Jalan Terjal Gembong Warsono: Loyalis PDI Sejak SMA, Tak Menyerah Meski Hattrick Gagal Anggota DPRD
Tak hanya saudaranya yang dibikin cemas, aktifnya Gembong Warsono juga membuat ketua RW tempatnya tinggal gerah hingga mengancamnya dengan pistol.
Penulis: Elga Hikari Putra | Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan TribunJakarta.com Elga Hikari Putra
TRIBUNJAKARTA.COM - Diharapkan orang tua ikut saudara mapan di Jakarta agar mendapat pekerjaaan, seorang Gembong Warsono muda malah aktif di partai hingga membuat keluarganya ketakutan.
Pada 1983. Gembong yang baru saja tamat SMA 48 Jakarta dan tinggal dengan saudara dari ayahnya di Pondok Gede, Bekasi.
Ayahandanya di desa memintanya untuk tinggal bersama saudara dari ibunya di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Sebagai anak yang 'tahu diri', Gembong pantang menolak perintah sang ayah.
Kebetulan, saudara yang akan ditumpangi Gembong kala itu terbilang cukup mapan secara ekonomi.
Saudaranya itu merupakan pegawai negeri Badan Pertanahan Nasional (BPN), jabatan yang cukup mentereng saat era Orde Baru.
"Kalau ngepel di rumah dia lumayan juga, dengkul sampai hitam," ujar Gembong sembari terkekeh menceritakan masa mudanya saat berbincang santai di kantor DPD PDI Perjuangan DKI Jakarta, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (2/2/2023).
Baca juga: Berani Semprot Pj Gubernur Heru Budi, Gembong PDIP: Kami Kritis Konstruktif, Tak Membabi Buta
Namun, seorang Gembong muda bukannya mencari pekerjaan saat ia hijrah ke Kebayoran Lama. Ia malah langsung mencari info dimana lokasi kepengurusan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di kawasan tempat tinggal barunya.
"Dari SMA saya udah aktif di partai, dalam artian ikut-ikutan.
Pas di Kebayoran Lama saya memang nyari dimana ada pengurus partai," kata Gembong.
"Ya saya orang kampung, dari daerah miskin se-Jawa Tengah ya PDI lah," lanjut Gembong menceritakan alasannya mantap memilih PDI.
Baca juga: Profil dan Sepak Terjang Calon Ketum PSSI Erick Thohir: Manuver Bisnis, Olahraga hingga Pemerintahan
Pria kelahiran 8 Juni 1963 berkarir di PDI sejak dari akar rumput. Jabatan pertama yang diembannya yakni sebagai pembantu komisaris desa (kordes) PDI kecamatan Kebayoran Lama pada 1987.
Aktifnya Gembong di PDI rupanya membuat saudaranya yang merupakan pegawai BPN ketakutan.
Maklum, pada era itu, para pegawai pemerintah seakan harus menjadi bagian Golkar. Tapi di rumahnya malah tinggal seorang pengurus aktif PDI.
Tak hanya saudaranya yang dibikin cemas, aktifnya Gembong Warsono juga membuat ketua RW tempatnya tinggal gerah hingga mengancamnya dengan pistol.
"Saya aktif banget waktu itu, gerakin pemuda di sana, RW-nya gerah juga, kebetulan dia polisi. Sampai dia mengancam saudara saya diancam mau dilaporin ke BPN.

Saya tantangin balik, saya bilang enggak ada urusan saya saudara saya. Bahwa saya tinggal sama saudara saya iya , tapi urusan politik saya enggak ada urusan sama dia.
Pak RW itu marah sampai pistolnya dibanting di meja di depan saya," papar Gembong menceritakan pengalaman masa lalunya.
Meski mendapat banyak tantangan, Gembong pun tetap loyal kepada PDI. Tahun 1993, Gembong naik jadi koordinator kecamatan (Korcam) PDI Kebayoran Lama.
Ujian Gembong akan loyalitasnya pada PDI diuji saat peristiwa penyerangan kantor PDI pada 27 Juli 1996 atau yang dikenal istilah Kudatuli atau Kerusuhan dua puluh tujuh Juli.
Pasca-insiden itu, Gembong mantap berada di kubu Megawati Soekarnoputri.
"Saat itu saya anak muda yang sesuai aturan. Bu Mega adalah ketua umum hasil kongres yang akhirnya jadi keputusan munas yang merupakan keputusan tertinggi dan bersama.
Tapi kok di tengah jalan mau dijegal sama teman-teman sendiri," tegas Gembong.
Baca juga: Profil M Taufik, Anggota DPRD DKI Jakarta yang Ruangnya Digeledah, Pendukung Anies Jadi Capres 2024
Selepas peristiwa Kudatuli, karir Gembong di PDI berjalan cukup moncer.
"1996 pecah partai PDI, saya ikut bu Mega. Setelahnya saya naik ke DPC Jakarta Selatan jadi wakil sekretaris. Saya rangkap jabatan di kecamatan di tingkat kota. Sedangkan jelang pemilu 1999, sekretaris DPC meninggal akhirnya saja jadi Plt sampai pemilu," papar Gembong.
Hattrick Gagal jadi Anggota DPRD

Karier moncer di partai tak menjamin langkah politik Gembong mulus saat terjun ke medan tempur politik sesungguhnya.
Setidaknya Gembong harus merasakan tiga kali kegagalan saat mengikuti kontestasi caleg DPRD DKI Jakarta, dengan berbagai penyebab yang disebutnya begitu lucu.
Kegagalan pertama Gembong terjadi di Pemilu 1999. Berkat jabatan Plt DPC Jakarta Selatan dari PDI yang saat itu sudah berganti nama menjadi PDI Perjuangan, Gembong berhak mendapat nomor pertama di pencalonan caleg.
Namun karena sadar diri masih terlalu muda, ia melepaskan hak istimewa yang didapatnya dan memilih nomor tinggi.
Alhasil memang kecil kemungkinannya lolos karena saat itu masih menggunakan sistem proporsional tertutup berdasarkan nomor urut pencalonan.
"Pemilu 1999 ternyata PDI Perjuangan dapat 30 kursi, saya nomor 33. Di perjalanan meninggal dua orang. Jadinya sampai nompr urut 32 di pemilu iti jadi anggota DPRD, saya pas di nomor 33, ya enggak lolos," kata Gembong.
Atas kegagalan di 1999 memang Gembong tak terlalu kecewa.
"Saat itu saya masih muda, sadar diri sama kemampuan saya," kata Gembong.
Lima tahun berselang atau di 2024, Gembong yang sudah matang secara politik kembali maju sebagai caleg.
Kali ini, dapil di Jakarta sudah ada lima yang dibagi per kotamadya.
Gembong yang berada di nomor urut tiga pencalegan karena jabatan dia sebagai Sekretaris DPC PDI Perjuangan Jakarta Selatan. Berada di urutan teratas membuatnya optimistis posisi itu bisa mengantarnya ke gedung DPRD DKI Jakarta.
Namun sayang apa yang diharapkannya jauh dari kenyataan.
"2004 saya dapat nomor 3 dapil Jakarta Selatan. udah yakin jadi, eh PDI Perjuangan dapatnya cuma dua kursi. Ngenes bener," kata Gembong.
Di kongres PDI Perjuangan tahun 2005, Gembong kemudian memutuskan maju sebagai pengurus DPD PDI Perjuangan DKI Jakarta. Ia pun mendapat jabatan sebagai Wakil Sekretaris Bidang Internal.
Di pemilu 2009, makin banyak yang menginginkan Gembong bisa menjadi walil rakyat.
Bahkan keinginan itu datang dari Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.
"Sampai bu Mega bahasanya gini, dia bilang "Bong, saya juga mau lihat kamu pakai baju safari kayak orang-orang". Waktu itu Bu Mega panggil saya di Lenteng Agung, ada mas Pramono Anung juga selaku sekjen," ujar Gembong mengenang ucapan Megawati.
Baca juga: Perjalanan Cinta Kaesang dan Erina, Calon Mantu Jokowi Ungkap Awal Mula PDKT: Lucu Kalau Diinget
Oleh Megawati, Gembong pun ditawari kembali maju sebagai caleg DPRD DKI Jakarta. Kali ini dari dapil Jakarta Barat. Gembong ditempatkan di nomor urut 1.
Namun hal itu mendapat penolakan dari para kader PDI Perjuangan lantaran Gembong bukan berasal dari Jakarta Barat.
"Akhirnya saya dipanggil lagi oleh bu Mega. Ditanya kamu saya turun nomor mau ga? saya bilang Jakarta Bara itu tiga kursi sudah pasti bu.
Jadinya saya yang tadinya daftar sementara nomor 1, daftar tetap jadi nomor 3 karena kan calonnya itu selang seling laki perempuan," papar Gembong.
Namun lagi-lagi seolah alam belum merestui Gembong sebagai legislatif di DKI Jakarta. Sebab, ada keputusan dari Mahfud MD selaku Ketua Mahkamah Konstitusi waktu itu terkait digunakannya sistem proporsional terbuka di Pemilu 2009.
"Ya, saya di Jakarta Barat batu tiga bulan, siapa yang kenal Gembong, yaudah gagal maning," tuturnya.
Dengan diterapkannya sistem proporsional terbuka, Gembong kemudian pindah dari pengurus DPD PDI Perjuangan DKI Jakarta menjadi Ketua DPC Jakarta Selatan agar namanya dikenal di Jakarta Selatan.
Upaya itu terbukti ampuh. Di 2014, atau pada percobaan keempatnya, Gembong yang maju dari dapil Jakarta 7 yang meliputi Kecamatan Kebayoran Lama, Kebayoran Baru, Setiabudi, Cilandak dan Pesanggrahan berhasil lolos ke DPRD DKI Jakarta.
Jabatan itu berhasil dipertahankannya sampai Pemilu 2019 kala Gembong kembali lolos dengan perolehan 17.739 suara.
Pada periode 2019-2024, Gembong pun dipercaya menjabat Ketua Fraksi PDI Perjuangan di DPRD DKI Jakarta.
"Enggak ada yang setahan itu. Modal saya ya cuma teken, tekun, tekan," ujar Gembong bila mengenang perjuangannya.
Matang Sebelum Waktunya
Istilah itu diungkapkan sendiri oleh Gembong atas perjalanan hidup nan berliku yang dilaluinya.
Gembong mengatakan dirinya sudah hidup mandiri sejak SMP. Ketertinggalan daerah asalnya yakni di Kecamatan Giritontro, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah membuat orang tua Gembong menitipkan dia ke kerabatnya.
"Pas SMP saya masuk di SMP 1 Giritontro. Jaraknya mungkin ada 10 km, tiap hari jalan kaki saya enggak kuat.
Oleh bapak, saya dititipin ke saudara saya di Kecamatan Wuryantoro, itu udah sedikit ke kotaan lah dibanding tempat saya yang kecamatan termiskin saat itu," kata Gembong.
Lantaran tinggal di rumah saudara, Gembong berusaha menjaga nama baik keluarganya dengan membantu mengerjakan pekerjaan rumah.
"Akhirnya saya ngenger, istilahnya itu balas budinya dengan tenaga. Saya bersihin rumah setiap hari," kata Gembong.
"Sekelas SMP saya harus jaga nama baik orang tua. Bahasa saya ini mateng sebelum waktunya," lanjut anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan petani ini.
Baca juga: Cerita Balik Layar Anies Baswedan Jadi DKI 1, Peran Pengusaha dan Politikus Senior
Selepas SMP, Gembong yang bercita-cita menjadi mantri pertanian memutuskan sekolah di Solo. Namun hanya beberapa bulan di sana, ia diminta ayahnya untuk ikut saudaranya yang tinggal di Pondok Gede.
"Baru tiga bulan saya sekolah di Solo, kakak sepupu saya yang di Jakarta pulang ke kampung.
Bapak saya bilang surub bawa saya ke Jakarta karena kalau sekolah di Solo gajadi orang karena kan ga ada yang ngawasin, karena kan saya ngekos di Solo," kata Gembong.
Hingga akhirnya Gembong pindah dan bersekolah ke SMA 22 jarak jauh yang kemudian berganti nama menjadi SMA 48 Jakarta.
"Saya ini angkatan pertama dari SMA 48," tuturnya.
Baca artikel menarik lainnya TribunJakarta.com dI Google News
DPRD Fraksi PSI Soroti Anggaran Atasi Polusi Udara di Jakarta, Cuna Rp98 M dari Total Rp3,42 T |
![]() |
---|
Komisi E DPRD DKI Minta Program Stunting Dikaji Ulang, Tina Toon: Jenis Makanan Harus Tepat dan Aman |
![]() |
---|
Rayakan HUT RI ke-80, Chicha Koeswoyo Satukan Pemuda Jaksel Lewat Turnamen Mini Soccer |
![]() |
---|
PSI Jakarta Mulai Senggol Megawati, Patung Fatmawati Dibilang Ambisi Pramono Bikin Senang Ketum PDIP |
![]() |
---|
DPRD DKI Dorong Pemprov Jakarta Matangkan Rencana Pembangunan Permukiman di Kepulauan Seribu |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.