Perusahaan yang Melanggar Perjanjian Kontrak Kerjasama Bisa Terancam TPPU
Pakar Hukum UGM Muhammad Fatahillah Akbar menanggapi persoalan perusahaan tambang yang dipolisikan karena diduga melakukan tindakan ilegal.
TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) Muhammad Fatahillah Akbar menanggapi persoalan perusahaan tambang yang dipolisikan karena diduga melakukan tindakan ilegal.
Kasus tersebut terjadi melibatkan perusahaan tambang di Sumatera Selatan berinisial PT BL.
PT BL dilaporkan polisi karena diduga melakukan penambangan dan penjualan batubara secara ilegal.
Laporan dibuat Ricky Hasiholan Hutasoit, salah satu tim kuasa hukum perusahaan yang dirugikan PT BL.
Ia mengatakan kliennya merupakan beneficial owner, namun direksinya bertindak di luar kebijakan perusahaan.
“Kami merasa kezaliman PT BL sudah tidak dapat ditolerir lagi dan laporan polisi terhadap direksi dan para pemegang saham perusahaan tersebut terpaksa kami lakukan mengingat berbagai upaya persuasif telah dilakukan,” kata Ricky, Selasa (9/8/2022).
Selain itu, pihaknya juga telah melakukan somasi kepada PT BL agar menghentikan proses penambangan dan penjualan batubara yang diduga dilakukan secara ilegal.
Baca juga: Kejagung Diminta Usut Tuntas Dugaan Mafia Tambang
Sebab, proses tersebut dilakukan tanpa persetujuan kliennya dan para investor perusahaan.
Ia pun yakin, aparat penegak hukum dapat melakukan penindakan sesuai aturan yang berlaku.
“Kami yakin para penegak hukum dapat menjalankan tugasnya," ujarnya.
Menurut Muhammad Fatahillah Akbar, jika terbukti ada pelanggaran perjanjian kontrak kerjasama, maka direksi PT BL bisa terancam delik penggelapan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Menurutnya, jika dalam suatu perjanjian kerja sama ada itikad jahat dari salah satu pihak, maka dapat menggunakan instrumen hukum pidana berdasarkan Undang-Undang (UU) yang berlaku. Dalam hal ini UU Mineral dan Batubara (Minerba).
"Terlapor (PT BL) bisa dijerat sanksi pidana berdasarkan Undang-Undang Minerba. Bisa juga (TPPU) jika sudah ada keuntungan diperoleh,” ujar Akbar.
Senada, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia Prof Suparji Ahmad berpendapat, semua kebijakan perusahaan harus tunduk pada perjanjian kerjasama dan mendapat persetujuan semua pihak.
Jika tidak, maka dia menyebut telah terjadi wanprestasi atau perbuatan ingkar janji dalam sebuah perjanjian yang dilakukan oleh salah satu pihak.
Baca juga: Kejagung Pelajari Laporan Dugaan Bank Beri Pinjaman Tak Prosedural ke Perusahaan Tambang
Bahkan tambah Suparji, jika penjualan batubara dilakukan di luar kesepakatan dan hanya menguntungkan salah satu pihak, bisa terancam delik pidana.
“Bisa kena tindak pidana penipuan atau penggelapan dan jeratan TPPU," ujarnya.
Diketahui, kenaikan harga batubara belakangan ini menjadi penyebab perubahan etika bisnis yang baik.
Banyak pihak berupaya mendulang untung secara ilegal, lantaran Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan harga batubara acuan (HBA) bulan Juni 2022 sebesar 323,91 dolar Amerika per ton. (*)
Artikel ini telah tayang di Warta Kota dengan judul Pakar Hukum Sebut Perusahaan Melanggar Perjanjian Kontrak Kerjasama Bisa Terancam TPPU