Tergugat Kasus Tanah di Kedoya Pastikan Tanah Dibeli Secara Sah

Seorang pria bernama Bernard Jauta menyampaikan keberatannya atas pemberitaan sepihak yang menudingnya sebagai terduga mafia tanah. 

Editor: Wahyu Septiana
ISTIMEWA
Merkuri Wahyudi, kuasa hukum tergugat kasus tanah di Jakarta Barat menunjukkan copy sertifikat tanah. 

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Seorang pria bernama Bernard Jauta menyampaikan keberatannya atas pemberitaan sepihak yang menudingnya sebagai terduga mafia tanah

Diketahui, kasus yang melibatkan Bernard Jauta saat ini masih berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

Kuasa Hukum Bernard Jauta, Merkuri Wahyudi, mengaku keberatan dan sangat terganggu dengan tudingan mafia tanah.

"Kami menyampaikan hak jawab bahwa tanah di Kedoya adalah tanah yang dibeli secara sah oleh orangtua klien kami, pada 1972," kepada wartawan di Jakarta Pusat, Senin (25/7/2022).

"Bahwa ada gugatan, bukan berarti kami adalah mafia tanah, kami justru ingin mempertahankan hak klien kami, yakni dua bidang tanah, seluas 4.790 M2 dan 1.170 M persegi yang SHM nya dimiliki klien kami," ujarnya.

Menurut Merkuri, sampai dengan saat ini, pihak penggugat hanya bermodalkan girik, sedangkan kliennya memiliki sertifikat.

Baca juga: Polisi Geledah Kantor BPN Jakarta Selatan Terkait Dugaan Kasus Mafia Tanah

Ia juga menegaskan tidak ada bukti bahwa BPN melakukan maladministrasi. 

"Terkait laporan pemalsuan akta otentik, kasus yang mereka laporkan sudah di hentikan oleh polisi karena tidak cukup bukti," jelasnya.

Ia juga menjelaskan, penetapan sita jaminan oleh PN Jakarta Barat adalah hal yang wajar, mengingat saat ini kasusnya masih berlangsung dan belum inkrah.

"Sita jaminan bukan menjadi bukti kepemilikan, atau bukti bahwa penggugat adalah menang," jelas Merkuri lagi.

Kasus hukum ini berawal saat Hj Yoyoh Rukiyah menggugat sejumlah sertifikat  tanah yang diklaimnya adalah milik sang ayah, bernama Naisan. 

Merkuri menjelaskan, Sainan telah menjual tanahnya pada 1972 ke Usman Sani, kemudian dijual kembali oleh Usman ke Surya Abbas Syauta, yang merupakan ayah dari Bernard Jauta.

"Sejak 1972, saat Naisan masih hidup, tidak pernah ada protes, bahkan saat Pemprov DKI menyewa lahan kami untuk alat berat dan pos, tidak pernah ada yang mengklaim," ujarnya. 

Hj Yoyoh, lanjut Merkuri, bahkan dilaporkan ke polisi oleh kliennya karena memasuki pekarangan yang bukan miliknya.

Putusan pidana di PN Jakarta Barat itu pun menyatakan Yoyoh bersalah. 

Baca juga: Kaget Kebocoran Gas di Jalan MT Haryono, Anggota Fraksi PDIP Nilai Jaringan Bawah Tanah Semrawut

Sumber: Tribun Jakarta
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved