DKI Raih WTP 5 Tahun Berturut-turut dari BPK dengan Catatan, Mulai Kas hingga Kelebihan Bayar Gaji
Ada empat bagian yang disoroti oleh pihak BPK dan diharapkan menjadi perhatian Pemprov DKI Jakarta, yakni kas, belanja, pendapatan dan aset.
Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina
TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Meski meraih predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) hingga lima tahun berturut-turut, nyatanya laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta mendapat beberapa catatan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Catatan itu pun disorot oleh pihak BPK.
"Tanpa mengurangi penghargaan atas upaya yang telah dilakukan Pemprov DKI Jakarta, maka dalam rangka menggaungkan peningkatan dan kualitas pengelolaan keuangan dan tanggung jawab negara, perlu kami sampaikan pula beberapa permasalahan yang mendapat perhatian Pemprov DKI Jakarta, sehingga permasalahan tersebut tidak terulang kembali," kata Kepala Perwakilan BPK Perwakilan DKI Jakarta Dede Sukarjo di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (31/5/2022).
Ada empat bagian yang disoroti oleh pihak BPK dan diharapkan menjadi perhatian Pemprov DKI Jakarta, yakni kas, belanja, pendapatan dan aset.
Berikut penjelasannya:
1. Kas
Dalam kas daerah, BPK menemukan adanya penggunaan rekening kas serta rekening penampungan (escrow) yang tidak memiliki dasar hukum, serta tanpa melalui persetujuan Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD).
Baca juga: Anies Banggakan Diri Pimpin Pemprov DKI dapat 5 Kali WTP: Ini Bersejarah
Baca juga: Jakarta Raih WTP 5 kali Berturut-turut, Pegawai Pemprov Bentangkan Spanduk
"Pertama BPK menekankan pentingnya peningkatan monitoring dan pengendalian atas pengelolaan rekening kas pada organisasi perangkat daerah dan Bank DKI Jakarta, sehingga tidak terjadi permasalahan adanya penggunaan rekening kas dan rekening penampungan atau escrow yang tidak memiliki dasar hukum dan tanpa melalui persetujuan BPKD sebagai BUD," papar Dede.
"Sehubungan dengan permasalahan tersebut BPK merekomendasikan segera dipindah bukukan ke rekening khas daerah sesuai dengan batas yang waktu yang ditetapkan," lanjut Dede.
2. Pendapatan

Mengenai pendapatan, rupanya BPK masih menemukan adanya kelemahan di proses pendataan, penetapan dan pemungutan pajak daerah yang mengakibatkan kekurangan pendapatan pajak daerah.
"Antara lain terdapat 303 wajib pajak BPHTB yang telah selesai melakukan balik nama sertifikat kepemilikan tanah atau bangunan namun BPHTP nya kurang ditetapkan sebesar Rp 141,63 miliar. Hal tersebut terjadi karena pengesahan atau validasi bukti pembayaran BPHTB dilakukan sebelum proses verifikasi dan validasi perhitungan ketetapan BPHTB," ungkapnya.
3. Belanja
Kemudian dari sisi belanja, rupanya BPK menemukan adanya kelebihan pembayaran gaji tunjangan daerah/TKD/TPP, kelebihan pembayaran barang dan jasa, serta kelebihan atas kelebihan atas pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai kontrak.