Jadi Saksi di PN Jakbar, Eks Cawagub DKI Nono Sampono Bantah Perusahaannya Terkait Mafia Tanah

Kerugian materi ditaksir mencapai Rp 1 miliar lebih. Kerugian itu muncul karena tersendatnya pembangunan properti SSA. Sementara kerugian immaterial

Penulis: Abdul Qodir | Editor: Acos Abdul Qodir
Kompas.com/Rahmat Rahman Parry
Wakil Ketua DPD RI yang juga Direktur Sedayu Sejahtera Abadi (SSA) Nono Sampono saat diwawancarai wartawan di kantor Gubernur Maluku, Selasa (10/3/2020). 

TRIBUNJAKARTA.COM - Direktur Sedayu Sejahtera Abadi (SSA) yang juga Wakil Ketua DPD Letjen TNI (Mar) Nono Sampono menjadi saksi di sidang perkara pemalsuan dokumen tanah dengan terdakwa Supardi Kendi (SK) Budiardjo dan istri, Nurlela Sinaga, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Selasa (28/3/2023).

Nono Sampono yang juga calon Wakil Gubernur DKI Jakarta pada 2012 itu dimintai keterangan seiring kapasitasnya sebagai pihak pelapor dugaan pemalsuan dokumen tanah di Cengkareng Timur yang diduga dilakukan Budiardjo dan Nurlela.

Dalam persidangan, purnawirawan jenderal TNI itu menjelaskan alasan melaporkan Budiardjo dan istrinya ke penegak hukum. Pertama, pelaporan itu merupakan reaksi atas empat laporan polisi (LP) yang dibuat Budiardjo pada 2010 dan 2016 lalu.

”Jadi, sebenarnya kami yang lebih dulu dilaporkan (oleh Budiardjo, Red),” ujar Nono.

Mantan Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) mengatakan, laporan pertama yang diajukan Budiardjo terkait dugaan pengeroyokan. Kemudian yang kedua laporan mengenai dugaan perampasan dan penyerobotan tanah. Sementara ketiga laporan tentang pencurian. Ketiga kasus itu dilaporkan Budiardjo pada 2010 silam ke aparat kepolisian. 

Sedangkan kasus keempat dilaporkan pada 2016. Itu terkait dugaan memasuki pekarangan tanpa izin, membuat akta otentik palsu, dan atau menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam akta otentik dan atau menghilangkan batas tanah.

”Perkara-perkara (yang dilaporkan Budiardjo, Red) tidak terbukti,” kata Nono.  

Baca juga: Warga Gunung Sahari Terancam Kehilangan Tempat Tinggal Akibat Ulah Mafia Tanah

Nono menyebut, selama ini Budiardjo yang juga merupakan Ketua Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) selalu mengklaim memiliki dua tanah di kawasan lahan properti SSA. Dua tanah itu masing-masing seluas 2.231 meter persegi dan 548 meter persegi. Dasar klaim itu adalah girik C.1906 Persil 36 dan Girik C. 5047 Persil 30 b.

Padahal, dua tanah yang diklaim Budiardjo itu berada di area tanah SSA seluas 112..840 meter persegi. SSA punya Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) No. 1633 sebagai dasar kepemilikan tanah yang sekarang dibangun kompleks perumahan tersebut.

SHGB itu diperoleh secara sah dari PT Bangun Marga Jaya (BMJ) berdasarkan Akta Jual Beli (AJB) No. 158/2010 tertanggal 9 November 2010.
Nono menyebut pihaknya mengalami kerugian materi dan immaterial atas perbuatan Budiardjo.

Baca juga: Menang Gugatan, Keluarga Haji Nimun Lega Bisa Pertahankan Tanah Rp 44 M di Pinggir Kali Pesanggrahan

Kerugian materi ditaksir mencapai Rp 1 miliar lebih. Kerugian itu muncul karena tersendatnya pembangunan properti SSA. Sementara kerugian immaterial yakni berupa pencemaran nama baik. 

”Budiardjo menggunakan media dan berbagai tudingan diarahkan ke kami (SSA), dan kami rasa tudingan itu tidak benar,” terangnya.

Nono menegaskan pihaknya bukan bagian dari mafia tanah sebagaimana dinarasikan selama ini.

”Sebagai pengembang, nggak mungkin kayak mafia tanah yang lari-lari. Kami kan di tempat, nggak kemana-mana, kami bangun (properti, Red) dan kami jual ke konsumen,” imbuhnya.

Baca artikel menarik lainnya TribunJakarta.com di Google News

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved