhan berencana, tentang merampas kemerdekaan, dan tentang pembuangan mayat," lanjut Wirdel.

Kolonel Priyanto Ikhlas Bila Dipecat dari TNI Tapi Tak Mau Ditahan Seumur Hidup

Anggota tim penasihat hukum Priyanto, Mayor TB. Harefa saat memberi keterangan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (10/5/2022).
Anggota tim penasihat hukum Priyanto, Mayor TB. Harefa saat memberi keterangan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (10/5/2022). (TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA)

Penasihat hukum Kolonel Inf Priyanto menyatakan klien mereka sudah ikhlas bila dipecat dari TNI AD atas kasus dugaan pembunuhan berencana sejoli Nagreg, Handi Saputra (17) dan Salsabila (14).

Anggota tim penasihat hukum Priyanto, Mayor TB. Harefa mengatakan berdasar pembicaraan yang dilakukan pihaknya Priyanto sudah ikhlas atas tuntutan pidana tambahan dari Oditur Militer tersebut.

"Soal cabut dinas TNI kami sudah sepakat. Artinya kami sudah ikhlas, dari terdakwa juga. Terdakwa sudah terima karena rasa penyesalan tadi terhadap TNI," kata Harefa di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (10/5/2022).

Dalam perkara ini pihaknya hanya berharap Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta tidak menjatuhkan vonis hukuman seumur hidup penjara sebagaimana tuntutan pokok Oditur Militer.

Lewat nota pembelaan atau pleidoi yang disampaikan, tim penasihat hukum menyangkal Priyanto melanggar Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Baca juga: Kolonel Priyanto Akui Bodoh Buang Handi & Salsabila ke Sungai, Berharap Keluarga Korban Memaafkan

Mereka juga membantah Priyanto melanggar Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, Pasal 328 KUHP tentang Penculikan, dan Pasal 333 KUHP tentang Kejahatan Terhadap Kemerdekaan.

Dari seluruh dakwaan Oditur Militer yang disusun dalam bentuk dakwaan gabungan, tim penasihat hukum hanya sependapat bila Priyanto melanggar Pasal 181 KUHP tentang menghilangkan mayat.

Dengan alasan sebelum dibawa Priyanto ke dalam mobil lalu dibuang ke Sungai Serayu, Jawa Tengah kedua korban sudah dianggap meninggal akibat kecelakaan lalu lintas di Jalan Raya Nagreg.

Kolonel Inf Priyanto saat dihadirkan sebagai terdakwa dalam sidang perkara dugaan pembunuhan berencana sejoli Nagreg, Jakarta Timur, Selasa (10/5/2022).
Kolonel Inf Priyanto saat dihadirkan sebagai terdakwa dalam sidang perkara dugaan pembunuhan berencana sejoli Nagreg, Jakarta Timur, Selasa (10/5/2022). (TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA)

"Jadi kami sepakat dengan Oditur dakwaan (Pasal) 181, jadi membuang mayat. Sementara Pasal 340, Pasal 338 kami bantah. Intinya saat terjadi tabrakan kedua korban sudah meninggal," ujarnya.

Bila mengacu pada Pasal 181 KUHP yang dalam Oditur Militer Tinggi II masuk menjadi sangkaan subsider tiga, ancaman hukuman dalam pasal tersebut lebih rendah dibanding Pasal 340 KUHP.

Baca juga: Pledoi Kolonel Priyanto Beda Jauh dari Pengakuannya: Sekarang Bilang Usul ke Anak Buah Tolong Korban

Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana mengatur soal hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama rentan waktu tertentu, atau paling lama 20 tahun penjara.

Sementara Pasal 181 KUHP tentang mengubur, menyembunyikan, membawa lari, atau menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian diancam sembilan bulan penjara.

Sebelumnya, Oditur Militer Tinggi II Jakarta Kolonel Sus Wirdel Boy meminta Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta menjatuhkan vonis bersalah kepada Priyanto.

Yakni tuntutan seumur hidup penjara karena dari fakta-fakta persidangan dianggap melanggar Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.

"Pidana tambahan dipecat dari dinas militer TNI AD," ujar Wirdel, Kamis (21/4/2022).

Sangkaan Pasal 340 KUHP karena berdasar keterangan saksi dan ahli doker forensik Handi dinyatakan masih hidup saat dibuang ke Sungai Serayu lalu meninggal karena tenggelam.

Kolonel Priyanto Akui Bodoh Buang Handi & Salsabila ke Sungai,

Kolonel Priyanto akui bertindak bodoh membuang sejoli Handi dan Salsabila ke Sungai Serayu.

Untuk itu, Kolonel Priyanto meminta maaf dan menyesali atas apa yang dilakukannya.

Permohonan maaf ini disampaikan Priyanto usai tim penasihat hukumnya menyampaikan nota pembelaan atau pleidoi atas tuntutan Oditurat Militer Tinggi II Jakarta.

Selain menyesal, Kolonel Priyanto mengakui tindakannya bersama Kopda Andreas Dwi Atmoko dan Koptu Ahmad Soleh pada 8 Desember 2021 tersebut salah.

Kolonel Priyanto menyesal membuang Handi dan Salsabila ke sungai setelah menjadi korban tabrakan.

Baca juga: Pledoi Kolonel Priyanto Beda Jauh dari Pengakuannya: Sekarang Bilang Usul ke Anak Buah Tolong Korban

"Bahwa kami sangat menyesali apa yang saya lakukan, dan kami sangat merasa bersalah," kata Priyanto di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (10/5/2022).

Saat ini, Kolonel Priyanto belum mengungkapkan permintaan maafnya secara langsung kepada keluarga korban.

Priyanto kini ditahan di Rutan Pomdam Jaya dituntut hukuman seumur hidup penjara dan pemecatan dinas.

Ia meminta maaf lantaran tindakannya telah merusak nama baik TNI.

"Kami sudah merusak institusi TNI, khususnya TNI AD," tuturnya.

Di sisi lain, Kolonel Priyanto berharap tindakannya bisa dimaafkan oleh keluarga Handi dan Salsabila.

"Dan saya sampai saat ini belum sempat mengucapkan maaf kepada keluarga korban, saat ini saya berusaha menyampaikan permintaan maaf," ujarnya.

Di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta yang dipimpin Hakim Ketua Brigadir Jenderal TNI Faridah Faisal, Priyanto menyatakan tindakannya merupakan sebuah kebodohan.

Dia berjanji tidak akan mengulangi perbuatan serupa di lain waktu.

"Saya memohon maaf sebesar-besarnya dan saya penyesalan yang sangat dalam,"

"Kami mohon kiranya yang mulia bisa melihat dari apa yang kami lakukan, hal itu memang sangat sangat bodoh sekali," tuturnya.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved