Tolak Besaran PNBP 10 Persen, Nelayan DKI Minta Pemerintah Turunkan Jadi Tiga dan Lima Persen
DPD HNSI DKI Jakarta menolak besaran 10 persen terhadap PNBP. Ini alasan yang diungkapkan Ketua DPD HNSI DKI Jakarta Darjamuni.
Penulis: Gerald Leonardo Agustino | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Gerald Leonardo Agustino
TRIBUNJAKARTA.COM, PENJARINGAN - Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) DKI Jakarta menolak besaran 10 persen terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Besaran tersebut diketahui akan diterapkan Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2021 Tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Ketua DPD HNSI DKI Jakarta Darjamuni menilai, kebijakan tersebut memberatkan para nelayan ditambah terbatasnya ketersediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan buruknya kondisi cuaca saat ini.
Ia juga menganggap kebijakan tersebut memberatkan di tengah kondisi ketidakpastian ekonomi saat ini.
"Kebijakan ini memberatkan para nelayan meski PNBP diambil setelah dipotong biaya operasional kapal. Kami menolak keras itu," kata Darjamuni, Minggu (22/1/2023).
Baca juga: Sempat Hilang Terbawa Arus saat Mancing Cumi, Nelayan Pulau Tidung Ditemukan Selamat di Perahu Kano
Berdasarkan hasil kesepakatan bersama para nelayan, terutama di Muara Angke, Penjaringan, Jakarta Utara, presentase PNBP disepakati tiga persen untuk kapal berkapasitas kurang dari 30 Gross tonnage (GT).
Kemudian lima persen untuk kapal berkapasitas lebih dari 30 GT.
Menurut Darjamuni, apabila harapan tersebut tak diamini pemerintah, para nelayan berencana menggelar demonstrasi untuk menolak besaran PNBP tersebut.
"Ini yang diharapkan nelayan supaya pemerintah memperhatikan keluhan kami. Apabila tidak maka kami akan berdemonstrasi," harapnya.
Djarmuni juga menyampaikan keluhannya soal pasokan BBM Subsidi bagi ratusan kapal yang minim.
Sebagai gambaran, para nelayan hanya dipasok sebanyak 40.000 kiloliter BBM per bulan dari kebutuhan 55.500 kiloliter per bulan.
Keterbatasan pasokan BBM Subsidi itu menyebabkan ratusan kapal tak bisa melaut sehingga menyebabkan efek domino terhadap minimnya ketersediaan ikan di pasar hingga putusnya penghasilan anak buah kapal.
"Masalah pasokan BBM Subsidi pun tambah memberatkan nelayan. Kita mengharapkan ada penurunan harga BBM Non Subsidi sehingga bisa mengimbangi harga BBM Subsidi dan nelayan pun bisa kembali berlayar," ungkapnya.
Baca juga: Cuaca Buruk, Kapal Nelayan Tabrak Karang dan Tenggelam di Perairan Kepulauan Seribu
Salah satu nelayan Muara Angke, Nunung juga mengecam tingginya persentase PNBP yang akan diterapkan pemerintah dalam waktu dekat.
