Ajudan Jenderal Ferdy Sambo Ditembak

2 Berkas Perkara Ferdy Sambo Berpotensi Jadi Satu Dakwaan, Publik Tegas Minta Hukuman Mati

Dua berkas perkara Ferdy Sambo di kasus pembunuhan Brigadir J berpotensi dijadikan satu dakwaan.

Penulis: Elga Hikari Putra | Editor: Yogi Jakarta
Kolase TribunJakarta
Dua berkas perkara Ferdy Sambo di kasus pembunuhan Brigadir J berpotensi dijadikan satu dakwaan. 

TRIBUNJAKARTA.COM - Dua berkas perkara Ferdy Sambo di kasus pembunuhan Brigadir J berpotensi dijadikan satu dakwaan.

Di sisi lain, publik tegas meminta agar Ferdy Sambo dihukum mati.

Soal kemungkinan berkas perkara Ferdy Sambo itu dijadikan satu dakwaan disampaikan oleh pihak Kejaksaan Agung (Kejagung).

Ferdy Sambo diketahui terjerat pasal pembunuhan berencana dan obstruction of justice atau upaya menghalangi penyidikan kasus Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat.

“Kita belum sampai sejauh itu, tapi ini tadi saya bilang itu bisa saja ditempuh (dijadikan satu dakwaan), ketika sudah ditetapkan sebagai tersangka pada perkara obstruction of justice penyidik juga menggabungkan sendiri dalam surat berkas perkara,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana kepada wartawan, Rabu (14/9/2022).

Baca juga: Sederet Ucapan Kuasa Hukum Bripka RR yang Dirasa Janggal, Sosok Ini Sampai Curiga Sekubu Ferdy Sambo

Terlebih, kata dia, jika dua perkara yang menjerat Ferdy Sambo masih merupakan satu rangkaian peristiwa.

Jika dijadikan satu dakwaan, Sumedana menyebut hal ini akan jauh lebih mudah.

Namun, Sumedana menegaskan, keputusan untuk menggabungkan surat dakwaan itu adalah kewenangan jaksa penuntut umum.

Menanggapi langkah Polri yang memeriksa Ferdy Sambo menggunakan lie detector, kubu Brigadir J berikan sindiran menohok.
Dua berkas perkara Ferdy Sambo di kasus pembunuhan Brigadir J berpotensi dijadikan satu dakwaan. (Kolase Tribun Jakarta)

"Itu bisa digabungkan dalam satu surat dakwaan berdasarkan kewenangan dari penuntut umum," katanya.

Dalam kasus pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo dijerat Pasal 340 KUHP juncto Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 56 ke-1 KUHP.

Sedangkan di kasus obstruction of justice atau upaya menghalangi penyidikan kasus Brigadir J, Ferdy Sambo dijerat Pasal 49 jo Pasal 33 dan/atau Pasal 48 Ayat (1) jo Pasal 32 Ayat (1) Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Pasal 221 Ayat (1) ke-2 dan/atau 233 KUHP jo Pasal 55 KUHP dan atau Pasal 56 KUHP.

Hukuman Harus Lebih Berat

Dorongan agar hukuman kepada Ferdy Sambo harus lebih berat daripada orang biasa disampaikan berbagai pihak, salah satunya dari Komnas HAM.

Komisioner Komnas HAM Sandrayati Moniaga mengibaratkan dalang pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo, sebagai petinggi adat yang mengerti hukum adat namun malah melanggar adat.

Baca juga: Ada Pistol Era Perang Dunia di TKP Pembunuhan Brigadir J, Pemiliknya Pasti Bukan Orang Sembarangan

Konsekuensinya harus dihukum dua kali lipat ketimbang warga biasa.

"Petinggi polri adalah orang yang seharusnya paham hukum.

Kalau dalam masyarakat adat, kepala adat melanggar adat sanksinya dua kali daripada warga biasa," ucap Sandrayati dalam acara Aiman, Selasa (13/9/2022).

"Jadi kalau seorang petinggi Polri melakukan langkah-langkah yang jelas-jelas bertentangan dengan hukum (harusnya hukumannya lebih tinggi dari warga sipil)," sambung dia.

Kolase foto Ferdy Sambo saat masih menjabat Kadiv Propam Polri dan saat menjalani sidang etik.
Kolase foto Ferdy Sambo saat masih menjabat Kadiv Propam Polri dan saat menjalani sidang etik. Dua berkas perkara Ferdy Sambo di kasus pembunuhan Brigadir J berpotensi dijadikan satu dakwaan. (Kolase Tribun Jakarta)

Hukuman berat bagi Ferdy Sambo bukan tanpa alasan. Sandrayati menyebut ada dua kesimpulan yang dilakukan Ferdy Sambo CS dari hasil penyelidikan Komnas HAM.

Pertama, Ferdy Sambo melakukan pembunuhan atau penghilangan nyawa manusia di luar proses hukum atau disebut dengan extrajudicial killing.

Kedua adalah upaya menghalang-halangi proses hukum dengan merusak atau menghilangkan barang bukti, mengubah tempat kejadian perkara (TKP) yang disebut obstruction of justice.

"Itu tindakan-tindakan pidana yang sebenarnya cukup luar biasa yang apapun alasannya tidak bisa dibenarkan, dan hak hidup adalah hak yang tidak dapat dikurangi, apalagi ini dilakukan oleh seorang petinggi Polri," papar dia.

Dorongan hukuman terberat untuk Ferdy Sambo juga pernah diungkapkan oleh Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik saat menyerahkan rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo, Senin (12/9/2022).

Baca juga: Ini Tampang 2 Polisi yang Intimidasi Jurnalis di Rumah Ferdy Sambo, Begini Nasibnya Sekarang

Taufan mengatakan dua kesimpulan yang diberikan Komnas HAM sudah cukup menjerat Ferdy Sambo pada hukuman tertinggi dalam pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang disangkakan penyidik.

"Kami berharap melalui prinsip-prinsip fair trial, majelis hakim bisa memberikan hukuman seberat-beratnya dan setimpal pada (Ferdy Sambo) apa yang dilakukan sebagai tindak pidana," papar Taufan.

Publik Minta Ferdy Sambo Dihukum Mati

Sementara itu, mayoritas publik meminta agar Ferdy Sambo dihukum mati.

Hal itu terungkap dari hasil survei Lembaga Survei Nasional (LSN).

Ferdy Sambo dan para ajudannya sebelum kasus pembunuhan Brigadir J.
Ferdy Sambo dan para ajudannya sebelum kasus pembunuhan Brigadir J. Dua berkas perkara Ferdy Sambo di kasus pembunuhan Brigadir J berpotensi dijadikan satu dakwaan.(Youtube Kompas TV)

"Berdasarkan survei LSN, mayoritas responden atau 53,4 persen menyatakan bahwa Ferdy Sambo pantas diberikan hukuman mati," kata Direktur Eksekutif LSN, Gema Nusantara, dalam rilis surveinya, Senin (5/9/2022).

"Kemudian 22,5 persen mengharapkan penjara seumur hidup untuk Ferdy Sambo.

Hanya 10,2 persen responden yang menginginkan penjara maksimal 20 tahun, dan sisanya menjawab tidak tahu," ujar Gema melanjutkan.

Di sisi lain, kasus pembunuhan Brigadir J juga disebut telah menggerus kepercayaan publik terhadap Polri.

Survei teranyar LSN menunjukkan, 45,3 persen responden kurang percaya pada profesionalisme Polri, berbanding 42,6 persen responden yang mengaku masih percaya.

Baca juga: Terkuak Ekspresi Jenderal Andika saat Effendi Simbolon Sebut Kekuasaan Bawahannya Lebihi Ferdy Sambo

"Selain itu, survei LSN juga mengukur persepsi publik terhadap transparansi Polri dalam mengusut tuntas kasus Ferdy Sambo.

Hasilnya, bagian terbesar responden atau 51,5 persen mengatakan Polri belum transparan," ungkap Gema.

"Publik menduga masih ada beberapa hal yang tidak diungkap ke publik,"
katanya.

Survei LSN kali ini dilakukan pada tanggal 29 Agustus-2 September 2022 di 34 provinsi, dengan populasi seluruh penduduk Indonesia yang minimal berusia 17 tahun (memiliki KTP).

Jumlah sampel sebesar 1.230 responden yang diklaim diperoleh melalui teknik pengambilan secara systematic random sampling.

Ambang kesalahan (margin of error) berkisar di angka 2,79 persen dan pada tingkat kepercayaan (level of confidence) 95 persen.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara melalui telepon (telesurvey) yang diklaim dilaksanakan oleh tenaga terlatih dengan panduan kuesioner.

Artikel ini disarikan dari Kompas.com dengan judul "Kejaksaan Sebut 2 Berkas Perkara Ferdy Sambo Berpotensi Disatukan dalam Satu Surat Dakwaan",

"Komnas HAM Nilai Ferdy Sambo Harus Dihukum Dua Kali Lebih Berat daripada Warga Biasa",

"Survei LSN: 53,4 Persen Responden Nilai Ferdy Sambo Pantas Dipidana Mati"

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved