Enggan Lebaran di Tenda, Warga Gusuran JIS Minta Tempati Kampung Susun Bayam Sebelum Idulfitri

Warga korban gusuran megaproyek JIS meminta segera diberikan kesempatan menempati Kampung Susun Bayam sebelum Idulfitri.

TribunJakarta.com/Gerald Leonardo Agustino
Tenda tempat warga bertahan di depan gerbang Kampung Susun Bayam, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Warga korban gusuran megaproyek JIS meminta segera diberikan kesempatan menempati Kampung Susun Bayam sebelum Idulfitri. 

Informasi terbaru, tersisa 5 KK dengan total sekitar 20 jiwa yang masih bertahan di tenda.

Ratusan warga eks gusuran Kampung Bayam lainnya yang tidak kuat bertahan hidup di tenda memilih tinggal di kontrakan.

Total ada 123 KK yang terdata sebagai penghuni Kampung Susun Bayam dan semuanya menagih janji JakPro untuk bisa menempati unit hunian mereka masing-masing.

Sembari menunggu kepastian, sebagian besar yang sempat tinggal di tenda akhirnya beranjak mencari kontrakan.

Baca juga: Warga Kampung Bayam Korban Gusuran JIS Kembali Demo di Balai Kota Sampaikan Empat Tuntutan

Sisanya, 5 KK tadi, harus terus bertahan di tenda karena tak punya rejeki lebih untuk tidur di kontrakan.

Salah satunya Suhandi (66), warga Kampung Bayam yang terdampak gusuran megaproyek JIS.

Sejak November 2022 hingga hari ini, Suhandi bertahan di tenda sebagai bentuk penagihan janji kepada JakPro.

"Sudah tiga bulan setengah bertahan di sini. Alasan bertahan di tenda kan karena kita nggak dikasih pindah ke sana (Kampung Susun Bayam," tutur Suhandi kepada wartawan.

Suhandi kebingungan.

Meski surat keputusan penempatan unit sudah digenggam, begitupun nomor dan blok rusun, tapi hingga kini warga sama sekali belum diberikan kesempatan menempati hunian yang dijanjikan kepada mereka.

Ia pun mengungkapkan bahwa polemik penentuan tarif sewa membuat jadwal penempatan Kampung Susun Bayam diulur lagi.

"Kalo buat kita tarif semampu kita. Dia (JakPro) minta kan awal Rp 1,5 juta biaya sewa, terus turun Rp 750 ribu. Lansia khusus di lantai 2, ternyata lansia yang biaya sewanya paling besar," kata Suhandi.

"Kita maunya ya disamain kayak rusun lainnya aja, kayak Kampung Susun Akuarium, paling mahal ya Rp 300 ribu lah," sambungnya.

Selama hampir empat bulan tinggal di dalam tenda alakadarnya, kehidupan Suhandi dan warga lainnya pun terbilang miris.

Mereka harus tidur himpit-himpitan, merasakan panas serta hujan, hingga bisingnya jalanan.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved