Anies Banggakan JIS tapi Abaikan ITF, Pengamat: Tak Ada Kemauan Gubernur Tangani Sampah di Jakarta

 Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan begitu bersemangat membangun Jakarta International Stadium (JIS), namun mengabaikan proyek ITF.

Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Elga H Putra
Kolase Tribun Jakarta via Instagram @jakintstadium dan TribunJakarta
Kolase foto JIS (kiri) dan ITF Sunter yang mangkrak (kanan). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina

TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan begitu bersemangat membangun Jakarta International Stadium (JIS), namun mengabaikan proyek intermediate treatment facility (ITF) di DKI Jakarta.

Diketahui, ITF yang berada di Sunter, Jakarta Utara mangkrak meski perencanaannya sudah ada sejak era Gubernur Fauzi Bowo.

Padahal, pembangunan ITF Sunter digadang-gadang Gubernur Anies Baswedan sebagai solusi untuk mengatasi masalah sampah di ibu kota.

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah mengkritisi proyek intermediate treatment facility (ITF) di DKI Jakarta.

Pasalnya, perencanaan ITF sudah ada sejak era Gubernur Fauzi Bowo.

Baca juga: Proyek ITF Mangkrak, Pengamat Singgung Kemauan Politik dan Adanya Dugaan Unsur Kesengajaan

Namun, hingga menjelang era Gubernur Anies Baswedan berakhir pada Oktober mendatang, ITF yang dapat mengatasi permasalahan sampah di Ibu Kota ini belum juga terealisasi.

Alhasil, proyek yang mangkrak ini mendapatkan banyak sorotan dari dewan legislatif Kebon Sirih, khususnya ITF Sunter yang diketahui telah ditinggalkan investornya.

Melihat hal ini, ada dua hal yang disoroti oleh Trubus.

Suasana terbaru di lokasi pembangunan ITF Sunter, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (14/10/2021).
Suasana terbaru di lokasi pembangunan ITF Sunter, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (14/10/2021). (TribunJakarta.com/Gerald Leonardo Agustino)

Pertama ia menyebut soal political will atau kemauan politik.

"Jadi menurut saya memang pertama bahwa ketidakadaan political will (keinginan politik) untuk mengelola sampah di DKI Jakarta dengan membangun ITF itu sendiri," jelasnya saat dihubungi, Minggu (29/5/2022)

Hal inilah yang dinilai minim oleh Trubus.

Ia pun membandingkannya dengan pembangunan Jakarta International Stadium (JIS) yang berhasil terbangun di tahun ini.

"Ini gak ada political will, kemauan politiknya itu sangat minim.

Jadi lebih kepentingan politik, lebih ke misalnya pembangunan JIS lebih diutamakan dari pada bangunan sampah," lanjutnya.

Baca juga: Jelang Formula E, Ancol dan Jakpro Dituding Rugi 1 Triliun, Loyalis Anies Garda Terdepan Bereaksi

Kedua, menyoal dugaan unsur kesengajaan.

Ia menduga ada unsur ini dari masalah proyek ITF yang belum juga bisa terselesaikan.

"Kedua, kelihatan Pemprov DKI, oknum-oknum Pemprov DKI lebih menikmati, para pengambil kebijakan lebih menikmati sampah itu dikelola oleh yang slma ini berjalan dengan Bantargebang itu.

Di situ kan ada anggaran yang memang dihibahkan cukup besar di sini. Kelihatannya para pejabat menikmati mengambil keputusan itu menikmati adanya anggaran yang besar terhadap hibah pengelolaaan sampah di Bantargebang," lanjutnya.

Masterplan dari pembangunan pengolahan sampah dalam kota Fasilitas Pengolahan Sampah Antara (FPSA) atau Intermediate Treatment Facility (ITF) Sunter, yang sempat diproyeksikan selesai pada tahun 2022 mendatang.
Masterplan dari pembangunan pengolahan sampah dalam kota Fasilitas Pengolahan Sampah Antara (FPSA) atau Intermediate Treatment Facility (ITF) Sunter, yang sempat diproyeksikan selesai pada tahun 2022 mendatang. (Dok. Jakpro)

"Ya ke sana, sudah menjadi penyakit yang akut. Jadi ya korupsi yang akut itu. Jadi korupsi yang akut itu persoalan Bantargebang, karena kan selama ini keluhan-keluhan di bantargebang sendiri seiring dgn meluasnya bau, meluasnya banyaknya sampah juga.

Itukan mereka juga sering, karena apa? karena uang diterima itukan kecil sekali di tingkat masyarakat, RT, RW sekitar situ. Jadi keliatannya itu ada unsur kesengajaan," tandasnya.

Sebelumnya, Direktur Utama PT Jakarta Propertindo Widi Amanasto ungkap alasan dibalik bengkaknya biaya pembangunan intermediate treatment facility (ITF) Sunter, Jakarta Utara dari Rp4 triliun menjadi Rp5,2 triliun.

Hal ini dibeberkannya dalam rapat bersama Komisi D DPRD DKI terkait pengelolaan sampah yang berlangsung pada Senin (24/5/2022) kemarin.

"Pertama, pengajuan pinjaman kita waktu SMI (PT SMI). Kita ajukan SMI nilai Rp4 T. Bunga yang kita bayarkan melalui Pemprov ke SMI sekitar Rp 1,2 triliun. Jadi total yang harus dibayarkan adalah Rp5,2 triliun, karena ini pinjaman komersial melalui SMI yang dulu di banggar tidak diterima," katanya.

Secara singkat, penambahan biaya ini lantaran pembayaran bunga yang ada yakni sebesar Rp1,2 triliun.

Baca juga: JIS dan Sirkuit Formula E Dikebut, ITF Sunter Mangkrak, DPRD: Olahraga Lebih Penting dari Sampah?

Padahal dalam RAPBD 2022, Jakpro mengajukan persetujuan dana pinjaman ke pihak DPRD DKI sebesar Rp4 triliun.

"Ini sebenarnya di luar perjanjian yang dilakukan dengan Fortum (PT Fortum Finlandia), sehingga mereka mundur dan mereka akuisisi dari keseluruhan,"

"Sekarang kita bebas pilih mitra siapapun, kita waktu itu tidak pilih mitra tapi melalui pinjaman menggunakan SMI yang kita masalahkan, jadi problematika tidak berjalannya ini," paparnya.

Membengkaknya dana ini pun sempat ditanyakan oleh Ketua Komisi D DPRD DKI Ida Mahmudah.

"Itu anggarannya tidak sebesar ini. Tidak sebesar Rp 5,2 (triliun). Waktu iti sekitar 4 Triliun. Bahkan sy katakan kepada fortun ini kalau mau di tekan sebenarnya Rp 3 T cukup. Kalau mau ditekan," ucapnya.

Pinjaman Dana untuk ITF Sunter Ditolak DPRD 

Pembangunan ITF Sunter digadang-gadang Gubernur Anies Baswedan sebagai solusi untuk mengatasi masalah sampah di ibu kota.

Terlebih, DKI hingga kini masih sangat tergantung pada Kota Bekasi untuk membuang sampah yang dihasilkan warganya ke TPST Bantargebang.

Awalnya, Anies berencana membangun ITF Sunter pada 2019 lalu dan ditargetkan rampung 2022 mendatang.

Namun, proyek ITF Sunter beberapa kali ditinggal investor sehingga pembangunannya belum juga dimulai hingga saat ini.

Untuk memulai pembangunan ITF Sunter, Pemprov DKI sempat mengajukan pinjaman Rp4 triliun kepada DPRD.

Namun, pengajuan pinjaman tersebut tak direstui legislatif.

Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi mengatakan, pengajuan ini dicoret lantaran PT Jakpro dinilai tak bisa menjelaskan rincian penggunaan anggaran triliunan rupiah tersebut.

"Pengajuan yang ditolak Rp4 triliun lebih," ucap Pras, sapaan akrab Prasetyo, Rabu (24/11/2021).

Sebagai informasi, utang Rp4 triliun ini diajukan PT Jakpro kepada BUMN PT Sarana Multi Infrastruktur. 

Setiap pengajuan utang kepada PT SMI ini pun harus melalui persetujuan DPRD.

"Itu uang pinjaman ke SMI dan harus menurut persetujuan saya. Kalau usul ini saya terima tanpa ada pemaparan, pasti saya tolak," ujarnya.

Politisi senior PDIP ini menjelaskan, awalnya Pemprov DKI hanya ingin mengajukan pinjaman Rp2,8 triliun dalam draf Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD 2022 pada awal November lalu.

Namun, mendadak nominal pinjaman itu berubah menjadi Rp4 triliun lebih setelah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menerbitkan surat permohonan persetujuan pengajuan utang untuk membangun ITF Sunter.

Dalam surat itu Anies jug menjelaskan, pembayaran utang akan dilakukan secara berkala mulai 2022 hingga 2024 mendatang.

Prasetyo pun khawatir, pinjaman ini justru memberatkan pejabat sementara pengganti Anies yang akan lengser pada Oktober 2022 mendatang.

"Nanti pejabat gubernur pengganti pak Anies (yang lengser) 2022 bingung pembayarannya gimana. Karena saya melihat sampai 2024 ini tanggung jawab penjabat gubernur," ujarnya.

Legislator DKI Dorong Pembangunan RDF karena ITF Sunter Mandek Akibat Ditinggal Investor

Legislator DKI Jakarta mendorong, adanya pembangunan refuse derived fuel (RDF) untuk menangani persoalan sampah.

RDF merupakan salah satu teknik penanganan sampah dengan mengubahnya menjadi bahan bakar, salah satunya batu bara.

Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Ida Mahmudah mengatakan, kehadiran RDF bisa menjadi solusi atas mandeknya pembangunan intermediate treatment facility (ITF) Sunter, Jakarta Utara yang awalnya diklaim bisa menangani sampah di Jakarta.

Apalagi total sampah yang masuk ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TSPT) Bantargebang, Kota Bekasi milik Pemprov DKI Jakarta mencapai 7.000 ton per hari.

“Kami mendorong adanya RDF-RDF lain, paling tidak sedikit menyelesaikan permasalahan sampah yang ada di DKI Jakarta,” ujar Ida usai rapat kerja dengan eksekutif pada Selasa (17/5/2022).

Ida tidak menampik ada plus-minus dalam pembangunan RDF.

Sisi baiknya, anggaran yang disiapkan lebih rendah dari ITF yakni sekitar Rp 900 miliar, seperti RDF di Bantargebang, Kota Bekasi.

Namun untuk minusnya, sampah yang dikelola tidak sebesar ITF. “Pembangunan RDF memang anggarannya kecil tapi ada manfaatnya.

ITF juga ada, tetapi kan pemerintah harus membayar tipping fee (kepada pihak ketiga), tapi RDF Rp 850 miliar nggak perlu bayar tipping feee,” kata Ida.

“Kalau bicara tipping fee setiap tahun itu besar, lebih baik pemerintah mengeluarkan uang sekali satu tahun, selesai dan tidak lagi membayar kecuali untuk biaya operasional saja,” sambung Ida dari Fraksi PDI Perjuangan ini.

Menurut dia dengan biaya yang lebih rendah, RDF hanya bisa menangani 2.000 ton sampah setiap hari, dengan komposisi 1.000 ton sampah lama dan 1.000 ton sampah baru.

Dia menganggap, idealnya ada empat RDF lagi yang dimiliki Pemprov DKI Jakarta.

“Saya pikir empat RDF bisa untuk menggantikan ITF, ini kalau ITF tidak jalan ya. Kemudian lokasi RDF yang kemarin itu (di TPST Bantargebang) sekitar 6-7 hektar yang dibeli hampir sama dengan ITF, pembiayaannya justru lebih murah dan tidak perlu bayar tipping fee,” jelasnya.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved