Hari Pahlawan 10 November

Cerita Suripto Pejuang Serangan Umum Surakarta: Jadi Dokter Ikhlas, Masih Ingat Pesan Slamet Riyadi

Dari sekian pertempuran, Suripto di usia 91 tahun masih ingat dan antusias bercerita Serangan Umum Surakarta atau Serangan Umum Empat Hari.

Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Y Gustaman
TRIBUNJAKARTA.COM/SATRIO SARWO TRENGGINAS
Veteran pejuang kemerdekaan, Suripto (91) saat menerima TribunJakrta.com di rumahnya di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Rabu (9/11/2022). Dari sekian pertempuran yang dialaminya sebagai tentara pelajar, Suripto masih ingat dan antusias bercerita Serangan Umum Surakarta atau Serangan Umum Empat Hari. 

Slamet Riyadi begitu sengit memimpin tentara Indonesia, termasuk di dalamnya tentara pelajar, melawan Belanda di Ambarawa dan Semarang.

Setelah berakhirnya revolusi, pada tahun 1950, Slamet Riyadi dikirim untuk memerangi Republik Maluku Selatan. Ia gugur di usia muda kena tembakan menjelang operasi menumpas RMS berakhir.

Jalan Slamet Riyadi menjadi identitas jalan utama Surakarta. Namanya juga harum dipakai untuk fregat TNI AL, KRI Slamet Riyadi. Ia dianugerahi beberapa tanda kehormatan secara anumerta pada tahun 1961.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan Slamet Riyadi sebagai Pahlawan Nasional Indonesia pada 9 November 2007. 

Baca juga: Kisah Heroik Soepiah Sang Pejuang, Nyamar Jadi Pedagang Sayur Demi Misi Rahasia Perang Gerilya

Kembali ke cerita Suripto, saat itu tentara pelajar masuk CSA atau korps sukarela. Suripto berjuang sebagai tentara pelajar dari 1945 hingga 1949 di wilayah Surakarta, Wonogiri, Boyolali, Semarang dan sekitarnya.

Dari sekian pertempuran, bagi Suripto yang cukup berkesan adalah Serangan Umum Surakarta dimulai pertama pada 8 Februari dan kedua pada 2 Mei 1949. 

Penandatanganan penyerahan daerah Keresidenan Surakarta oleh Letnan Kolonel Slamet Riyadi dan MayJen Mollinger. Foto ini diambil pada 12 November 1949. Foto ini salah satu yang ditunjukkan Suripto saat TribunJakarta.com bertamu ke rumahnya di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Rabu (9/11/2022).
Penandatanganan penyerahan daerah Keresidenan Surakarta oleh Letnan Kolonel Slamet Riyadi dan MayJen Mollinger. Foto ini diambil pada 12 November 1949. Foto ini salah satu yang ditunjukkan Suripto saat TribunJakarta.com bertamu ke rumahnya di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Rabu (9/11/2022). (TribunJakarta.com/Satrio Sarwo Trengginas)

"Saat kita masuk ke Solo, di samping itu ada pepohonan. Kami tembak-tembakan dengan tentara Belanda," kata Suradi dengan nada terbata-bata sambil mengatur nafasnya.

Suripto, bersama para pejuang lainnya yang tergabung ke dalam beberapa rayon, mengepung Belanda dan sukses. 

"Selama 4 hari akhirnya Solo berhasil diduduki. Kita bisa menaklukkan Solo dari tangan Belanda," katanya.

Meski Suripto sudah sering lupa, tetapi kenangan Serangan Empat Hari itu kerap diingatnya.

Ia masih terngiang kata-kata komandannya, Brigjen (Anumerta) Ignatius Slamet Riyadi sebagai pesan ke generasi muda. 

"Jangan ingin dirayakan sebagai pahlawan, tapi isilah kemerdekaan dengan jiwa kepahlawanan," ucap Slamet Riyadi seperti ditirukan Suripto. 

Cerita suka dan duka Suripto saat masa perjuangan menjadi bekal untuk anaknya. Satu yang membekas karena ia menyaksikan dua teman seperjuangannya tewas ditembak tentara Belanda

Pengalaman itu diceritakan Imam. Menurut dia, saat itu ayahnya Suripto dan teman-temannya ditugaskan bertempur di daerah Semarang

Ia dan keempat teman seumurannya hendak memanjat pohon durian di daerah dekat pertempuran. Kebetulan saat itu sedang musim durian. Tentara Belanda yang melihat kemudian menembaki Suripto Cs. 

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved