Mengenang Tragedi Jambo Keupok, Peristiwa Pelanggaran HAM Berat yang Terjadi 20 Tahun Lalu

Tragedi Jambo Keupok yang terjadi di Aceh pada 2003, menyebabkan 16 penduduk sipil mengalami penyiksaan, penembakan, pembunuhan, hingga pembakaran

Editor: Muji Lestari
Kontras Aceh Via Kompas.com
Tugu Peringatan Peristiwa Jambo Kepok. 

TRIBUNJAKARTA.COM - Masih lekat dalam ingatan peristiwa Jambo Keupok yang terjadi di Jambo Keupok, Aceh Selatan pada Mei 2003 silam.

Hampir 20 tahun, peristiwa pelanggaran HAM berat itu berlalu.

Namun, tragedi yang menyebabkan 16 orang penduduk sipil mengalami penyiksaan, penembakan, pembunuhan, dan pembakaran itu tak bisa dilupakan begitu saja.

Bukan cuma itu, lima orang lainnya juga mengalami kekerasam oleh oknum anggota TNI, Para Komando (Parako), dan Satuan Gabungan Intelijen (SGI).

Kronologi

Peristiwa Tragedi Jambo Keupok berawal dari informasi yang disampaikan seorang informan kepada anggota TNI bahwa Desa Jambo Keupok mejadi basis Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Isu tersebut tersebar sekitar tahun 2001-2002.

Begitu mendengar kabar tersebut, aparat keamanan segera mengambil tindakan.

Mereka melakukan razia dan menyisir kampung-kampung yang ada di Kecamatan Bakongan.

Dalam operasinya, anggota TNI, Parako bersama SGI melakukan tindak kekerasan terhadap penduduk sipil; seperti penangkapan, penghilangan orang secara paksa, penyiksaan dan perampasan harta benda.

Puncaknya terjadi pada 17 Mei 2003 sekira pukul 7 pagi, ratusan pasukan militer membawa senjata laras panjang dan beberapa pucuk senapan mesin, mendatangi desa Jambo Keupok.

Semua orang dipaksa untuk keluar baik laki-laki, perempuan, tua, muda, dan anak-anak.

Mereka diinterogasi sembari dipukuli dan dipopor senjata.

Pasukan militer mengintoregasi warga satu per satu untuk menanyakan keberadaan orang-orang GAM yang mereka cari.

Ketika warga menjawab tidak tahu, pasukan militer akan langsung memukul dan menendang mereka.

Beberapa warga Desa Jambu Keupok juga dipaksa mengaku sebagai anggota dari GAM.

Akibatnya, 16 orang penduduk sipil meninggal setelah disiksa, ditembak, bahkan dibakar hidup-hidup, serta 5 orang lainnya turut mengalami kekerasan oleh aparat.

Tragedi Jambu Keupok juga membuat para warga harus mengungsi selama 44 hari ke sebuah masjid karena takut anggota TNI akan kembali datang ke Desa Jambu Keupok.

Dua hari setelahnya, Megawati yang tengah menjabat sebagai Presiden RI kala itu mengeluarkan Keppres 28/2003 dan menetapkan Darurat Militer (DM) di Aceh.

Tercatat terdapat sedikitnya 1.326 kasus kekerasan terhadap masyarakat sipil meliputi pembunuhan, penyiksaan, pelecehan seksual, hingga penghilangan orang secara paksa.

Pada saat itu, lembaga masyarakat sipil di Aceh sempat dituduh militer berafiliasi dengan GAM dan dibungkam agar berhenti menginformasikan situasi Aceh ke dunia luar, sebagaimana hal yang sama dapat kita lihat kembali terjadi pada Papua saat ini.

Meskipun status darurat militer di Provinsi Aceh sudah dicabut, namun para korban dan keluarganya belum juga mendapatkan keadilan dan pemulihan dari Negara.

Pemerintah masih gagal menghukum para pelaku dan memberi keadilan bagi para korban dan keluarganya.

Padahal penuntasan kasus adalah keniscayaan. penuntasan Tragedi Jambo Keupok bukan hanya untuk korban, tetapi juga bagi negara guna memberikan jaminan ketidakberulangan peristiwa.

Namun, proses perkembangan perkara stagnan pada tahapan administratif.

Berkas Jambo Keupok yang terakhir diserahkan kembali ke Jaksa Agung pada 8 Maret 2017 masih belum ada perkembangan.

Lakon bolak-balik berkas penyelidikan yang dilakukan oleh Jaksa Agung dengan Komnas HAM, mencerminkan nihilnya itikad untuk membantu dan memberikan arahan yang jelas dalam proses pengembalian berkas.

Tindakan tersebut menunjukan tiadanya intensi negara untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di Jambu Keupok.

Mengutip laman komnasham.go.id TribunJakarta.com menemukan berkas Ringkasan Eksekutif Laporan Penyelidikan Pelanggaran HAM Berat Peristiwa Jambu Keupok Aceh.

Dalam laporan tersebut tragedi Jambo Keupok dibahas secara rinci hingga terdapat beberapa poin kesimpulan. Informasi selengkapnya terkait Laporan Peristiwa Jambo Keupok bisa dilihat di sini

Jokowi Akui Tragedi Pelanggaran HAM Berat

Diketahui, Presdien Joko Widodo mengakui adanya kasus pelanggaran HAM berat yang pernah terjadi di Indonesia.

Setidaknya ada 12 kasus pelanggaran HAM Berat yang diakui Jokowi dalam rentang tahun 1965-2003.

Hal itu berdasarkan laporan dari Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia.

Pada kesempatan itu, Jokowi menyesalkan terjadinya pelanggaran HAM berat, bersimpati dan empati mendalam kepada korban serta keluarga korban.

“Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia, mengakui pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa. Saya sangat menyesalkan terjadinya pelanggaran HAM yang berat,” ujarnya dalam keterangan pers, siang hari ini, Rabu, (11/1/2023).

Presiden menyebut ada 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Di antaranya:

  1. Peristiwa 1965-1966,
  2. Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985,
  3. Peristiwa Talangsari, Lampung 1989,
  4. Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989,
  5. Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998,
  6. Peristiwa Kerusuhan Mei 1998,
  7. Peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999,
  8. Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999,
  9. Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999,
  10. Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002,
  11. Peristiwa Wamena, Papua 2003, dan
  12. Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.

Lebih lanjut, Jokowi menegaskan Pemerintah berusaha memulihkan hak-hak korban secara adil dan bijaksana, tanpa menegasikan penyelesaian yudisial.

Pemerintah juga berupaya serius supaya tidak ada lagi kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia di masa mendatang.

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved