Pimpinan DPRD DKI Minta Gubernur Anies Tak Asal Ajukan Banding Soal UMP 2022

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Rany Mauliani meminta Gubernur DKI Jakarta tak asal mengajukan banding atas putusan pengadilan soal UMNP DKI.

TRIBUNJAKARTA.COM/NUR INDAH FARRAH
Ketua Fraksi Gerindra DPRD DKI Jakarta Rani Mauliani di acara buka bersama keluarga besar DPD Partai Gerindra DKI, Jakarta Pusat, Rabu (27/4/2022). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dionisius Arya Bima Suci

TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Rany Mauliani meminta Gubernur DKI Jakarta tak asal mengajukan banding atas putusan pengadilan yang membatalkan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) DKI 2022 sebesar Rp 4,6 juta.

Ia pun meminta Gubernur Anies Baswedan dan jajaran mengevaluasi putusan pengadilan sebelum mengambil langkah lanjutan.

"Mengapa PTUN itu menyetujui itu ya mungkin ini diinvestigasi dulu. Mungkin, Pemprov atau tim gubernur bisa berkomunikasi dengan PTUN untuk eksekusinya gimana," ucapnya saat ditemui di Balai Kota, Selasa (19/7/2022).

"Kalau misalkan permohonan pengusaha dikabulkan berarti ada alasan dari PTUN yang kuat, pertimbangannya apa," sambungnya.

Politikus Gerindra ini berharap, Gubernur Anies Baswedan bisa mengambil keputusan terbaik terkait UMP DKI ini.

Baca juga: Keras, Pentolan Buruh Cap Anies Baswedan Tak Konsisten Jika Tidak Banding Soal UMP DKI

Pasalnya, bila UMP diturunkan menjadi Rp4,5 juta maka hal ini akan membuat kecewa para buruh.

Namun, para pengusaha di sisi lain juga akan terbantu dengan berkurangnya beban gaji. 

Apalagi, saat ini belum seluruh sektor usaha sudah pulih setelah dua tahun terakhir dihantam pandemi Covid-19.

"Setiap perusahaan dan pengusaha bebannya tidak sama. Kebutuhannya enggak sama, jadi kalau keputusannya harus diterapkan dan mau diterapkan ya butuh proses," ujarnya.

Oleh karena itu, ia menyebut Anies tak bisa asal mengambil keputusan soal putusan pengadilan ini.

"Kalau kita dorong pak Anies untuk banding tetapi di luar sana ada alasan sangat besar kan salah. Ini sensitif karena menyangkut penghasilan orang," tuturnya.

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Fraksi Gerindra Rany Mauliani di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (12/7/2022).
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Fraksi Gerindra Rany Mauliani di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (12/7/2022). (Nur Indah Farrah Audina/TribunJakarta.com)

Gubernur Anies Baswedan Dihukum Turunkan UMP DKI 2022 Jadi Rp4,5 Juta

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dihukum pengadilan untuk menurunkan upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta 2022 menjadi Rp4,5 juta.

Hal ini sesuai dengan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang mengabulkan gugatan yang diajukan Dewan Pimpinan Provinsi Daerah (DPP) Apindo DKI.

Adapun gugatan diajukan Apindo DKI atas Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 1517/2021 tentang UMP 2022 yang diterbitkan Anies Baswedan pasa 16 Desember 2021 silam.

Dalam Kepgub itu, Anies menetapkan kenaikan UMP DKI Jakarta 2022 sebesar 5,1 persen atau menjadi Rp 4.641.854

Keputusan Anies ini pun dikecam Apindo yang kemudian mengajukan gugatan dan dikabulkan PTUN DKI.

"Menyatakan Batal Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1517 Tahun 2021 tentang Upah Minimum Provinsi tahun 2022 tanggal 16 Desember 2021," demikian isi putusan PTUN, dikutip TribunJakarta.com, Selasa (12/7/2022).

Anies pun diwajibkan untuk merevisi Kepgub tersebut sesuai dengan rekomendasi Dewan Pengupahan DKI Jakarta.

Sesuai dengan rekomendasi Dewan Pengupah DKI Nomor : I/Depeprov/XI/2021 yang diterbitkan 15 November 2021 lalu, Anies diminta menurunkan UMP DKI 2022 menjadi Rp 4.573.845.

“Dan menghukum tergugat dan para tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 642 ribu," ucapnya

Sebagai informasi, keputusan Gubernur Anies Baswedan menetapkan kenaikan UMP DKI 2022 sebesar 5,1 persen memang menuai polemik.

Pasalnya, kebijakan itu dinilai tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan justru melanggar aturan.

Walau demikian, Anies tetap ngotot menaikan UMP sebesar 5,1 persen. Ada tiga dasar hukum yang kemudian dipakai eks Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini.

Pertama, UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Republik Indonesia.

Kemudian, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang diubah dalam UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020.

Terakhir, UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah yang diubah dalam UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020.

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved